Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. Bertemu Kembali

Yasmin masuk ke kamar di ikuti tatapan bingung dari para pembantunya, ini pertama kali mereka melihat Yasmin dengan sebuah gamis, bahkan lebaran saja dia tidak pernah mengenakan pakaian seperti ini.

Yasmin berdiri menatap cermin besar di kamar itu, "Aneh banget gue." Keluh Yasmin melihat dirinya sendiri.

"Bisa-bisanya tuh si Nizam bikin gue make baju ginian! Gue heran setiap gue ketemu dia selalu aja maksa gue ini dan itu." Yasmin kembali menggerutu, dia ingat tadi Nizam sudah memaksa akan bertemu papanya, padahal Yasmin sendiri enggan bertemu dengan lelaki itu. Dengan sekuat tenaga serta bantuan Bu Rahma lah Nizam menunda niatnya. Jujur saja Yasmin belum memiliki perasaan apapun pada Nizam, bagaimana lelaki itu berfikir akan menikahinya? Padahal dia sendiri belum memikirkan hal itu sama sekali, rasa trauma terhadap kisah cintanya pada Danar saja belum hilang, hubungan yang begitu rumit 'Cinta pertamaku adalah suami dari sahabatku sendiri dan ternyata dia adalah anak dari istri pertama ayah kandungku' panjang, seperti judul FTV yang sering di jadikan bahan nonton bareng oleh para pembantu Yasmin.

"Nizam itu good looking, punya keluarga yang sempurna, cukup religius, dan hangat. Dia emang sering maksa gue sih, tapi semuanya demi kebaikan gue juga, emm tapi apa dia bisa terima ya kalau tau gue lagi hamil sekarang? Argggghhh enggak enggak ngapain gue mikirin dia, dih!"

Tidak ingin larut dengan pikiran tentang Nizam, Yasmin memutuskan untuk berendam di air hangat mungkin itu dapat membuatnya sedikit rilex.

Bayangan kejadian semalam mengusiknya, Yasmin dengan sengaja meminum alkohol dengan harapan dia akan melupakan beban hidupnya barang sebentar saja, terakhir yang bisa dia ingat ketika dia menegak minuman itu tenggorokannya panas kemudian ditegaknya juga minuman milik pria yang duduk dengannya dan setelah itu kepalanya sangat sakit kemudian terbangun di rumah Nizam, entah bagaimana bisa, pikir Yasmin.

"Ya Tuhan! Kenapa gue bisa minum alkohol!" Yasmin terperanjat mengingat bayi dalam kandungannya, dia pernah membaca artikel tentang bahaya mengkonsumsi alkohol pada ibu hamil, ada rasa takut yang sangat besar menyelimuti Yasmin saat ini, dia tidak ingin terjadi apapun pada bayinya.

Yasmin menimang-nimang ponselnya, dia tidak tau harus menghubungi siapa selain Mentari, dia benar-benar tidak berani jika harus pergi ke rumah sakit sendirian. Demi anaknya, Yasmin rela melupakan kekesalan pada sahabatnya itu, lagi pula Mentari sudah tidak mungkin memaksanya menikah dengan Danar.

"Assalamu'alaikum," sapa wanita di sebrang telfon setelah dering ke tiga.

"Wa wa'alaikumsalam, Mentari gue takut, gue butuh lo sekarang. Maafin gue, please Dateng ke rumah gue sekarang."

"Sebentar, Yas, lo kenapa? Ada apa?"

"Nanti gue ceritain semuanya di sini, Lo buruan ke sini, gue mohon." Pinta Yasmin memelas.

Mendengar itu dari sahabatnya membuat Mentari khawatir, dia beruntung karna suaminya tidak bekerja hari ini.

"Siapa yang telfon? Ada apa wajahmu tegang banget? " Tanya sang suami heran.

"Mas, kamu sayang aku kan?" Danar menyerah sebelum dapat serangan ketika mendengar pertanyaan semacam itu. Jurus andalan istrinya yang berarti sang istri ada kemauan yang tidak bisa ia tolak, saat ditolak akan Mentari artikan bahwa dirinya tidak menyayangi Mentari. Mentari yang sangat dewasa itu berubah kekanakan dan suka merajuk saat hamil.

"Iya, sayang sayang sayaaang bangeettt," ucap Danar di bawah tekanan. Sebenarnya Danar memang sangat menyayangi Mentari dan akan berusaha menuruti keinginan istrinya selama baik dan dirinya mampu. Namun, pertanyaan semacam itu justru membuat Danar merasa sedikit tertekan.

"Kok kamu kayak terpaksa gitu sih bilangnya? Yauda kalau kamu gak sayang lagi sama aku! Pasti karna sekarang aku gendut, dekil, iya kan?" Rajuk Mentari.

"Astaghfirullah, gak gitu sayang. Aku cinta sama kamu karna ketaatan kamu sama Allah, kebaikan hati kamu, ketulusan kamu, bukan karna fisik. Lagian kamu gendut juga kan karna aku," goda Danar berusaha memperbaiki mood istrinya namun Mentari masih saja memanyunkan bibir.

"Mas bohong!"

"Beneran, sayangku. Lagian bodoh banget suami yang hilang rasa sayangnya karna perubahan fisik istri saat atau setelah hamil. Mas gak masalah kamu gendut asal sehat itu udah cukup buat, mas. Udah ya jangan ngambek, kasian anak kita." Danar masih mencoba membujuk Mentari.

"Aku gak ngambek lagi tapi mas harus nurutin permintaanku."

"Hmmm sudah ku duga," kata Danar sembari meletakkan jempol dan telunjuknya di dagu menirukan meme yang sempat viral itu.

"Mas mau gak?"

"Iya iya mau," jawab Danar cepat sebelum istrinya cemberut lagi.

"Anterin aku ke rumah Yasmin sekarang, sepertinya kondisi Yasmin sedang gak baik, aku takut dia nekad lagi." Nampak jelas sekali Mentari mengkhawatirkan sahabatnya itu.

"Maaf, Tar kali ini aku gak bisa nurutin permintaan kamu," ucap Danar dingin, raut wajahnya berubah saat mendengar nama Yasmin di sebut lagi. Yasmin adalah luka baginya, sekarang dia tau karna kehadiran Yasmin lah belasan tahun mamanya berduka.

Danar tau papa memiliki istri lain, itu sebabnya hampir setiap hari mama diam-diam menangis.

"Kamu masih marah karna tau Yasmin adalah anak papa dari istri mudanya?" Tanya Mentari yang di jawab dengan hening pertanda iya dari Danar.

"Kamu gak bisa kayak gini dong, mas-"

"Aku gak bisa, Tar. Liat wajahnya aku pasti bakal selalu inget gimana dulu mama setiap hari diem-diem nangis karna masalah ini."

"Kamu gak adil, mas. Yasmin gak bersalah sama sekali, dia juga korban, dia menderita, tertekan sejak kehilangan papa dan kematian mamanya, dia sendirian. Mas bisa maafin papa, kenapa gak bisa maafin Yasmin?"

"Karna bagaimanapun beliau papaku."

"Dan bagaimanapun Yasmin adalah adikmu, Mas."

Danar diam mendengar kebenaran dari istrinya. "Yasmin butuh kamu, dia butuh kita untuk menjalani semua ini, Mas. Dia cuma punya kita sekarang," sambung Mentari.

Hening beberapa menit, Danar tertunduk dalam, menimang-nimang ucapan istrinya.

"Aku siap-siap dulu." Putus Danar. Mentari tersenyum, dia tau suaminya adalah pria yang sangat baik, namun atas semua hal yang sudah dia saksikan wajar saja jika ada rasa kecewa di hatinya.

..........

"Apa yang terjadi, Yas?" Tanya Mentari langsung saat dia masuk ke kamar sahabatnya dan melihat Yasmin terdiam dengan pandangan kosong namun sorot mata itu berbinar begitu melihat yang dia tunggu akhirnya datang.

"Mentari... Gue kira lo gak akan dateng." Yasmin memeluk sahabatnya erat, dia sangat rindu pada Mentari. "Maafin gue udah ngomong kasar ke elo, gue gak pernah mau semua ini terjadi, Tar," sambung Yasmin.

"Gue udah maafin lo, lagian lo gak salah karna ini ternyata cuma keegoisan gue aja. Gue minta maaf." Mereka berdua saling berpelukan, meluapkan rindu yang lama disekap oleh ego.

"Apa yang terjadi sampe Lo minta gue Dateng, Yas?"

"Gu-gue semalem gue mabok sampe gak sadar, gue takut terjadi sesuatu sama bayi ini karna alkohol yang gue minum, gue takut banget, Tar."

Diam-diam hati Mentari menghangat mendengar ketakutan Yasmin kehilangan bayinya. "Kita ke dokter sekarang." Putus Mentari.

Setelah sejam lebih menunggu antrean akhirnya giliran Yasmin yang dipanggil, dengan perasaan takut dia menggenggam erat jari tangan kanan Mentari, sementara tangan kiri wanita itu menarik suaminya yang sejak tadi bergeming untuk ikut masuk, Danar pun menuruti.

Yasmin dituntun perawat naik ke brangkar untuk USG.

"Maaf ya pak, bu, saya periksa dulu." Ucap dokter itu dengan sopan karena hendak meletakkan alat di atas perut Yasmin yang sudah diberi gel.

"Apa ibu ada keluhan?"

"Ti-tidak dok, tapi semalam saya mabuk," jawab Yasmin jujur. Dokter sempat menahan napas sejenak saat menoleh pada Yasmin, namun cepat mengendalikan diri agar tidak merespon berlebihan.

"Apa sebelumnya ibu seorang peminum?"

"Enggak, dok baru pertama saya lakukan."

Dokter terus menggerak-gerakkan alat di atas perut Yasmin. "Sejauh ini semua baik-baik saja, pertumbuhan janin normal sesuai usia."

"Alhamdulillah." Ucap Yasmin, Mentari, dan Danar berbarengan.

"Kedepan akan kita pantau terus perkembangannya. Alkohol itu sangat berbahaya untuk orang dewasa, apalagi untuk janin, saya harap ibu tidak melakukan hal seperti itu lagi karna akan beresiko sangat tinggi pada janin ibu baik saat masih dalam kandungan atau setelah lahir nanti..."

"...Ibu hamil itu tidak boleh stres, fisik dan psikis harus benar-benar dijaga. Sudah tugas bapak sebagai suami untuk menjaga istrinya," sambung Dokter Bayu yang membuat Yasmin dan mentari serempak melirik ke arah Danar yang sejak tadi fokus pada layar USG.

"Oh pasti kalau itu, dok," jawab Danar santai sembari menarik Mentari ke dalam rangkulannya, sontak dokter menunjukkan ekspresi bingung, Danar juga jadi bingung.

"Bu Yasmin ini istri bapak, kan?" Tanya dokter memastikan. Kedua alis Dana menyatu.

"Bu-bukan, dok," potong Yasmin cepat. "Ini- ini kakak saya," sambung Yasmin agak ragu dan takut. Danar memandang Yasmin tak percaya dengan apa yang dia dengar, jujur saja hatinya berdesir mendengar perkataan Yasmin. Sejak lama Danar kesepian sebagai anak tunggal, dia sangat ingin punya adik tapi Allah belum izinkan dan sekarang do'a bertahun-tahun lalu baru dikabulkan. Hatinya sangat tersentuh, sampai ada setitik bening di ujung mata namun buru-buru dia hapus.

"Ooo, intinya jaga kesehatan karna sekarang Bu Yasmin tidak hanya hidup untuk diri sendiri namun juga untuk bayi ini,"

Setelah banyak hal yang Yasmin tanyakan seputar kehamilan apa yang boleh dan tidak akhirnya dokter menuliskan resep beberapa jenis vitamin. Mulai dari penambah darah, kalsium dan beberapa jenis obat lain.

Mereka bertiga duduk menunggu antrean di apotik, suasana agak canggung antar ketiganya.

"Gue ke toilet sebentar," kata Yasmin yang hendak berdiri meninggalkan keduanya yang dijawab anggukan Danar.

"Mau gue temenin?" Tawar Mentari.

"Gak usah, sendiri aja."

"Oke."

Yasmin menghilang di balik pintu, menyisakan Danar yang menggenggam erat tangan Mentari, dan pandangan aneh dari orang-orang sekitar mereka, entah apa yang mereka pikirkan Danar tidak perduli.

"Assalammualaikum, Nar, ngapain lo di sini?" Sapa seorang lelaki dengan perawakan tinggi, mata tajam nya akan berhasil menarik siapa saja untuk terus memandangnya.

"Eh bro, nemenin adik periksa. Kamu ngapain?"

"Biasa, nemenin nyokap cuci darah." Jawab lelaki itu berlaga santai padahal banyak derita yang dia simpan.

"Eh, mas ini yang waktu itu donor darah buat temen saya, kan?" Tebak Mentari sembari terus mengingat-ingat kejadian saat Yasmin kritis.

"Eh? I-iya," jawab pria itu gelagapan seperti tertangkap maling.

"Kalian udah saling kenal?" Tanya Danar pada mereka berdua.

"Itu loh, mas yang aku ceritain ada yang Dateng nawarin darahnya buat Yasmin." Cerita Mentari membuat suaminya mengangguk-angguk.

"Kenalin, bro, ini Mentari istriku. Makasih ya kamu udah mau donorin darah buat adikku." Mendengar ucapan Danar pria itu sangat kaget, Yasmin adalah adik dari temannya dan dia tidak pernah tau selama ini.

"Sejak kapan lo punya adik?"

"Panjang ceritanya, kamu gak lagi buru-buru kan? Tunggu bentar ya aku kenalin sama Yasmin."

Nampak jelas pria itu gelisah, "gue buru-buru nyokap udah nungguin, lain kali aja ya."

"Eh itu Yasmin!" Seru Mentari yang membuat pria itu tak berkutik, dia menunduk dalam tak berani jika Yasmin akan kembali menatapnya yang pasti penuh kebencian.

"Yas, ini cowok cakep yang gue pernah ceritain waktu itu donorin darahnya buat lo," bisik Mentari. Mereka berdua masih menghadap punggung pria jangkung itu.

"Kenalin, ini Yasmin adikku," Ucap Danar santai, tanpa tau dua manusia itu saling tatap penuh ketegangan, jantung Yasmin kini bertalu-talu, air mata siap luruh dengan sekali kedipan.

"Alfan..."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro