Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29. Angin

I will help you through

I will dry your eyes

I will fight your fight

'Cause I will stand by you

☘️☘️☘️

.

.

Angin dari arah sungai Nil membelai wajah dan rambut mereka. Yasmina menyandarkan kepala pada bahu Kukuh. Ia senang mendapati bahu dan lengan itu telah jauh lebih berisi dari saat pertama ia peluk. Kukuh menumpahkan rasa sayang dengan beberapa kecupan di dahi, pipi, dan bibir gadis itu. Kalau sudah begitu, perpisahan yang akan terjadi tak lama lagi terasa sangat berat.

"Kuh, coba kamu nggak usah pulang," rajuk Yasmina.

Kukuh tertawa kecil, lalu menghela napas berat. Andai aku bisa begitu, Yas.

"Beratkah urusan di sana?" tanya Yasmina sambil menelisik manik mata Kukuh dan menemukan kemuraman.

"Ya, masih ada beberapa tanggung jawab yang harus kuselesaikan. Salah satunya adalah Madava."

"Bukannya setelah Phoenix terjual kamu bebas?"

"Andai bisa begitu," jawab Kukuh dengan nada sendu. "Penjualan Phoenix sih akhirnya lancar jaya tanpa demo. Tapi penjualan Madava seret banget."

"Aku sempat nonton sewaktu masalah itu dibahas di tajuk berita."

"Ya, tapi masih positif kok tanggapan media, nggak seperti waktu Andreans."

Yasmina merenggangkan pelukan untuk melihat wajah Kukuh dengan teliti. "Kuh, sebenarnya apa yang kamu hadapi?"

Andai aku bisa cerita ke kamu, Yas, batin Kukuh. "Aku juga nggak tahu. Tapi kayaknya urusan menjual Madava ini akan memanjang."

Yasmina menelan ludah. "Karena kakekku?" tanya Yasmina lirih. Ia beringsut turun dari pangkuan Kukuh. Seberkas rasa khawatir menyusup perlahan ke hati. "Aku nggak akan membiarkan itu."

Justru aku nggak ingin kamu terlibat, Yas, keluh hati Kukuh. "Enggak. Kalau kakekmu, aku nggak khawatir. Ini tentang kasus kematian keluargaku."

Tiba-tiba Yasmina teringat peristiwa kecelakaan ibunya dua puluh tahun yang lalu. Ia ingat benar, sejak kejadian itu ayahnya menyingkir ke Kairo membawa serta keempat anak dan istri yang mengalami kerusakan otak berat. Walau saat itu ia masih kecil, ia sudah mengerti bahwa ayahnya menyalahkan sang kakek sebagai penyebab tidak langsung atas kecelakaan yang menimpa Early, ibunya.

"Apa kakekku terkait dengan peristiwa itu?" tanyanya lirih.

Kukuh berusaha tertawa untuk meredakan kecemasan kekasihnya. "Kamu kok jahat banget, sih? Kakek sendiri dituduh begitu?"

Yasmina terdiam.

"Sudah, ah. Yang sudah pergi nggak akan kembali. Aku akan mengikhlaskannya saja," lanjut Kukuh untuk memperkuat penghiburannya. "Coba buka WA. Aku kirim lagu untuk album Next! yang baru. Apa pendapatmu?"

Yasmina menurut. Ia memutar lagu itu.

"Aku tulis itu khusus buat kamu, Yas," ujar Kukuh syahdu.

Yasmina tidak berkata-kata, seketika lupa pada pembicaraan rumit baru saja. Hatinya berbunga. Sebuah kecupan singkat di pipi Kukuh ia hadiahkan sebagai ucapan terima kasih.

☆☆☆

Malam itu, Kukuh menemui Andre dan Nasrun tanpa sepengetahuan David, apa lagi Beno. Sobatnya itu mengunjungi klub penari perut bersama Rosa. Ia sudah pernah menonton pertunjukan serupa dan beralasan merasa lelah sehingga mau istirahat saja di hotel. Tidak ada yang menghalangi penderita SCI yang baru saja pulih dari trauma untuk beristirahat cukup, bukan? Kadang-kadang menjadi pengguna kursi roda itu ada gunanya juga.

Nasrun langsung menyambut dengan wajah galau saat ia menemui mereka di sebuah kamar hotel tak jauh dari tempatnya menginap.

"Ada perkembangan apa?" tanyanya.

Andre berpindah ke samping Kukuh untuk menunjukkan data-data yang ada di layar laptop.

"Ini yang kami dapat dari Albatros 1 dan 2. Ini dari Albatros 3." Nasrun menjelaskan.

Kukuh tak berkedip menatap data-data itu. Luar biasa angka dan nama-nama yang tertera di sana. Mereka membutuhkan dua jam lebih untuk menelaah semua data itu.

"Semakin jelas sekarang," keluh Nasrun.

Kukuh hanya menanggapi dengan helaan napas. "Seberapa jauh peran Grup Adam?"

"Cuma Madava aja yang muncul di sini. Yang lain nggak jelas," jawab Andre. Tak lama kemudian, tubuhnya tiba-tiba merunduk untuk melihat layar lebih dekat. "Sebentar, ada pesan masuk."

Sejam lagi mereka mencermati data-data itu. Kabut menyelimuti ketiganya. Andre dan Nasrun akhirnya memandang Kukuh dengan tak tega.

"Kita siapkan Plan C kalau begini kondisinya," kata Kukuh saat mengakhiri pertemuan itu.

"Kita akan melangkah sejauh ini, Mas?" tanya Andre.

Kukuh mengangkat bahu. "Kita sudah sampai di Kairo. Masa nggak akan dituntaskan?"

Andre dan Nasrun saling berpandangan. Wajah mereka menjadi terang benderang oleh semangat. Aneh memang. Ada orang-orang yang merasa hidup bila adrenalin mereka terpicu.

"Nasrun, kamu follow up Albatros 3 di London. Andre, kamu ke Washington untuk membuka Albatros 4."

☆☆☆

Sesudah menyelesaikan beberapa hal, Kukuh kembali ke kamar hotel, tepat beberapa menit sebelum David dan Beno datang.

"Belum tidur?" sapa lelaki tinggi besar itu. Keningnya berkerut saat menemukan Kukuh duduk merenung di tepi jendela dengan kondisi kamar gelap.

"Ah, ya, aku terbangun, lalu nggak bisa tidur," jawab Kukuh.

David duduk di samping Kukuh sambil mengamati lelaki yang sudah ia anggap kakak itu. "Terbangun karena spame otot lagi, Bang?"

"Ah, iya." Kukuh berbohong.

Ia memang kerap mengalami spasme saat malam yang membuatnya kerap terbangun dan tidak bisa tidur cukup. Dulu, hal itu sungguh membuat frustrasi. Namun, setelah menjalani rehabilitasi, kondisi itu sebenarnya sudah membaik.

"Mau saya pijat, lalu kakinya diikat ke bantal supaya nggak banyak gerak?" Beno menawarkan bantuan.

"Ah, iya. Kayaknya bagus itu," ujar Kukuh lalu mengayuh kursi roda ke kasur. Dengan gesit, ia menaikkan tubuh ke sana.

Beno melepaskan celana panjang Kukuh dan mulai melakukan peregangan. Beberapa kali gerakan itu memicu spasme otot ringan. "Sakit, Mas?"

Kukuh terkekeh kecil. "Nggak terasa apa-apa, Ben. Kamu seperti memegang kaki orang lain, bukan kakiku."

"Sudah nggak sekaku dulu sebenarnya, Mas," komentar Beno. Tangannya lincah memutar pergelangan kaki Kukuh yang layu.

"Iya, sih. Tapi kakiku semakin kecil, ya?" ujar Kukuh yang duduk bersandar dengan bantal tinggi sebagai penyangga. Dengan posisi itu ia bisa mengamati kakinya dengan baik.

Ia sudah tidak ngeri lagi melihat kaki yang mengecil. Namun, tak bisa dimungkiri, ia kadang merindukan otot kencang nan liat yang membungkus paha dan betis. Kaki itu dulu terlihat indah, tidak tipis seperti sekarang. Bahkan pantatnya pun turut lenyap. Padahal bagian tubuh itu dulu merupakan kebanggaan tersendiri. Penggemarnya kerap bilang bokongnya seksi. Sekarang, jangankan seksi, celana pun terlihat kisut dipasang di sana.

"Kayaknya, sih, Mas. Atau mungkin karena otot dada dan tangan Mas Kukuh makin besar jadi kakinya makin kelihatan kecil."

Kukuh mengangguk. Ia masih bisa membanggakan otot bahu, lengan, dan dada yang kencang sebagai hasil latihan di pusat rehabilitasi.

"Tapi kayaknya Mbak Yas suka semua yang ada di Mas Kukuh, deh." Beno berkedip-kedip menggoda.

"Kok tahu?" tanya David.

"Lah saya suka perhatikan Mbak Yas. Kalau sedang dekatan itu, tangan Mbak Yas suka mengelus-elus kursi rodanya Mas Kukuh."

David melempar bantal padanya. "Ternyata selama ini kamu ngintip, ya, Ben!"

Kukuh hanya senyum-senyum. Tentu ia tidak perlu diberitahu Beno soal itu. Ia tahu benar sentuhan-sentuhan itu, yang ia rasakan bukan sekadar sentuhan ke kursi roda, melainkan ke tubuhnya. Ah, Yasmina selalu membuat hati hangat.

Ia terdiam sejenak sebelum menoleh pada David. "Kalau aku mundur sebagai vokalis gimana, Bro?"

David terduduk menghadap Kukuh. Mata kecokelatannya menatap tajam pada wajah tampan itu. "Bang, kamu kenapa?"

Kukuh menggeleng lemah. "Aku nggak yakin dengan kaki seperti ini aku bisa mengimbangi padatnya jadwal Next!."

David terpaku. Ada benarnya juga ucapan Kukuh itu. Ia sudah mengalami sendiri betapa ribet bepergian dengan pesawat terbang bagi seorang pengguna kursi roda. Belum lagi masalah toilet. Bagi orang lain, tidak masalah membantu Kukuh untuk ini dan itu. Barangkali Kukuh sendirilah yang merasakan semua itu terlalu berat.

"Aku nggak akan selincah dulu untuk perjalanan tur. Sebenarnya aku nggak kepingin mundur total. Aku rasa kita perlu vokalis pendamping yang bisa menggantikan aku untuk tur-tur jarak jauh."

David termangu. Kukuh adalah jantung grup musik mereka. Dua tahun tanpa Kukuh kemarin telah melumpuhkan kreativitas. Tak terbayangkan bila mereka harus jalan tanpa Kukuh selamanya.

"Aku tetap backup kalian di base camp," kata Kukuh seakan tahu kegundahan David. "Tapi untuk tur seperti dulu, rasanya aku nggak sanggup."

Sebenarnya bukan itu masalah utamanya, Vid, kata Kukuh dalam hati. Aku harus mempersiapkan kalian untuk yang terburuk.

"Aku minta maaf, kalian harus terimbas kondisiku ini." Mata Kukuh berubah sayu dan kosong saat memandangi kedua kaki lumpuhnya.


//////////////

Jangan lupa voment ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro