Epilog
Bismillahirrahmanirrahiim...
Andai bisa memilih,
Aku tetap memilih orang tua seperti mereka.
Meski segalanya penuh dengan aturan.
Setidaknya aku tahu,
Iman memang tak dapat diwariskan
Tapi doa selalu menyelamatkan.
Doa mustajab dalam lirih merintih mereka di sepertiga malam
Yang menggiringku kembali ke jalan yang benar setiap kali hampir ku tenggelam dalam kelam.
Sebab tak ada yang lebih indah dari ketetapan Tuhan
Maka aku mencoba berdamai pada segala yang telah ditetapkan jauh sebelum aku dilahirkan.
Dan nyatanya, tak ada apapun yang kuperoleh dari perlawanan selain rasa sakit yang tak berkesudahan.
Kehamilanku yang memasuki trimester ketiga pun, ternyata berperan penting dalam pemulihan jiwaku yang semula gersang.
Bacaan alquran yang kukhatamkan tiga kali setiap bulan berhasil mengembalikan kepingan-kepingan hapalan quranku yang dulu sempat hilang.
Allahu Akbar.
Maha besar Allah dengan segenap pengaturan yang disempurnakan.
Sembilan bulan sejak Abati dinyatakan hilang dan benar-benar tak bisa ditemukan dengan cara apapun yang telah kami lakukan, kami mulai terbiasa dengan kehilangan hingga mampu kembali bangkit meski pada awalnya isak tangis terus menerus menjadi teman.
Ujian ini berat, kami mengakuinya. Tapi kepergian Abati membuat kami--aku khususnya, semakin baik dalam sangkaan kepada Allah.
Abatiku, bahkan dengan kepergiannya menghadirkan pelajaran besar dan kesadaran kepada kami putra-putrinya. Bahwa mudah saja, segalanya diputar balikkan sesuai kehendak-Nya. Dan manusia memang benar hanyalah sebutir debu yang seringkali angkuh merasa lebih hebat dari segalanya.
Kami bertahan dalam ikhtiar melanjutkan perjuangan. Menjalankan tugas-tugas baru kami yang awalnya terasa asing.
Ammu Hasan menggantikan Abati memimpin pesantren. Kahfi pun terjun seutuhnya menjadi dewan pembina sekaligus menjadi pengganti Abati berkeliling memenuhi undangan ceramah. Meski memang butuh waktu, syukurlah masyarakat bisa menerimanya seperti saat dulu Abati masih ada.
Dan yang paling aku syukuri adalah suamiku. Bang Odi yang juga memutuskan untuk terlibat dalam dakwah pesantren, ketika ia resmi menjadi pemimpin di perusahaannya dan bisa bebas bekerja dari mana saja dengan ponsel dan laptopnya karena perusahaan kini berada dibawah kendalinya.
Dan kini, sisa menghitung hari untuk segera bertemu dengan sepasang bayi kembar yang sedang menendang-nendang perutku dari dalam. Indah sekali rasanya, semakin indah karena kehadirannya menambah cintaku pada ayah mereka.
Catatan besar yang aku garis bawahi dari perjalanan ini adalah, bagaimana aku akan menjadi orang tua nanti. Seperti apa aku akan mendidik anak-anakku nanti. Jika aku mengharapkan anak-anak shalih yang menyelamatkan, maka sejak sekarang aku sudah harus mempersiapkan.
---(Khansa Nabila)
******
Gue pernah salah.
Gue pernah hilang arah.
Tapi Abati bilang gak papa. Asal aku mau nanggung akibatnya.
Iya emang bener. Manusia itu suka sok jagoan.
Sok kuat bakalan bisa nahan sakitnya azab Allah. Padahal waktu jadwal vaksin di sekolah aja masih nangis jejeritan.
Jadi, kalo gak kuat sama azab Allah nanti mending berhenti deh ngerjain hal-hal yang Allah gak ridhoi.
Kalo misalkan udah terlanjur dilakuin?
Ya taubat dong..
Allah Maha Pengampun, asal lo bener-bener janji gak bakal dosa lagi.
Gue setuju banget sama statement Abati dulu yang kaya gini, "Rosulullah gak bilang jangan jatuh. Tapi beliau bilang, orang beriman itu gak jatuh ke lubang yang sama dua kali."
Bener kan? Kalo udah pernah jatoh di satu lubang, jangan lagi mau jeblosin diri ke lubang yang sama dua kali, tiga kali atau berkali-kali.
Gue nerapin itu sih, Alhamdulillah gue jadi lebih teliti melangkah. Kecuali jatuh ke Natasha, gue sih seneng mau berapa kali juga. Ehew.
Woya jangan ngegas, gue sama Natasha udah sah. Udah punya buku nikah dong. Kiiiwww.
Gausah gue jelasin ya gimana ceritanya, kesian authornya ngetik panjang-panjang, ya pokoknya gue sama dia udah halal secara hukum dan agama. Halaaaal mau ngapain aja. Tungguin aja ponakan onlennya yak. Wkwkwk
Ini gue lagi siap-siap ngurusin berkas buat berangkat ke Madinah sama dia. Ternyata Madinah jadi kedengeran lebih romantis kalo kesananya berdua, gak sendiri. Wkwkwk.
Gak gue boong.
Gue cuma menghargai apa yang Abati dulu harapin banget ke gue.
Walaupun gue gak bisa bilang langsung ke Abati, seengganya dengan gue nurut sekarang ini, walau terlambat tapi udah bisa bikin Abati senyum, dimanapun Abati berada.
Doain gue yak!
---(Kahfi Fathullah)
******
Kita memang tidak bisa memilih dilahirkan dari orang tua seperti apa.
Tapi kita bisa menentukan, bersikap seperti apa kita saat hidayah datang menyapa.
Aku emang nyesel kenapa dulu marah-marah waktu Abati mau ngirim aku ke pesantren yang jauh dari rumah. Waktu Abati suruh kakak bakar semua koleksi foto oppa-oppa. Padahal kalo inget bucinnya aku dulu sama mereka, jadi geli sendiri dan gak percaya.
Tapi, kan emang semuanya tergantung hidayah.
Mau aku dinasehatin sampe mulut berbusa-busa, kalo dulu hidayahnya belum nyampe ke aku yaaa gak bakal ngaruh juga.
Maka dari itu, aku bersyukur banget lahir jadi anaknya Abati. Walaupun dulu emang ngerasa pengen lahir di keluarga lain, tapi sekarang jadi sadar, kalau jadi anak Abati mau seberapa bahlulnya juga, tetep bisa lebih dekat dengan hidayah.
Karena seenggaknya, lebih banyak perbuatan baik yang bisa dijadiin teladan dari orang tua yang beriman walau imannya emang gak bisa diwariskan.
Iya kan?
Alhamdulillah. Allah masih kasih aku kesempatan buat puter balik pas salah jalan.
Walaupun aku sadar, jalan yang bener suka lebih terjal, atau lebih nanjak trus disampingnya ada jurang.
Itsoke...
Aku cuma berharap Allah mudahkan jalan aku demi menjadi anak yang baik biar Abati gak lama-lama disidang karena kelakuan anaknya nanti di akhirat.
"Aaaaah... Aaau.. Sssshhh... Aaaah"
Eh apa tuh?
"Baaang... Bang Odiiii.. Baaang, aduuuh... Ummiiii... Aawww sakiittt"
Eh? Kak Khansa? Itu suara Kak Khansa kenapa tuh?
"Ummiiiiii... Aaaaah sakiiiit!!!"
Buru-buru aku cari sumber suara kak Khansa yang kesakitan.
Ya Allah, Kak Khansa sampe berlutut karena nahan sakit tapi sekelilingnya banyak air.
"Khaulaaa.. Tolong... Panggilin Bang Odi, cepetan... Kakak pecah ketubaaaan. Aaaaah!" Pekiknya kencang sambil berusaha meminimalisir sakit tak tertahan.
Hah?! Pecah ketubaaan? Ini seriusan? Si kembaar.. Si kembar mau lahiiirrrr...
Aku buru-buru teriak manggilin semua orang terus semuanya buru-buru bawa Kak Khansa ke rumah sakit.
---(Khaula Nabiha)
*******
Author's Pov
Syukur tak terhingga dipanjatkan oleh segenap keluarga ketika mendengar tangisan bayi Khansa memecah ruang bersalin.
Ada dua bayi yang terlahir sehat sempurna dengan tangisan melengkingnya. Sepasang laki-laki dan perempuan.
Airmata haru menitik dari ujung mata Khansa saat ia benar-benar bisa melihat putra-putrinya dalam wujud nyata.
Alhamdulillah. Satu perjuangan besar antara hidup dan mati baru saja dilaluinya. Bertepatan dengan satu amanah baru yang dibebankan ke pundaknya.
Semua menyambut bahagia, Bang Odi mengecup kening Khansa lama dengan membisikkan terima kasih dan selamat berulang kali. Khansa menatapnya lembut sambil jemarinya menggenggam erat tangan sang suami.
Meski tanpa diungkapkannya, semesta tahu kelahiran bayi kembar mereka membuat cinta semakin utuh terjalin antara keduanya.
Ummi juga bergabung kemudian, seusai memberi ucapan selamat pada putri sulungnya dan mengecup kening dan kedua pipinya, Ummi yang kini menjadi nenek itu pun menghampiri kedua cucunya yang sudah selesai dibersihkan.
Khaula, Natasha dan Kahfi pun ikut meramaikan.
"Kak selamat yaaaa.. Aku mau dipanggil Abla pokoknya ya.." ujar Khaula girang dengan berpesan ingin dipanggil dengan panggilan kakak dalam bahasa Turki.
"Halah. Sok sokan Abla, kamu mah Ahjumma kaya yang sering kamu tonton itu tuh. Drakor" protes Kahfi iseng seperti biasa.
"Apasih, komen aja. Aku kan udah move on dari Koreaaaa"
"Trus tapi pindah ke Turki, sama aja! Ntar anaknya kak Khansa pada manggil kamu gini, aaabla bla bla bla. Wkwkwkk"
"Kak Natasha, tolong ya ini suaminya disuntik obat penenang dulu biar diem" ketus Khaula mengundang tawa semuanya.
"MasyaAllah, Kak.. Lucunyaaa.." Natasha tak mau beralih dari menatap dua keponakan barunya sambil tangannya mengusap-usap pipinya yang halus.
"Kamu mau? Bikin yuk!"
Lagi-lagi celetukan Kahfi mengacaukan suasana yang mulai syahdu. Natasha yang menahan malu memelototi Kahfi sinis.
"Tolooooong kuping aku tercemaaar. Idih apaan sih kak Kahfi nih... Heran aku kenapa kak Natasha segitu sukanya sama makhluk astral kaya dia."
"Apaan sih orang udah halal, yeee. Makanya nikah! Ya gak, Beb?"
"BEB?!!! Ommaya.. Kakak aku dikasih makan apa sama Kak Natasha sampe jadi alay begitu, hidih najisun"
Tetap saja, Khaula dan Kahfi memang tidak bisa jika tidak saling mengejek. Dan Natasha gemas sekali ingin mencubit keras suaminya yang bicaranya asal itu.
Khansa sangat terhibur oleh keluarganya yang hadir memberi semangat. Namun tetap saja ada yang terasa kurang tanpa kehadiran Abati yang sangat ia rindukan.
"Ah... Andai Abati ada disini... Abati pasti akan senang sekali liat cucunya lahir dua sekaligus..."
Sedetik seusai ia mengucapkan kalimat itu, suara pintu yang terketuk mengambil alih fokus setiap kepala yang berada di dalam ruangan.
"Assalamualaikum..."
Suara itu...
Tidak asing...
Seperti suara Abati.
Benar saja... Sosok Abati yang berdiri tegak di pintu itu membuat mereka semua sejenak terperangah lalu saling menatap.
Khansa yang lebih dulu lantang berteriak.
"ABAAATIIIIIIIII!!!!"
Abati mereka datang.
Abati mereka kembali pulang.
Gerung tangis kembali memenuhi ruangan. Ini benar-benar seperti kejutan. Abati yang tiba-tiba muncul saat mereka bahkan telah rela mengikhlaskan. Tubuh Abati kini diperebutkan untuk dipeluk agar meyakinkan diri mereka bahwa Abati memang benar-benar masih sehat dan kembali pulang.
Ummi seketika menyungkur sujud dengan segenap syukur.
Kemudian Abati menolehkan kepalanya kepada Khansa yang berbaring di ranjang ruang perawatan. Manik mereka bertemu setelah sekian lama seolah saling malu-malu. Khansa tidak ingat kapan terakhir ia menatap lekat manik ayahnya itu. Yang pasti, saat ini ia ingin segera mendekap Abati. Serta merta ia merentangkan tangannya, mempersilakan Abati mendatanginya seraya mengecup kening Khansa juga.
"Selamat, Nak... Sudah jadi Ummi... Hebat..." ucap Abati dengan senyum tulus semakin menguras airmata Khansa yang memang sudah tumpah ruah.
"Makasih, Ba... Makasih karena sudah pulang..."
"Abati yang makasih, Nak... Untuk semuanya..."
Allah, memang tak pernah tidur.
Allah yang akan selalu menepati janjiNya meski terkadang keraguan akan hal itu masih terpupuk subur.
Abati lalu menceritakan bagaimana kronologi dirinya bisa selamat dari bencana dan sengaja melenyapkan diri agar menguji bagaimana anak-anak Abati akan bertahan dalam iman jika Abati pergi.
Dan Abati dengan bangga mengakui, bahwa anak-anaknya telah lulus ujian dengan nilai sempurna. Ternyata, sepanjang Abati memantau mereka, mereka berhasil melewati tantangan demi tantangan dan terus mempertahankan iman dengan saling berkasih sayang.
Abati bangga, mendapati kenyataan bahwa putra putrinya memang pernah bersalah pada ujian-ujian yang diberikan pada mereka, tapi kesalahan dalam ujian sebelumnya lah yang membuat mereka semakin bijak menghadapi ujian berikutnya yang mungkin akan lebih berat.
"Abati tega sama aku!" protes Khaula tak terima. Tapi juga tak melepaskan pelukannya pada ayahnya yang hebat.
"Ah, Abati lupa perkenalkan, anak muda yang tolong Abati dulu dan Abati minta dia bawa Abati bersembunyi..."
Sekali lagi keluarganya saling bertanya-tanya.
"Siapa?"
"Syaikhun.."
Panggilan Abati dengan suara yang agak keras itu memunculkan satu sosok lagi yang kemudian bergabung bersama mereka dengan senyum sumringahnya.
Sosok yang sontak membelalakkan mata Khaula dan seketika memekik tanpa sadar,
"OH SEHUN?!!!"
Refleks kedua malatnya terkatup seusai menganga lebar tak menyangka bahwa sosok yang dahulu hanya ada dalam halusinasinya saja ternyata muncul di hadapannya dalam wujud nyata, bahkan dengan tampilan lebih shalih dari yang pernah ia damba.
Semesta, terkadang selucu itu kau sembunyikan rahasia.
Ketika sesuatu baru mulai dipasrahkan, hadiahnya justru kau antarkan lebih indah dari yang pernah diharapkan.
*******
Sebab mencintaimu bahkan sebelum kamu nampak jelas dihadapan mereka.
Sebab mengasihimu segenap hati bahkan jika harus terluka.
Sebab memberimu segala apa yang mereka punya, meski tak dapat memberi segala yang kau pinta.
Sebab bibir yang selalu menyebut namamu dalam doa tanpa pernah lupa.
Sebab itulah, melukai hati mereka adalah melukai Allah. Ridha mereka adalah ridha Allah.
Sebab itulah, sekali-kali jangan durhaka, sebab seluruh dosa akan ditangguhkan pembalasannya sampai hari kemudian, kecuali dosa durhaka pada orang tua.
Sebab itulah, berkatalah dengan perkataan mulia kepada mereka, berikan senyuman terindah tiap kali memandang mereka, segerakan menjawab panggilan mereka, sebab tak ada rindu yang lebih pedih dari orang tua yang mengasuh buah hatinya penuh kasih, lalu perlahan tumbuh dan pergi menjauh...
Salam cinta untuk para Ayah Bunda di seluruh negeri, terima kasih tak terhingga kami ucapkan..
Surga baginya
Surga baginya
Surga baginya
*****
----The End----
Alhamdulillah, wasshalatu wassalamu 'alaa Rasulillah..
Beryukur sekali bisa menjadi bagian dari yang berkesempatan menjejakkan tulisan di SWP ini.
Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang bisa terealisasi kecuali Allah yang menghendaki, termasuk adanya aku di sini.
Sempat hampir menyerah, karena ternyata waktu menulis empat bulan itu pendek banget, pemirsa!
Tapi sebagai komitmen yang udah aku janjiin ke penggagas SWP bahwa aku bersedia menulis dalam rentang waktu mulai dari Januari dan selesai di akhir April apapun hambatannya.
Walau awalnya sangat percaya diri bisa menunaikan amanah dengan lancar jaya, ternyata lagi-lagi segalanya tergantung dari Allah.
Banyak sekali hambatan berupa ujian-ujian di dunia nyata, mulai dari melahirkan tiba-tiba, lalu bayinya yang keluar masuk ruang ICU.
Qadarullah... Atas izin Allah, amanah menulis cerita ini tetap bisa aku selesaikan.
*sujud syukur*
Terima kasih sebesar-besarnya kepada kak windyharuno dan keluarga besar swp_writingproject yang memilihku untuk gabung disini dengan segala keterbatasan diri.
Mohon maaf juga kalau ternyata aku tidak sesuai ekspektasi.
Terima kasih juga kepada segenap pembaca yang setia pada cerita ini. Yang rela dan sabar menunggu tanpa menuntut. Secara tidak langsung kalian sudah menghiburku di saat-saat sulit dan terbersit niat untuk mundur. Hehehe.
Ku sadari cerita ini jauh dari sempurna. Jadi mohon kemakluman, tapi jangan sungkan memberi saran.
Aku juga sadar, ucapan terima kasih takkan cukup untuk mengungkapkan kebahagiaan bisa berada di tengah-tengah kalian selama empat bulan ini.
Maka, kami sudah siapkan hadiah Giveaway untuk siapapun yang beruntung nanti.
Infonya bisa di tunggu di akun swp_writingproject wattpad dan Instagram ya.
And then... Segala yang dimulai harus selalu bisa di akhiri.
Meski tak siap hati ini...
Akhirnya aku harus ucapkan, selamat tinggal teman-teman.
Sampai ketemu di lain kesempatan.
Kalau kangen, jangan malu-malu menyapa di zulfariesha.
Mungkin suatu hari disana akan muncul Kahfi-Natasha. Hehehehehe.
Aaaaaaak.
Gamau berhenti.
Gamau bilang dadaaahhhh...
Tapi harus karena besok udah jadwal publish terakhir cerita lain lagi.
Dengan airmata yang menganak sungai kuucapkan,
Annyeongigaseyo, sayang-sayangku.
Jeongmal kamsahamnida, manhi, manhi.
Semoga bermanfaat segala yang telah tertuang dalam cerita.
Jangan ditiru keburukan didalamnya.
Dan jangan lupa buat share quotesnya dan tag akun @farah_fm94 di instagram yaaa...
Saranghamnida.
Khansa Nabila
Kahfi Fathullah
Khaula Nabiha
Natasha Claudya
dan
ABATI
💕💕💕💕💕💕💕💕
O
h oke, plis itu nama Syaikhun ditetapin karena udah mentok banget. Bingung nyari nama karena ngerasa sulid membuat nama dengan visual Oh Sehun. Haha.
Tolong dong sarannya buat nama yang cocok dengan orang yang ceritanya agak-agak mirip thehun 😂😂😂
Wassalamu 'alaikum warahmatullah
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro