Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Hijab Memuliakan Mu

Jingga mulai merona di langit senja, pertanda matahari harus pamit sejenak untuk menebar kasih pada penantinya di sudut lain.

Sungguh Allah yang maha adil mengatur alam dengan penuh keadilan, semua sesuai porsi dan sesuai kebutuhan. Lalu kenapa masih banyak yang merasa tidak mendapat keadilan? Alasannya karna tidak sesuai kehendak dan harapan. Kita mengukur sesuatu dengan alat ukur manusia, sementara hati menolak ingat bahwa Allah lebih tau yang terbaik untuk hambanya.

"Mas Danar bawain hadiah buat Yasmin," ucap Danar yang baru datang bersama sang mama.

Mereka semua berkumpul di ruang keluarga, menanti kumandang adzan Maghrib sebentar lagi. Papa tidak bisa datang hari ini karna sedang ada pekerjaan.

"Wah! Beneran, mas? Asyiiik!" Mata Yasmin berbinar seperti anak kecil yang dibelikan eskrim. Gadis yang haus kasih sayang, lama merindukan sosok laki-laki dalam hidupnya kini Allah kembalikan ayahnya ditambah seorang kakak laki-laki yang baik. Belakangan dia jadi sangat akrab dengan Danar, rasa nyaman hadir begitu saja meski belum lama mereka berjumpa, bagaimanapun, darah memang kental.

"Iya beneran, ini hadiah spesial tapi ada syaratnya. Setuju?"

"Syaratnya apa dulu nih?"

"Harus langsung di pake."

"Oke. Mana hadiahnya?"

Danar mengeluarkan kain dari paper bag yang dia bawa, mendekati Yasmin dan mengenakan khimar instan berwarna hitam di kepala adiknya. Mentari dan sang mama menahan air mata haru, sementara Yasmin tercengang, diam mematung tidak menyangka kakaknya akan memberikan ini sebagai hadiah.

"Yasmin, maaf karna Mas Danar sangat terlambat bisa jadi kakak yang baik buat kamu tapi kamu harus tau sejak hari mas menerima Yasmin sebagai adik maka saat itu mas sudah menanamkan rasa sayang buat Yasmin dan jilbab ini adalah tanda sayang mas yang pertama..."

"... Kamu adiknya Mas Danar yang sangat cantik, jilbab ini akan memuliakan dan meninggikan derajat kamu sebagai perempuan di mata Allah, jilbab ini akan menjaga kamu. Mas berharap kamu mulai menjaga dirimu lebih dari sebelumnya."

Air mata haru sudah membasahi pipi Yasmin, perlahan dia mengangguk menyetujui permintaan baik dari sang kakak. Anggukan Yasmin disambut oleh kumandang adzan Maghrib, semua yang ada di sana mengucap syukur atas dua nikmat yang Allah berikan. Pertama nikmat menyaksikan hidayah, kedua nikmat masih bisa mendengar adzan ditengah pandemi ini.

Yasmin, mama, dan Mentari berdiri sejajar dengan kaki yang saling bersentuhan, sementara Danar ada di shaf depan menjadi imam sholat Maghrib mereka.

Pada rakaat pertama Danar membaca surat abasa, sampai sesegukan dan beberapa kali berhenti sejak ayat ke 33. Dadanya sesak mengingat hari yang jelas Allah janjikan. Hari ini dia berdiri bersama keluarganya melaksanakan sholat jama'ah namun saat hari itu tiba mereka akan sibuk sendiri dan saling meninggalkan, rasa khawatir tidak bisa kembali berjumpa di surganya Allah begitu menyesakkan dada Danar. Sudah baik kah dia sebagai anak? Sudah benarkah dia menjadi seorang suami? Mampukah dia mempertanggungjawabkan semuanya kelak di hadapan Allah?

Mama dan Mentari yang berada di kiri-kanan Yasmin pun ikut sesegukan, sementara Yasmin kebingungan sebenarnya apa yang membuat mereka menangis? Dia ingin ikut menangis tapi tidak mengerti apa yang ditangisi. Dalam hatinya Yasmin merutuki perbuatan mereka karna membuatnya tidak khusyuk malah sibuk menerka-nerka sampai mereka semua sudah rukuk Yasmin masih asik berpikir.

Setelah salam mereka tak ada yang beringsut dari sajadah, asik berkomat-kamit sendiri.

"Aku mau ganti pakaian deh, sebentar lagi mereka sampai," ucap Yasmin lebih pada dirinya sendiri, alasan yang tepat untuk dia segera meninggalkan ruang sholat itu.

............

Setelah isya Yasmin yang sudah rapi berdiri di dekat jendela kamarnya, dari sana Yasmin bisa melihat dua mobil masuk ke gerbang secara beriringan. Entah kenapa jantungnya berdegup lebih kencang, dia akan bertemu lagi dengan Nizam sekarang padahal tadi dia baru saja mengusir laki-laki itu dengan penuh amarah.

"Sayang, itu calon ayahmu sudah sampai," Yasmin mengelus perutnya dan tersenyum, menyebut Nizam sebagai calon ayah dari anaknya membuat hati Yasmin bergetar.

Yasmin kembali berdiri di depan kaca rias, menyapukan lagi kabuki brush di wajah cantiknya. Dia merasa agak gugup sekarang.

Mentari dan mama sedang sibuk menyambut mereka, hingga Yasmin berjalan sendiri menuju ruang keluarga.

Semua mata menatap kagum, pada ciptaan Allah yang berjalan maju mendekat kearah mereka. Gadis yang biasa mengenakan pakaian serba mini itu kini tampak seperti malaikat, hanya dengan gamis dan jilbab hitam polos, mempertegas kecantikan di wajah berbalut makeup tipis itu.

"MasyaAllah, beruntung banget gue.." gumam Nizam yang mampu terdengar oleh semua yang ada di sana membuat mereka tertawa geli. Yasmin mengulum senyum lalu menyalami ibun dan seorang perempuan yang Yasmin tebak adalah desainer.

Berhubung pernikahan sederhana itu tidak lama lagi maka mereka memutuskan untuk memilih gaun yang sudah disiapkan oleh Mba Salsa karna jika menjahit terlebih dulu mba Salsa tidak bisa menjamin akan selesai tepat waktu.

Yasmin memilih gaun tosca dengan pernak-pernik berwarna gold, gaun pengantin India itu begitu menarik perhatiannya.

"Kalau gitu untuk Mas Nizam pakai dhoti juga, biar lebih pas." Kata Mba Salsa setelah Yasmin menentukan pilihannya.

"Dhoti apaan mba? Dhoti bakar?" Canda Nizam.

"Dhoti itu nama pakaian adat laki-laki India. Gini..." Mba Salsa menunjukkan pakaian laki-laki berwarna gold dengan sedikit aksen berwarna tosca membuatnya senada dengan gaun yang dipilih Yasmin.

"Aku ikut aja deh." Pasrah Nizam.

"Waah beruntung banget Mba Yasmin dapet suami yang ganteng, nurut pula yang penting istri seneng. Ibu gak punya anak kayak gini satu lagi buat saya?" Canda Mba Salma memancing tawa yang lain.

"Punya satu aja saya pusing, mba. Hampir tiap hari ada aja kelakuannya maki-maki perempuan depan pager rumah. Sampe bikin saya khawatir jangan-jangan dia gak doyan perempuan."

Ucapan ibun membuat mereka kembali tergelak, tapi tidak dengan Yasmin. Menurutnya ucapan ibun bukan sekedar candaan, sekarang Yasmin semakin penasaran dengan masalalu Nizam.

Fitiing baju selesai dengan lancar, Mba Salma pamit pulang terlebih dahulu karna masih ada janji lain, dia berjanji akan menyelesaikan dhoti besok lusa, beruntung gaun yang dipilih Yasmin sangat pas.

Mentari dan mama sudah menyiapkan makan malam untuk kami semua.

"Hueeeekkk."

Baru saja duduk, Yasmin sudah mengalami mual dan pusing melihat lobster di hadapannya.

"Maaf," ucap Yasmin merasa bersalah, dia segera berlari ke kamar mandi, membuat mama merasa tidak enak namun ibun malah tertawa.

"Liat Yasmin aku jadi kangen hamil lagi loh, Mba, masyaAllah nikmatnya. Aku hamil Nizamm sampai mau lahiran masih morning sick, ini anak ngerepotin dari dalem perut," canda Bu Rahma mencoba mencairkan suasana.

"Ujian itu, Bun. Untuk melahirkan anak yang hebat kan butuh ibu yang kuat." Kelakar Nizam mengundang tawa.

"Iya bener tuh, Mba kata Nizam. Yuk di sambi makan. Yasmin gak bisa gabung kayaknya."

Semuanya mengangguk, Mentari mengambilkan nasi untuk mertuanya dan calon mertua Yasmin.

"Nizam makan nasi goreng depan kompleks aja boleh gak, Tante? Kasian Yasmin kalau telat makan malemnya."

Ucapan Nizam membuat Mentari terbatuk-batuk, selama ini Yasmin tidak pernah mau makan di pinggir jalan.

Mama menatap Danar minta bantuan, dalam hatinya mama sangat ingin menolak karna tidak bisa membiarkan Yasmin keluar dengan laki-laki yang belum sah menjadi suaminya itu.

"Ogah! Gue makan salad aja. Maaf ya, bun, Yasmin gak bisa gabung." Yasmin yang baru kembali menolak mentah-mentah usul Nizam, dia masih bertingkah seolah marah pada Nizam.

Yasmin berlalu, Nizam pun pamit menyusul nya.

"Yas," panggil Nizam begitu mendapati Yasmin yang duduk bersandar di sofa, meluruskan kaki sambil menyantap semangkuk aneka buah.

"Hmmm."

"Lo cantik banget pake hijab," puji Nizam berharap Yasmin akan menjawab dengan narsis seperti biasa namun ternyata Yasmin hanya melirik malas lalu melanjutkan suapannya.

"Gue mau jelasin semuanya, ini gak seperti apa yang lo pikirin, gue gak ada apa-apa sama Natania."

"Gak ada apa-apa tapi sampe punya anak? Lo pikir tuh anak bisa jadi cuma karna lo papasan di jalan trus nginjek jempol kakinya?"

"Gue minta maaf, gue emang salah." Mengakui kesalahan sepertinya lebih baik untuk sekarang, karna Yasmin belum bisa menerima penjelasannya.

"Hmmm."

"Lo lagi ngidam apa? Gue beliin ya? Cepet bilang lagi pingin apa?" Tawar Nizam berharap mood Yasmin membaik.

"Lo pikir bisa nyogok gue?"

"Gak gitu maksud gue-"

"Halah!"

"Ya udah lo maunya gue gimana? Coba kasih tau gue."

"Hmmm."

Mendapat jawaban yang lagi-lagi hanya sebuah gumaman Nizam menghembuskan napas panjang, dia berjongkok di sebrang meja penghalang antara dirinya dan Yasmin.

"Dedek, uminya masih marah ya sama Abi? Bilangin dong abi minta maaf." Nizam yang mencoba berkomunikasi dengan bayi dalam kandungan Yasmin kini malah mendapat pelototan sempurna dari perpuan itu.

"GITU CARA LO PERLAKUIN NATANIA WAKTU HAMIL KAN?!"

"Astaghfirullah! Salah lagi gue."

............

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro