Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Lamaran (1)

Adzan ashar berkumandang, Mentari yang tadi sibuk dengan dekorasi untuk acara malam ini menghentikan tugasnya, dan mengajak semua pekerja untuk segera melaksanakan sholat.

"Sayang, kamu jangan terlalu capek. Kasian anak kita." Danar mengingatkan istrinya yang terlampau antusias dengan acara ini.

"Aku gak capek, Mas. Aku seneng banget bisa ngerjain semua ini. Aku udah lama menghayal hari di mana sahabatku bakal lamaran dan menikah. Yasmin gak dapet kesempatan hadir di pernikahan kita, tapi aku beruntung bisa ada di sini bahkan gak cuma sahabat, aku juga kakak iparnya sekarang. Aku mau jadiin momen ini berkesan untuk Yasmin." Celoteh Mentari yang kelewat antusias. Danar mengerti, tapi dia juga mengkhawatirkan anak mereka.

"Iya tapi hati-hati, kamu sekarang sedang mengandung. Yauda aku ke masjid dulu. Assalammualaikum " pamit Danar.

Usai sholat semua orang kembali sibuk, ruang keluarga Yasmin disulap sedemikian rupa padahal mereka tidak mengundang banyak orang, hanya keluarga saja, namun tetap pada keinginan Mentari, dekorasi harus ada meski sederhana.


Tidak ada kursi malam ini, Mentari minta agar digelar karpet untuk tempat mereka duduk, agar lebih akrab dan terasa kekeluargaannya.

Persiapan dekorasi selesai tepat saat salam terdengar dari pintu masuk, mama dan papa datang untuk acara ini. Ini pertama kalinya mama menginjakkan kaki di rumah perempuan yang sudah tega merebut suaminya.

Perempuan berhati bidadari itu tidak pernah sekalipun ke rumah ini meski suaminya tak di izinkan pulang berhari-hari, tidak ada pikiran untuk melabrak atau memaksa suaminya pulang, dia hanya berkeyakinan bahwa apa-apa yang menjadi miliknya akan kembali padanya, jika tidak kembali maka sudah jelas itu bukan miliknya lagi.

Mustahil jika mengatakan wanita itu baik-baik saja. Dia nyaris hancur jika tidak ada Danar yang selalu bersedia memeluk dan menghapus air mata sang ibu.
Bertahun-tahun, wanita itu lebih banyak tidur di atas sajadah daripada kasur karna dia sering menangis sampai terlelap seusai sholat.

Keyakinan dan do'anya Allah kabulkan meski dalam sabar yang tak sebentar, suaminya kembali dengan perasaan yang utuh karna tidak pernah sedikitpun membagi dengan istri barunya.
Bagaimanapun, nafsu dan cinta tidak akan sama.

Kaki Bu Diana melangkah dengan gemetar, jika ada pilihan lain maka dia tidak akan mau menginjakkan kaki di rumah ini, namun dia sangat tahu bahwa keluarga lebih utama dibandingkan dengan ego.

Setelah mencium tangan kedua mertuanya, Mentari mengantar mereka ke kamar Yasmin.
Gadis itu sedang membongkar-bongkar lemari mencari pakaian apa yang akan dia kenakan malam nanti karna dia tidak punya persiapan apapun.

"Yas." Panggil Mentari mengalihkan Yasmin dari fokusnya.

"Papa..." Mata Yasmin berbinar melihat laki-laki itu, lalu teralih ke wanita di sebelahnya, wanita yang nampak matanya menyiratkan kasih sayang, keteduhan, menyipit tanda ia tersenyum.

"Yasmin, ini mamanya Mas Danar." Papa mengenalkan istrinya agak ragu, dia khawatir Yasmin akan marah dan bersedih lagi.

Yasmin mematung sejenak, rasanya dia belum bisa percaya bahwa wanita kuat itu kini berada di hadapannya.

Kaki itu berkhianat, dia melangkah mendekati wanita yang jadi penghalang cinta mamanya.

"Tante.." hati, pikiran, dan tubuhnya tak sepaham, kini Yasmin malah memeluk perempuan itu dan terisak di sana.

"Yasmin, kenapa menangis?" Tanya Bu Diana bingung melihat Yasmin yang tersedu membasahi pundaknya.

"Tante, maafin mama Yasmin yang sudah buat Tante bersedih." Lagi bibirnya berkhianat, menyatakan kebenaran yang menyakiti egonya sendiri.

"Jangan dibahas lagi, ya. Semuanya sudah diikhlaskan. Kita buka lembar baru, biar itu jadi pelajaran," ucapnya dengan tenang meski dalam hatinya kembali terserang badai. "Panggil aku mama, setelah itu mama akan memaafkan Yasmin." Lanjutnya dengan senyum.

"Ma-mama..." Tangis Yasmin kian menjadi, panggilan itu lama tak dia gunakan. Yasmin sangat merindukan mama dan hari ini Yasmin kembali dapat pelukan seorang mama.

"Ehhmm," suara Danar merusak suasana haru "Sekarang sudah kesampaian mau punya anak perempuan, aku jangan sampai dilupain," cibir Danar yang agak cemburu melihat kedekatan dua wanita itu meski baru pertama bertemu.

"Aku juga anak perempuan mama." Mentari tak mau kalah, dia bergabung dalam pelukan sang mertua.

Keluarga yang utuh, hari ini Yasmin mendapatkannya semua kebahagiaan yang tidak pernah dia rasakan selama hidup.

Papa, mama, kakak laki-laki, dan saudara perempuan. Di lubuk hatinya terdalam, Yasmin tidak butuh siapapun lagi, dia tidak butuh Nizam, salah jika Mentari mengira Yasmin menyukai laki-laki itu karna nyatanya tidak, atau bisa jadi belum? Dia hanya merasa Nizam lucu, menggemaskan, dan pintar membuat moodnya baikan. Hal yang membuat Yasmin setuju dengan pertunangan ini adalah Nizam nampak begitu mencintainya.

"Udah pelukannya, udah, keburu calon besan Dateng, Ma kita belum selesai persiapannya." Danar melerai tiga wanita itu. Papa dan mama tertawa melihat ekspresi Danar.

"MasyaAllah yang adik nya mau nikah, heboh banget," goda mama.

Danar tersenyum kemudian berlalu memantau para pekerja agar menyelesaikan pekerjaannya sebelum Maghrib tiba.

............

"Yas, Lo kenapa belum pake hijab juga? Waktu itu bilang sudah mau berhijab, kenapa gak jadi?" Tanya Mentari yang sedang menemani Yasmin bersiap menyambut keluarga Nizam. Padahal Mentari sudah hilang nanti saja bersiap setelah sholat isya namun Yasmin ngotot untuk bersiap sekarang, saat Mentari bertanya apa Yasmin masih saja tidak sholat, sahabatnya itu hanya diam tidak lagi menanggapi malah asik dengan alat make up nya.

"Tar, please jangan bahas itu sekarang, keburu mood gue jelek, lo lama-lama nyebelin banget ya." Yasmin yang memegang lip tint di hadapan kaca hanya melirik Mentari sekilas, beruntungnya Mentari diam tak melanjutkan ceramahnya atau mereka akan berdebat lagi.

"Gue sayang sama lo, makanya gue terus ngingetin." Nada bicara Mentari sedingin es, lalu dia meninggalkan Yasmin sendirian, terpaku menatap dirinya di cermin.

Lima belas menit setelah isya, keluarga Nizam datang disambut Danar, mama, dan papanya, Mentari sedang sibuk di dapur menata katering.

Mereka semua duduk beralas karpet yang sudah disediakan, tak sampai sepuluh orang keluarga Nizam yang ikut di antaranya 3 wanita paruh baya dan satu wanita yang terlihat masih muda, mungkin seumuran dengan Yasmin dan Mentari, perempuan dengan pakaian serba hitam lengkap dengan handshock dan kaus kaki, wanita cantik dengan riasan wajah natural dan terbalut hijab syar'i menarik perhatian Mentari yang masih sibuk menyuguhkan makanan bersama beberapa pelayan, Mentari tersenyum dibalasnya dengan senyum yang lebih manis dan santun.

Suasana begitu hangat, dua keluarga asik berbincang dan sesekali tertawa. Danar menuju kamar Yasmin untuk mengajak adiknya turun, sebenarnya Danar agak kaget dengan dandanan Yasmin namun dia tidak berani protes.

Yasmin dan Danar menuruni tangga, tidak ada ekspresi kagum, tersenyum atau bangga, semunya kaget melihat penampilan Yasmin sehingga hal itu membuat nyali Yasmin menciut, dia berhenti namun Danar menggenggam tangan adiknya, seakan berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

Mereka terus menuruni tangga, bisik-bisik dari keluarga Nizam mulai terdengar, kecuali ayah dan ibunnya.
Danar tertunduk entah karna tidak berani menatap Yasmin kali ini, atau menunduk karna malu di hadapan keluarganya, atau bisa jadi karna keduanya.

Yasmin tersenyum canggung, mencium tangan ibun dan tiga ibu-ibu yang berpakaian hampir sama dengan ibun, saat Yasmin sampai pada perempuan berbaju hitam perempuan itu tak lantas menyambut tangannya, dia malah menatap pada Nizam yang tidak menatapnya lalu memejam sejenak mengatur detak jantungnya baru menyambut uluran tangan Yasmin.

"Assalammualaikum, Yasmin. Aku Natania."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro