Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Keluarga Nizam

Terkadang kita lupa, atau pura-pura amnesia bahwa banyak nikmat yang sudah dikaruniakanNya untuk si hamba yang selalu durhaka, mempertanyakan keadilan tapi lupa hakikat dari keimanan.

Yasmin terbangun, kepalanya begitu sakit dan juga rasa mual yang tak tertahankan, begitu saja dia muntah di sebelah tempat tidur. Dia benar-benar tak pernah merasakan ini sebelumnya, sekujur tubuhnya pun ikut terasa remuk redam.

Yasmin merasakan ada suatu hal yang tidak beres, dengan susah payah dia memaksakan membuka mata. Yang pertama dia sadari bahwa ini bukanlah kamarnya.

Yasmin memutar otak mencoba mengingat bajingan mana yang sudah membawanya ke tempat ini namun kosong, dia tak mengingat apapun.

Dengan tertatih Yasmin bangkit dari tempat tidur.

"Brengsek! Dimana lo!" Yasmin terus saja berteriak mencari yang dia sendiri tak tau siapa. Di kamar ini tak ada orang selain dirinya, Yasmin menangis tersedu menyadari pakaian yang dia kenakan ini tak seharusnya. Kain hitam yang tak sempurna menutupi dada hingga paha namun dia tak punya pilihan lain, Yasmin akan bergegas pulang mengenakan pakaian ini.

"Udah bangun lo?" Sapa seseorang yang baru saja masuk ke kamar itu dengan sangat santai.

"Elo?!" Yasmin sangat kaget melihat Nizam yang muncul dari balik pintu "Ngapain lo bawa gue ke sini? Selama ini sok baik sama gue ternyata brengsek juga!"

Dengan rambut yang berantakan, makeup yang acak-acakan Yasmin berusaha keluar dari kamar ini meninggalkan Nizam namun dengan cepat Nizam menangkap tangan Yasmin dan dengan kasar melempar gadis itu ke tempat tidur.
"Apa-apaan sih lo! Kurang ngajar banget! Mau apa lo?"

"Gue mau lo nurut dengan apa yang gue bilang!"

"Emang lo pikir lo siapa bisa nyuruh gue? Minggir!" Kembali Yasmin berusaha keluar namun di ulangi Nizam melempar Yasmin ke tempat tidur.

"Lo mau apa sih? Badan gue? Iya?!" Tanya Yasmin dengan sarkas.

"Ckckck pikiran lo kotor banget."

"Kalau bukan itu mau lo trus ngapain lo bawa gue ke sini?"

Nizam menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Yasmin "Lo semalem mabuk dan hampir dibawa laki-laki yang entah siapa, untung gue liat trus-"

"Untung lo bilang? Heh gue sekarang ada ditempat ini sama lo mana ada untungnya!" Potong Yasmin.

"Iya untung. Kalau gak lo pasti udah abis sama crocodile buntung itu."

"Udah deh minggir gue mau pulang!"

"Gak boleh!" Sergah Nizam cepat.

"Apaan sih lo? Gue mau pulang ke rumah gue kenapa gak boleh? Lo udah gila ya?"

"Ganti baju lo dulu, nih." Nizam melemparkan gamis serta khimar pada Yasmin.

"Apaan nih? Ogah gue ini gede banget!"

"Kenapa sih lo protes mulu! Nurut ngapa sama calon suami?" Bentak Nizam.

"Amit-amit jabang bayi hiiiii," Yasmin bergidik ngeri sambil mengelus elus perut ratanya.

"Lo harus bersyukur kalau anak lo nanti mirip gue, udah ganteng, baik hati, dan tidak sombong gini," ucap Nizam kepedean, namun hal itu membuat Yasmin terdiam memikirkan ucapan Nizam. Apa dia tau ya kalau gue lagi hamil?

"Udah buruan ganti, atau lo mau gue gantiin?" Ancam Nizam.

"Nooooooo! Keluar lo, gue mau ganti!"

Nizam menunggu di depan pintu membiarkan Yasmin merapihkan dirinya sampai gadis itu mengetuk pintu dari dalam pertanda dia sudah selesai.

Gamis abu-abu dengan lis merah muda terlihat sangat cantik di kenakan Yasmin. Namun nampak ada yang kurang, Nizam berjalan ke tempat tidur mengambil khimar berwarna merah muda yang tergeletak begitu saja.

Ditutupnya kepala Yasmin dengan khimar yang sudah dia lipat menjadi segi tiga, persis seperti yang selalu dia lihat dikenakan ibunya.

"Lo cantik banget." Puji Nizam yang membuat Yasmin gelagapan.

"A-apaan sih! Gue gak mau pake ini!" Yasmin menarik selembar kain itu dan mencampakkannya di lantai.

"Kenapa?"

"Bukan urusan lo!"

Yasmin ke luar dari kamar meninggalkan Nizam begitu saja.

"Eh Yasmin sudah bangun?" Sapa wanita paruh baya dengan daster seadanya yang sedang sibuk menata makanan di atas meja.
Yasmin cukup bingung kenapa wanita itu tau namanya?

"Ayo sini kita sarapan dulu." Ajak wanita itu sambil menarik Yasmin menuju meja makan.

"Gak usah tante, nanti saya sarapan di rumah aja." Tolak Yasmin halus.

"Eh gak boleh gitu, gak ada yang boleh ke luar dari rumah ini sebelum makan. Jadi Yasmin juga harus makan." Timpal lelaki paruh baya yang baru saja muncul.

Tak enak hati akhirnya Yasmin duduk menuruti mereka.

"Assalammu'alaikum, ayah, ibun." Sapa Nizam lalu mencium pipi wanita itu.

"Wa'alaikumsalam, ayo sarapan dulu, Zam."

"Syiap, Bun." Nizam langsung mengambil tempat di sebelah sang ayah.

"Ini buat Yasmin, ibun buatin sarapan spesial." Wanita itu menyuguhkan semangkuk potongan alpukat yang dicampur susu coklat.

"Waaah alpukat!" Yasmin kegirangan melihat buah yang sudah beberapa hari ini sangat dia inginkan. Disantap nya dengan sangat lahap, mengundang senyum di wajah ketiga orang yang memperhatikan dirinya sejak tadi.

"Eeeeeeeeeeerrgk." Suara sendawa Yasmin yang sangat keras membuat mereka tertawa sementara Yasmin menutup wajahnya malu.

"Maaf, om, tante, gak sengaja kelepasan."

"Hahaha gak masalah, Yasmin. Ayah cuma inget dulu ibun juga sendawa waktu pertama ayah ajak makan di rumah, kamu lebih mending karna makannya alpukat dulu ibun makan semur jengkol haha, sampe hampir gagal nikah karna mbah uty gak suka sama ibun!" cerita lelaki itu mengenang kisah dengan sang istri.

"Ih, ayah, ibun kan jadi malu." Dicubitnya perut sang suami yang membuat mereka berdua tertawa.
"Tapi tenang, Yasmin ibun bakal tetep kasih restu kamu sama Nizam! Gak akan ada drama-drama kayak ibun dulu!"

"Uhuuuuuukkkk!" Yasmin tersedak, hampir saja keluar apa yang ada dalam mulutnya. Buru-buru Nizam menyodorkan air putih pada Yasmin.

"Santai, gak usah grogi gitu dong, Yas," ycap Nizam yang mendapat hadiah plototan dari Yasmin.

"Liat tuh, bun calon mantu ibun udah berani melotot ke aku!" Adu Nizam.

"Waaah bagus dong!"

"Kok bagus sih, Bun?" Nizam tak terima dengan respon sang ibu yang malah mendukung tindakan Yasmin.

"Ya bagus jadi istri emang harus punya skill melotot, nyubit, kamekameha-"

"Udah deh ibun ngaco!"

Diam-diam Yasmin tersenyum, dia tau dari mana Nizam dapat kelakuan anehnya itu, mereka bertiga sama saja. Keluarga ini sangat hangat, satu-satunya hal yang tidak Yasmin dapatkan di dunia ini ternyata di miliki Nizam dengan sangat banyak; kasih sayang dan cinta keluarga.

"Udah ah, malu sama Yasmin." Lerai sang ayah.

"Ibun tuh, Yah."

"Kok nyalahin ibun? Mau ibun kutuk jadi tikus?"

"Gak deh, Bun ampun! Aku ganteng gini aja susah dapetin hati si itu," kata Nizam sambil melirik ke arah Yasmin memberi isyarat pada ibunya.

"Iya juga, kalau gitu gak jadi deh."

Yasmin tersenyum mendengar percakapan ibu dan anak itu, rasa rindu pada mama lebih besar hari ini.

"Emm, tante, saya minta maaf harus pergi sekarang. Terimakasih banyak ya, om, Tante. Saya permisi dulu," ucap Yasmin yang sudah berdiri, bukan bermaksud tidak sopan tapi dia tidak kuat lagi menahan rindu pada mamanya.

"Tunggu, Yasmin. Ibun mau belanja bulanan jadi kita berangkat bareng aja ya biar nanti Nizam yang Anter. Tunggu sebentar." Wanita paruh baya itu menyelesaikan makannya lalu pergi ke kamar.

"Kalau gitu Yasmin tunggu di luar ya, om." Pamit Yasmin karna merasa sangat canggung di tempat itu. Setelah mendapat anggukan dan senyum dari Pak Hasan langsung saja Yasmin berjalan ke teras rumah.

Rumah ini sangat asri, tidak terlalu besar dan tidak juga bertingkat tapi begitu mendamaikan dengan seluruh isi rumah dominan warna hijau. Halaman depan penuh rumput yang yang hijau dan rapi, sebelah kiri ada pohon kelengkeng tidak terlalu tinggi namun sedang berbunga lebat.
Yang sangat menarik perhatian Yasmin adalah bunga mawar berwarna merah darah berumpun-rumpun, Yasmin berjongkok berusaha mencium harumnya.

"Lo suka mawar?" Suara Nizam menginterupsinya, malas menjawab Yasmin hanya mengangguk.

Nizam mencengkram batang mawar itu untuk memetiknya, belum sempat mematahkan batang tangan Nizam sudah terluka.

"Aw! Lo udah gila ya?" Yasmin ngeri sendiri melihat apa yang di lakukan Nizam, ditariknya tangan Nizam ke arah lengannya yang terbalut lengan panjang dari gamis yang dia kenakan.

"Yasmin, untuk dapetin mawar itu gak mudah, kadang harus terluka karna duri yang melindunginya. Tapi gue bersedia terluka, asal gue bisa dapetin lo." Ucap Nizam tak perduli dengan rasa sakitnya.

"Berarti Lo cuma obsesi, kalau lo emang beneran suka sama mawar itu seharusnya Lo rawat dan biarin dia tetep hidup bukan lo petik yang sebentar aja layu sampai akhirnya mati di tangan lo." Dingin suara Yasmin.

"Serius banget, lagi pada ngomongin apa sih?" Suara Bu Rahma berhasil membuat Yasmin dan Nizam menoleh. Yasmin sedikit tak percaya melihat penampilan Bu Rahma yang kini mengenakan abaya dan jilbab panjang sampai dengkul serba hitam padahal tadi dia melihat wanita paruh baya itu hanya mengenakan daster lengan pendek dengan rambut digelung cantik.

"Yasmin?" Panggilan Bu Rahma menyadarkan Yasmin dari lamunannya sendiri. "Kok ngeliatin ibun segitunya sih? Kamu takut liat pakaian ibun?" Tanya Bu Rahma hati-hati.

"Eee enggak tante, cuma kaget aja tadi Tante perasaan gak gitu dandanannya," jawab Yasmin jujur.

"Oalah, kalau udah jadi istri harus gitu, ke luar rumah dandan nya kearab-araban, di dalem kamar harus kebarat-baratan, kalau lagi ngerjain tugas rumah wajib keibu-ibuan." Bisik Bu Rahma pada Yasmin membuat dua wanita itu tertawa dan Nizam memandang curiga pada keduanya.

"Ngomongin apaan sih, bun?"

"Kepo!" Jawab keduanya serentak.

"Ih kalian kompak banget, jangan-jangan kita jodoh," ucap Nizam sambil mengedip-ngedipkan matanya ke arah Yasmin.

Bu Rahma spontan menjewer telinga anaknya menarik hingga ke pintu kemudi mobil hitam itu "Udah buruan anterin Ibun sama Yasmin, kalau mau nikahin ngomong ke bapaknya jangan gombalin anaknya aja!"

"Skuy lah langsung ke bapaknya!"

............

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro