36. Proyek Besar
Proyek besar Next! Netz berjalan dengan lancar walau serangan gosip bertubi mendera Kukuh. Ajang pencarian bakat tersebut tengah memasuki babak seleksi awal dan disambut antusias oleh penikmat televisi di Indonesia.
Kehidupan percintaan Kukuh juga mulai diungkit-ungkit. Pada titik tertentu, gencarnya pemberitaan pribadi Kukuh itu justru menarik lebih banyak perhatian publik, menjadi semacam promosi gratis.
Sejak awal Kukuh merasa aneh. Orang-orang itu melepas pemberitaan yang justru meningkatkan popularitas proyek alih-alih menciptakan situasi yang menghambat. Seharusnya mereka tahu itu, namun tetap melakukannya. Dugaan kuat Kukuh adalah ada skenario lain dan ia tidak suka membayangkan kemungkinan terburuknya.
"Nah, ini pemberitaan terbaru. Kedekatan Mas Kukuh dan Mbak Restu yang katanya 'terlalu dalam'." Seseorang menunjukkan gambar-gambar dari internet.
"Astaga, hoax apa lagi itu?" tanya yang lain.
Kukuh terdiam dengan tangan menopang dagu. Serangan kali ini benar-benar meningkat. Bila dulu hanya menampilkan kemungkinan perselingkuhan, agaknya kali ini akan membuka aib masa lalunya.
"Aku minta maaf. Yang satu itu bukan hoax," akunya kemudian dengan nada penyesalan.
Mereka yang berada di dalam ruang itu sontak memandang Kukuh. Sudah lama orang-orang menduganya. Selama ini Kukuh dan Restu sangat rapat menutup hubungan terlarang itu, dan tidak pernah membuka mulut walau hanya sekali. Hanya orang-orang di lingkaran dalam yang mengetahui.
"Tim Humas dan Hukum bisa mengurusnya?" tanya Tuti.
Kukuh mengangkat tangan. "Nggak perlu. Kalau mereka mengkonfirmasi, katakan saja benar seperti itu adanya. Aku akan mengakui itu sebagai kesalahan dan meminta maaf secara terbuka."
"Tapi ...."
"Kesalahan itu sudah sangat besar. Jangan ditambah lagi dengan berbohong untuk menutupi. Aku akui saja. Masalah selesai."
"Sesederhana itu? Nanti kalau nama baik Mas Kukuh cemar gimana?"
"Iya sesederhana itu. Aku sudah mengalami yang terburuk. Aku nggak pusing dengan nama baik."
"Kalau mengimbas ke bisnis kita gimana, Mas?" tanya salah seorang. "Pernah, kan, ada tokoh yang tiba-tiba melakukan poligami. Tahu nggak, semua lini bisnisnya merosot tajam."
"Itu kasus lain. Mereka menjual ketokohan orang itu. Kita kan menjual karya seni. Selama bagus dan berkualitas, karya kita pasti tetap laku. Masih ingat kasus Ariel Noah? Tetap ngetop kan sampai sekarang?"
"Iya, Mas Kukuh dan Mbak Restu dulu kan hubungannya atas dasar suka sama suka, bukan pemerkosaan."
"Bukan perselingkuhan juga."
Tuti mengangkat tangan untuk menghentikan perbincangan itu. "Aku setuju. Tapi, Mas, ini akan berimbas ke hubungan Mas Kukuh dengan Mbak Yas. Sejauh apa hubungan kalian akan diungkap ke publik?"
Kukuh terdiam. "Aku harus ngomong dulu ke Yasmina. Nanti kukabari."
"Tapi kalian ngerasa nggak sih, ekshalasi gosipnya Mas Kukuh akhir-akhir ini meningkat tajam?"
Kukuh membenarkan. Setelah kegagalannya mendapatkan informasi dari Dian, ia hanya terpikir satu kemungkinan.
"Aku ditarget," ujarnya.
Seisi ruang ribut memperdebatkan kemungkinan untuk apa dan siapa yang menargetkan Kukuh atau pihak mana yang berkepentingan untuk menghancurkan Netz atau Next!.
"Ini bukan persaingan bisnis di industri hiburan," kata Kukuh membuat mereka terdiam. Maafkan aku. Masalah ini jauh lebih besar dari sekadar persaingan bisnis, bisik hatinya. "Untuk sementara aku akan menjauh dari base camp supaya lebih aman. Tut, kamu bisa menambah tenaga sekuriti?"
"Ada apa to Mas? Aku jadi merinding begini."
"Nggak ada apa-apa. Untuk berjaga-jaga saja."
Beberapa waktu kemudian, secara diam-diam, ia sibuk berbicara dengan kepala sekuriti pribadinya untuk meningkatkan penjagaan.
☆☆☆
= Di tempat rahasia Andre-Nasrun yang baru =
"Paketnya gagal datang. Kita kehilangan sumber data," keluh Kukuh.
Andre dan Nasrun pun termangu. Belum lama mereka mendapat kabar bahwa rekan mereka yang disusupkan ke Grup Adam dan berhasil menjadi kepercayaan Iskandar, telah tiada. Dian, gadis malang itu, dikabarkan meninggal over dosis narkoba bersama rekan kumpul kebonya, Irawan.
"Irawan ini dari pihak mana?" gumam Nasrun. "Kalau dari Pak Is rasanya tidak mungkin. Dia bekerja untuk Mak Yasmina."
"Mungkin dia ditugasi untuk memata-matai gerakan Mbak Yas karena Pak Is tahu Mbak Yas pacaran dengan Mas Kukuh," sahut Andre.
"Irawan itu orang yang loyal. aku yakin, dia sengaja dibunuh, bukan over dosis obat perangsang," timpal Kukuh. Hatinya sungguh teriris menyaksikan Dian dan Irawan meninggal dengan cara yang mengenaskan. Mereka meregang nyawa karena dirinya.
"Kami turut berduka cita untuk Dian dan Irawan," kata Nasrun. "Sekarang gimana? Data yang hilang itu satu-satunya harapan kita."
"Kita harus memikirkan jalur lain," ujar Andre. Ditepuknya bahu Nasrun. "Kamu ada ide?"
Rekan kerjanya mengenyakkan tubuh ke sofa. Tangannya menggaruk kepala beberapa kali. "Menargetkan Grup Adam itu terlalu berat. Mereka luar biasa rapi, solid, dan pergerakannya halus sekali," lanjut Nasrun.
"Aliran dananya semua tampak normal-normal saja. Albatros 1 dan 2 juga belum menemukan bukti aliran dana yang aneh dari anak-anak perusahaan Grup Adam. Data yang kemarin kita terima masih sebatas dugaan saja."
"Sebenarnya aku masih menggali peran Pramudya dalam hal ini," kata Andre. "Dari yang aku dapatkan, tidak ada kerja sama bisnis antara Pram dan Grup Adam."
"Dia negosiator untuk melobi pengusaha luar," jawab Kukuh.
"Hmm ... kalau mendapatkan kepala buaya itu sulit dan bisa makan korban, gimana kalau kita incar ekornya saja?" usul Andre dengan gegap gempita.
"Cerdas! Kita potong ekornya, biarkan dia lari sampai kehabisan darah. Pinter kamu!" kata Kukuh.
"Orang ini bergerak solo, sangat terbuka bahkan boleh dikatakan suka pamer, serta cukup ceroboh," timpal Andre.
"Siapa ekornya?" Nasrun bertanya.
Andre dan Kukuh menyeringai bersamaan. "Pramudya!"
☆☆☆
= Di suatu tempat di bawah langit khatulistiwa =
"Ini paketnya," kata seseorang sambil menyerahkan sebuah amplop putih kecil.
"Di mana Dian menyimpannya?" Sang lawan bicara membuka amplop dan melihat isinya. Hanya sebuah hard disk eksternal.
"Diselipkan di celah tembok sebelum Dian mendatangi rumah itu."
"Kamu tahu siapa yang meminta data ini?"
"Sangat sulit dilacak, tapi akhirnya ketemu juga. Namanya Kukuh Arkatama. Anak mendiang Andoyo Gunawan."
Orang yang satu lagi langsung mendesah panjang dan berdecak beberapa kali.
"Apa isi data palsunya?"
"Hanya sekedar laporan pajak Madava. Pak Is mengira itu upaya Kukuh yang kedua untuk merontokkan Madava setelah menarik dana kemarin."
"Hmh! Dia nggak akan berhasil dengan cara itu. Dia pikir Adam segampang itu dijatuhkan?"
Orang itu menyambungkan hard disk eksternal ke laptop. Keningnya terlihat berkerut. "Apa ini? Aku nggak kenal perusahaan-perusahaan ini. Mereka bukan dari Grup Adam."
"Memang bukan."
Orang itu terdiam sejenak sebelum akhirnya berjalan mondar-mandir dengan kalut. "Astaga ... astagaaa!"
"Andoyo Gunawan dihabisi karena itu."
☆☆☆
Yasmina merasa, kematian Dian dan Irawan sangat aneh. Entah mengapa, firasatnya mengatakan ada keterkaitan kakeknya dalam hal ini. Oleh karena itu, setelah mengunjungi sang kakek di kantornya, ia tidak segera pulang, melainkan diam-diam menyelinap ke ruangan almarhum Irawan dan Dian. Kepada pegawai kakeknya, ia mengatakan akan mencari data untuk penelitian yang masih dipegang oleh kedua orang itu. Tentu saja, ia bukan asal mengarang. Selama menjalankan wawancara responden, Dian dan Irawan memang membantu sebagai pengumpul data lapangan.
Ia mulai dari ruangan Irawan. Tidak banyak berkas yang didapatkan. Isi komputernya bahkan terkesan sangat "bersih". Hal serupa dijumpai di ruangan Dian. Hanya ada kertas-kertas dan data komputer tidak penting saja. Sampai lama, ia berada di kantor itu. Tahu-tahu, malam telah turun.
Gadis itu kemudian turun ke lobi lantai dasar gedung untuk menunggu sopirnya mengambil mobil. Saat sedan hitam itu datang, ia segera keluar. Baru selesai menyapa petugas penjaga pintu dan berjalan ke pintu mobil, seseorang bergerak cepat mendekat. Sebuah ayunan pisau mengarah ke perutnya.
Yasmina tidak menyadari apa yang terjadi. Ia hanya ingat tubuhnya seperti ditarik ke belakang hingga terjatuh. Kepalanya membentur lantai dengan keras sampai terasa pening berputar dan pandangan kabur. Saat berusaha bangun, terlihat penyerangnya telah kabur menggunakan sepeda motor, sedangkan orang yang menolongnya terhindar dari tragedi kekerasan itu berlari memburu mereka.
"Ini tas Mbak Yas. Berhasil direbut lagi oleh mas-mas tadi," ujar sopir Yasmina setelah memapah majikannya masuk ke mobil.
"Oh, untunglah. Semua data penelitian saya ada di situ."
Sampai di rumah, Yasmina tidak bisa langsung beristirahat. Ia diceramahi habis-habisan oleh Iskandar.
"Kakek sudah ingatkan kamu, jangan menyentuh urusan Kukuh! Kamu tidak tahu seberapa berbahaya orang-orang di sekelilingnya!"
Yasmina hanya bisa meminta maaf dan melewatkan malam itu dengan penuhtanda tanya.
////////////////////////
Komen please .....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro