Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

49. Tiket Ke Kairo


"Kulihat senyummu. Segera kutahu bahwa aku akan selalu di hatimu. Selamanya."

= Kukuh Arkatama =


Tiket ke Kairo ternyata telah dikirimkan oleh Jordan. Rupanya Ibra bergerak cepat dan mengatur semuanya. Jadwalnya tengah malam nanti. Yasmina masih memiliki waktu untuk menghabiskan hari. Ia agak lega saat Jordan mengabarkan bahwa sang ayah sudah stabil dan tengah menjalani berbagai pemeriksaan.

"Banyak benar yang mau diperiksa? Bukannya keluhannya cuma jantung?" keluh Yasmina setelah mencermati penjelasan Jordan. Ia masih mendengarkan penuturan Jordan selama beberapa saat lagi. "Ah? Muntah darah, kencing darah, dan berak darah?" Wajah Yasmina memucat seketika.

Kukuh mendengarkan dengan menahan tawa. Ternyata calon mertuanya itu raja drama juga. Muntah darah, kencing darah, dan berak darah katanya? Mengapa tidak sekalian perdarahan otak atau kanker payudara, begitu?

"Tenang Yas, papamu akan baik-baik saja. Terakhir ketemu kan segar bugar," hibur Kukuh. Sudah pasti dia segar bugar.

"Papa suka lupa makan dan kurang tidur," gumam Yasmina lagi.

Tak lama, teleponnya berdering. Bu Angga menanyakan apakah Yasmina mau berangkat bersama kakeknya atau berangkat sendiri ke soft launching. Yasmina menjawab kalau dia tidak jadi berangkat. Reaksi yang ia dapatkan sesuai dugaan. Sang kakek menelepon dengan tegang.

"Maaf, Kek. Aku tidak bisa. Papa kena serangan jantung, aku tidak minat ikut pesta apa pun saat ini."

"Nah, kamu malah pacaran di situ?" protes Iskandar.

Yasmina terdiam sejenak. "Aku punya proyek musik di sini. Lagi pula ketidakhadiranku tidak mengubah apa-apa, kan, Kek?"

"Bagaimana tidak mengubah apa-apa? Kamu mau dikenalkan sebagai CMO. Tentu saja kamu harus hadir!" Tegas sekali kata-kata Iskandar.

"Loh, Kek? Aku kan sudah menolak tempo hari," bantah Yasmina.

"Jangan membantah, Yasmina! Kalau bukan kamu, siapa lagi?"

"Papa baru sakit, Kek. Dia bisa syok kalau tahu ini. Aku tidak bisa, maaf." Yasmina menutup sambungan telepon. Dipandangnya Kukuh yang menatap dengan sorot mata cemas.

"Aku tidak akan menerima apa pun. Apalagi saat Papa sakit begini," kata Yasmina untuk menenangkannya. "Yuk mulai lagi bikin aransemen," ajaknya.

Yasmina dan Kukuh kembali memasuki studio. Di sana mereka sibuk mencoba-coba nada dengan personel Next! yang lain. Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa hampir satu jam mereka di situ. Tiba-tiba, Karin mencari Kukuh dengan raut wajah cemas.

"Ada Pak Iskandar memaksa ketemu, Mas," lapornya. "Beliau menunggu di ruang tamu. Mau mencari Mbak Yasmina."

Yasmina dan Kukuh saling pandang. Berdua mereka bergegas menemui Iskandar.

"Mas, bapak itu membawa orang di luar," bisik Karin sebelum masuk ke ruang tamu.

Kukuh menghela napas. "Berapa orang?"

"Sekitar empat orang."

Kukuh segera memberi kode pada pengawal pribadinya untuk mengambil langkah pengamanan.

☆☆☆

Mengintimidasi adalah satu kelebihan Iskandar selain persuasi. Tubuh kerempeng itu duduk bersilang kaki sambil bersandar di sofa. Sikapnya menunjukkan betapa dirinya paling berkuasa di tempat itu. Ia bahkan tidak menyambut uluran tangan Kukuh.

"Kukuh, lama tak berjumpa. Apa kabarmu?" Ada nada sinis yang kental.

"Baik, Om," jawab Kukuh, berusaha tenang.

"Aku mau menjemput cucuku, kamu paham, kan?" Sorot matanya sungguh tak bersahabat.

"Yasmina bisa saya antar pulang nanti," jawab Kukuh.

"Oooo, tidak perlu. Akan kubawa sekarang juga!" tegasnya. "Yas, ayo pulang!"

"Kakek, aku belum bisa pulang. Aku ada kerjaan di sini," kilah Yasmina.

Iskandar mendelik. Mata kelabu berpelupuk keriput itu mengarah tajam ke cucunya. "Kamu ada acara penting, Yas!"

"Kakek, aku tidak bisa hadir!" Yasmina berusaha sesopan mungkin. Ia sungguh merasa tidak enak pada Kukuh.

Iskandar mengalihkan pandangan kepada Kukuh. Ia sudah tahu Yasmina akan melawan. Hatinya sudah tidak sabar untuk meremukkan orang yang membuatnya begitu.

"Kamu tahu, aku tidak suka dilawan!" ujarnya tajam pada Kukuh.

Yasmina sampai merinding dibuatnya. Baru kali ini ia melihat kakeknya seperti itu. "Kakek!"

Kukuh hanya menghela napas. Ia tidak ingin memperkeruh keributan kakek-cucu tersebut. Ia sengaja diam saja.

"Aku yang tidak mau, Kek. Jangan salahkan dia," bela Yasmina.

Iskandar mendengkus sekali lagi lalu berdiri. "Ayo!" perintahnya pada Yasmina.

"Maaf, saya tidak bisa membiarkan Yasmina pergi," kata Kukuh tegas namun santun. "Pak Ibra menitipkan Yasmina pada saya hari ini." Ia mendorong kursi roda ke ruang di antara Yasmina dan Iskandar.

Tatapan Iskandar sungguh menyengat. Jelas ia tidak terima dengan penolakan itu. Tapi mendengar nama Ibra disebut, mau tak mau ia berhenti berdebat. Agaknya hanya satu cara untuk membawa Yasmina.

"Terserah apa katamu. Yasmina harus pulang sekarang juga," ujarnya santai. Mata tua itu memindai Kukuh dari ujung kepala sampai ujung kaki seolah mau berkata, Orang lumpuh begini mau menghalangi aku?

Setelah melempar penghinaan tanpa kata itu, Iskandar keluar ruang sembari menekan ponselnya untuk memanggil seseorang.

Baru beberapa detik setelah lelaki itu menghilang di balik pintu, terdengar derap orang merangsek masuk. Orang-orang suruhan Iskandar! Terjadi baku hantam di luar ruang dan jerit orang-orang yang berada di base camp.

Kukuh menarik Yasmina yang terbengong ke belakang tubuhnya. Tangannya meraih senjata yang ia simpan di laci. Dengan cepat ia membuka pengaman pistol. Diletakkannya pistol itu di pangkuan, kemudian bergegas mengajak Yasmina keluar melalui pintu lain. Dua orang pengawal Kukuh mengamankan jalur keluar dan mengantar mereka ke lorong belakang. Jalan sempit untuk evakuasi itu telah disiapkan Kukuh jauh-jauh hari. Lorong itu mengarah ke pintu yang membuka ke jalan lain. Sebuah mobil telah tersedia di sana.

"Amankan jalur ke rumah," katanya pada pengawalnya. Lalu ia menoleh pada Yasmina. "Barang-barangmu nggak ada ketinggalan? Matikan ponselmu. Kita ke rumah sekarang. Lebih aman kamu menunggu di sana."

Sebuah mobil berangkat terlebih dulu untuk mengecoh. Sebuah lagi menyusul. Di mobil ketiga Yasmina dan Kukuh berada.

Yasmina tak bisa berkata-kata. Apa yang terjadi dalam waktu singkat itu membuatnya kaget luar biasa. Kakek yang ia lihat tadi bukan kakek yang selama ini dikenalnya. Mengerikan. Bagaimana lelaki tua itu bisa menggunakan kekerasan seperti itu?

"Aku baru tahu Kakek bisa begitu," rintih Yasmina.

Kukuh mengelus punggung kekasihnya untuk menenangkan. Dia bisa lebih dari itu, Yas. Kamu belum tahu aja.

Mereka melaju cepat menuju sebuah kompleks perumahan. Samar-samar, Yasmina mengenali daerah itu, sebuah lingkungan yang cukup nyaman di daerah Tangerang dengan hutan kota dan sungai kecil sebagai batas luar. Saat mobil berbelok ke sebuah jalan dan berhenti di halaman sebuah rumah, matanya terbelalak.

"Ini kan ...!" serunya.

Kukuh menggenggam tangannya. "Benar, ini rumah mamamu."

Yasmina menoleh dengan serentetan tanda tanya.

"Papamu membeli kembali rumah ini diam-diam. Beliau sering ke sini. Yuk, turun."

Kukuh beringsut ke tepi pintu, lalu memindahkan tubuhnya dengan gesit ke kursi roda yang telah disiapkan oleh pengawalnya di dekat pintu mobil. Yasmina sendiri segera masuk dan berkeliling melihat-lihat isi rumah dengan takjub. Rumah dua lantai dengan tiga kamar tidur itu dulu milik Early, ibunya. Sesaat sebelum kecelakaan, ibunya menjual rumah itu karena tidak terurus.

"Ini satu-satunya tempat di Jakarta yang tidak terdeteksi kakekmu," lanjut Kukuh. "Papamu meminjamkan sebentar untukku."

"Untuk apa Papa ke sini diam-diam?" tanya Yasmina.

Kukuh hanya tersenyum sembari menyimpan kembali pistolnya di tas kecil di bawah dudukan kursi roda.

Yasmina berdecak. Ia tahu tidak ada yang bisa digali dari Kukuh kalau lelaki itu sudah bungkam. Entah apa saja yang para lelaki itu sembunyikan. Lebih baik ia menunggu sampai bertemu papanya untuk meminta penjelasan. "Kamu nggak pergi, kan? Temani aku di sini," pintanya.

Kukuh menangkap kegalauan gadis itu. Ia sendiri pun tengah kalut. Penerobosan Iskandar tadi tidak dapat diabaikan begitu saja. Diraihnya tangan gadis itu. Dipandangnya wajah jelita itu dengan pilu. "Iya. Aku temani kamu."

"Aku minta maaf untuk tindakan Kakek tadi. Aku nggak pernah menyangka dia bisa begitu." Mata Yasmina sekelam malam.

"Aku juga."

"Kukuh, aku nggak tahu ... tapi apa kamu nggak ikut saja ke Kairo?" pinta Yasmina. Entah mengapa, kata-kata itu meluncur begitu saja. Serasa ada bayangan gelap yang mengendap di belakang dan bersiap menerkam mereka.

"Aku kan harus talk show nanti malam. Besok aku rekaman untuk acara pembukaan final Next! Mencari Cinta."

Yasmina mendesah.

"Aku akan menyusul kamu setelah acara pembukaan, ya," bujuk Kukuh.

Yasmina menggeleng. "Aku merasa sebaiknya kamu berangkat malam ini juga bareng aku, Kuh."

Kukuh menggeleng. Ia telah membuat janji temu dengan para Albatros setelah talk show. "Aku aman, Yas. Kita hanya perlu menghindar selama acara Madava berlangsung. Sesudah itu semua aman."

♤♤♤●●●♤♤♤

Nggak sabar nunggu updetan kisah Yasmina dan Kukuh?

Part selanjutnya bisa dibaca online di KBM App dan Karya Karsa.
Di Karya Karsa, ada paket ekonomis untuk membaca sampai tamat.

Judul: Yasmina
Akun: furadantin.

Terima kasih 'tuk dukungan pembaca selama ini.

♤♤♤●●●♤♤♤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro