24. Mengungkap Rahasia
Bismillahirrahmanirrahim...
Author's Pov
"Abati, maaf kalau aku lancang... Tapi, soal uang 10 juta itu, apa aku boleh bantu?"
Abati tersenyum menatap anak perempuannya itu.
Tangannya lembut menyentuh puncak kepalanya yang dilapisi kerudung.
"Tidak usah, Nak. Simpan untuk keperluanmu. Maaf krena Abati menempatkanmu ke situasi yang tidak nyaman beberapa hari ini."
"Gapapa, Ba. Aku ada..."
"Udah. Simpan aja. Abati juga ada. Makasih ya."
Gadis itu tersenyum riang. Seperti lama sekali ia tak merasakan kasih sayang.
Berkat perhatian Abati yang begitu menenangkan ia lupa akan masa lalunya yang sangat kesepian.
Ketika hari-hari masa kecil gadis itu diliputi kekalutan.
Diantara perdebatan kedua orang tuanya yang saling sahut-sahutan. Terus meningkat volumenya hingga beralih dengan saling melempar barang-barang.
Gadis itu sudah biasa menyaksikannya. Menjadi penonton prahara rumah tangga yang tak berdaya untuk menghentikannya.
Orang tuanya yang selalu saling berlomba memamerkan pekerjaan siapa yang lebih menghasilkan banyak harta, siapa yang berperan besar untuk memanjakan anak mereka dan menjamin masa depannya, tanpa pernah saling mengingatkan bahwa anak yang menjadi alasan terkorbannya waktu dan tenaga mereka itu kini sedang ketakutan, menyaksikan orang tua mereka yang sebentar lagi mungkin akan saling memakan.
Begitu seterusnya hingga ia beranjak dewasa dan mulai berpikir untuk meloloskan diri dari problema yang tak ada ujungnya.
Meski hidupnya bergelimang harta.
Meski hari-harinya dikelilingi barang-barang mewah.
Tapi batinnya terjebak dalam hampa, karena hati yang merindu kasih sayang orang tua.
Apa artinya kaya jika tak bisa menikmatinya? Apa yang bisa membahagiakan dalam rumah megah yang sepi tanpa cengkrama?
Natasha, ingin mengakhirinya.
Mencari cara agar orang tuanya berfokus hanya padanya, sebentar saja. Bisakah?
"Aku hamil!"
Ternyata hanya dengan meneriakkan empat silabel itu Natasha mampu menghentikan kesibukan kedua orang tuanya yang segera melotot tajam ke arahnya.
Orang tua mana yang tidak syok begitu mendengar anak gadisnya mengabarkan kehamilan. Bagi orang tua Natasha hal itu sebuah kejatuhan.
"Kamu bercanda, kan?"
Natasha menggeleng mantap lalu menunjukkan bukti berupa alat tes kehamilan yang terlihat jelas dua garis merah disana.
Natasha tidak menduga respon orang tuanya akan berlebihan hanya karena keluarga mereka terpandang. Bisnis mereka akan kacau jika kabar memalukan ini tersebar.
"Gugurin!" Mama Natasha yang pertama berinisiatif memusnahkan janinnya sebelum berkembang.
"Gak! Aku gak mau!" tolak Natasha penuh penegasan. Dalam hati ia bertanya apa yang harus dia gugurkan kalau di rahimnya memang tidak tumbuh apa-apa?
Tanpa memikiran bahwa ternyata setelahnya masa depan seseorang akan tergadai karena pengakuannya.
"Siapa yang hamilin kamu?!" Saat papanya menanyakan itu. Otaknya dipaksa berpikir, sementara rasa sukanya pada sosok Kahfi membuat benaknya terus memunculkan laki-laki penuh pesona itu. Dan ketika ia menyadari adanya perasaan bersambut antara Kahfi dan sahabatnya Gadiza, Natasha menjadi serakah dan mengatur siasat agar Kahfi terjatuh padanya saja.
"Kahfi... Kahfi yang hamilin aku."
Dari sana segalanya berlangsung tak semestinya.
Saat orang tuanya benar-benar menuntut pertanggung jawaban Kahfi atas hal yang tak pernah dilakukannya, sebab sebenarnya garis positif pada alat pendeteksi kehamilan itu hanya akal-akalan Natasha saja, garis negatif yang sengaja dia tambahkan satu garis dengan spidol tinta merah untuk mengelabui orang tuanya.
Terlanjur basah, Natasha memutuskan untuk berenang saja, awalnya. Karena orang tuanya yang bersikeras menikahkan mereka demi menjaga nama baik di depan kolega. Tentu Natasha sangat bahagia, ia mendapatkan perhatian orang tuanya sekaligus mendapatkan cintanya pada saat bersamaan.
Ia cukup menikmati masa-masa ketika orangtuanya menyadari kesalahan mereka hingga membuat putri mereka melewati banyak hal yang sulit karena kekurangan perhatian dari mereka.
Namun hingga keyakinan akan islam semakin memantapkan hati Natasha, dan orangtua mereka kesulitan memahaminya. Natasha mulai merasa bersalah pada Kahfi, tapi orangtuanya masih memaksa bahkan hingga menggiring Kahfi ke kantor polisi.
Lalu syarat pra-nikah Kahfi yang sebenarnya sudah Natasha sanggupi berakhir dengan Natasha yang mengancam pergi dari rumah jika orangtuanya masih memaksa Kahfi dan Natasha mengadakan resepsi besar-besaran yang mengundang rekan-rekan bisnis mereka. Lagi-lagi hanya untuk menjaga gengsi
Meski itu tak berapa lama, orangtua tetap orang tua. Natasha dijemput kembali oleh orangtuanya namun Kahfi sudah terlanjur pergi dan menyimpulkan kondisi Natasha atas asumsinya sendiri bahwa Natasha telah terbuang dan membutuhkan dirinya sebagai penopang.
Beruntungnya, orangtua Natasha menyesali kekhilafan melalaikan kewajiban atas putri mereka yang kemudian membuat mereka mulai memperbaiki hubungan agar tercipta keharmonisan lalu perlahan terketuk hatinya untuk mengikuti Natasha yang semakin giat mempelajari agama barunya.
Puncaknya, ketika Natasha merasa perlu mengakui kebohongannya selama ini karena semakin banyak ia belajar islam, semakin ia merasa bersalah pada Kahfi atas pernikahan mereka yang melanggar syariat. Ia baru mengerti mengapa Kahfi bersikeras bertahan menolak pernikahan karena memang seperti itu aturan dalam agamanya. Menikahi perempuan yang hamil adalah haram. Setiap kali berhubungan dengannya akan terhitung zina.
Atas dasar pengetahuan itu, Natasha merelakan Kahfi pergi. Lalu merasa perlu untuk mengakui kebohongannya pada orangtuanya. Lantas menertawakan dirinya saat menemukan kejanggalan bahwa jika dia tidak hamil, bukankah pernikahannya menjadi sah secara syariat?
Itulah penyebab Natasha kembali mengejar-ngejar Kahfi. Bukan demi mengharapkannya kembali, tetapi hanya ingin memperjelas bagaimana sebenarnya kelanjutan pernikahan ini.
Sedang Kahfi yang terlanjur trauma, menganggap serentetan pesan dan telepon Natasha sebagai teror yang mengerikan.
Natasha tak hilang akal terus mencari cara agar Kahfi mau meresponnya tanpa melibatkan keluarga Kahfi seperti yang Natasha janjikan dalam syarat pernikahan waktu itu.
Menyebarkan foto ke sosial media, tidak banyak membantu. Kahfi menghilang bagai tertelan bumi, begitu ibaratnya meski sebenarnya Natasha tahu betul keberadaannya. Kahfi pasti pulang ke rumah orang tuanya. Tempat yang tak bisa dijangkau Natasha.
Dan memang benar. Setelah lagi-lagi Natasha berpasrah, ternyata Allah yang kemudian mengantar Kahfi untuknya.
Melalui papa Natasha yang mengajak Natasha menghadiri sebuah kajian dan pengisi materinya ternyata adalah Abatinya Kahfi.
Tak ada siapapun yang tahu bahwa papa Natasha ternyata mencegat Abati seusai berceramah di masjid itu. Mengajaknya berkonsultasi lalu karena tempat dan situasi yang tidak bersahabat, Abati meminta papa Natasha untuk menyambangi mereka ke rumah Khansa saja.
"Sebenarnya pernikahan mereka sah secara agama. Karena terpenuhi rukun dan syaratnya. Dan kondisinya yang memang tidak sedang mengandung." begitu Abati menjawab kebingungan papa Natasha beserta putrinya yang menatap Abati tanpa berkedip mencermati setiap kalimat ayah mertua yang baru pertama kali ditemuinya itu.
"Tapi kita tidak tahu niatnya Kahfi saat menikah, apa dia mensyaratkan batas waktu seperti nikah kontrak? Kalau iya, itu menjadi nikah mut'ah, dan itu haram"
Natasha menggeleng. Seingatnya Kahfi tidak memberi syarat seperti itu.
"Tapi karena pernikahan ini berlangsung hanya untuk menutupi aib hamil di luar nikah, sementara yang menikah ternyata tidak hamil, kasus ini bisa diindikasikan sebagai penipuan. Dan kalau niat Kahfi menikahi untuk ditinggalkan, maka pernikahan ini memang sebaiknya dilupakan saja."
Abati bisa menangkap gurat kekecewaan di wajah Natasha meski sebenarnya ia lega, semua yang ia bingungkan akhirnya tercerahkan.
"Tapi, kalau memang mau dipastikan. Kasih saya waktu beberapa bulan biar Natasha ikut Kahfi dulu. Untuk lihat bagaimana sebenarnya Kahfi berniat menikah, bagaimana dia bertanggung jawab atas apa yang sudah dia perbuat, dan bagaimana sejujurnya perasaan Kahfi ke Natasha sebelum dia tau kenyataannya. Kalau Kahfi memang berniat menikah untuk berpisah nantinya, atau jika dia tidak bisa terima kebohongan Natasha, maka pernikahan ini selesai saat itu juga. Tapi jika Kahfi menerima ataupun memaklumi, bisa kita pertimbangkan untuk menyambung pernikahan. Entah dengan pernikahan ulang, atau seperti ini saja seterusnya. Karena kalau sekarang, Kahfi pasti tidak akan bisa meraba hatinya dan berpikir jernih karena marah." Pungkas Abati.
Dalam hati Natasha mengagumi sikap Abati yang begitu bijak menjawab persoalan ini. Padahal yang sedang dibicarakan adalah putranya sendiri. Bahkan tak lupa Abati memohon maaf atas ketidak nyamanan yang dibuat Kahfi, meski telah dijelaskan bahwa keisengan Natasha lah awal dari semua ini.
Terlepas dari semua yang dikatakan Abati, Natasha merasa lega karena mendapatkan kejelasan dari keresahannya yang sudah lama menghantui.
******
Assalamu alaikum...
Natasha mengetuk pelan pintu kamar ummi lalu masuk dengan membawa nampan berisi sepiring nasi dan lauk pauk pada dua mangkuk kecil yang saling bersebelahan.
Ummi sedang tidak enak badan, ini kali ke tiga Natasha mengantar makanan ke kamarnya.
Biasanya, itu adalah tugas Khaula. Yang mengantar makanan sekaligus memasak di dapur jika ummi sedang sakit. Tapi karena sekarang di rumah hanya tinggal Natasha yang ada, maka Natasha yang melakukan semuanya.
Natasha mengecek sekilas Ummi yang berbaring di tempat tidur sembari meletakkan nampan diatas nakas dengan hati-hati agar Ummi tidak terbangun. Setelah mengisi gelas kosong dengan air dari teko yang memang sudah disiapkan, Natasha membalikkan badan hendak keluar dari kamar.
"Natasha..."
Lirih suara Ummi memanggil namanya, membuat Natasha segera memutar badan dengan ekspresi tak percaya.
Ini pertama kalinya, Ummi menyebut namanya. Itu artinya Ummi menganggapnya ada.
Dengan sigap Natasha menjatuhkan diri disisi ranjang, mengulurkan tangannya untuk dijadikan penopang saat melihat Ummi yang lemas berusaha terbangun dari posisi tidurnya. Dan kemudian segera meraih tangan Natasha dan menggenggamnya saat Ummi telah sempurna duduknya.
Sorot matanya teduh menawarkan kasih sayang, Natasha merasakannya. Tapi dia tak ingin terlalu besar kepala.
"Terima kasih, Nak." ucap Ummi tulus. Ini pertama kalinya Ummi benar-benar mengucapkan sesuatu yang ditujukan langsung kepadanya. Dan itu sudah cukup untuk membuat mata Natasha berbinar bahagia.
"Maafkan Ummi yang sudah keras hati selama ini..." perlahan air mata Ummi merebak. "Ummi malu, Nak.. Ummi malu sama kamu, Ummi malu bersangka burung tentang kamu... Maaf, Nak.. Ummi udah salah selama ini..." Meski sangat tersentuh atas ucapan Ummi, Natasha tak tahu harus berbuat apa. Mendengar Ummi meminta maaf penuh harap rasanya tak pantas karena Natasha tak menganggap Ummi salah. Bahkan sebaliknya, Natasha yang telah mengacak-acak kehidupan mereka, bukankah seharusnya Natasha yang meminta maaf?
Lalu terbersit sesuatu dalam benaknya, bahwa mungkin inilah saatnya Natasha akan mengakui semuanya.
"Natasha yang minta maaf, Mi.. Natasha bohong selama ini..."
"Bohong apa?"
"Natasha sebenarnya..."
"Nggak hamil?"
Terperangah, Natasha sontak mengangkat wajahnya ke hadapan Ummi yang tiba-tiba bisa menebak apa yang baru saja akan dikatakannya.
"Ya iyalah, kamu nggak hamil. Tanda-tandanya aja gak keliatan."
Natasha mengusap-usap tengkuknya dan tertawa hambar. Dia lupa, kalau Ummi juga adalah seorang ibu yang pasti berpengalaman soal bayi dan kandungan sejak awal masa kehamilan hingga menjelang melahirkan. Natasha tak terpikirkan bahwa Ummi mudah saja mengetahui kondisinya hanya dengan memperhatikan.
"Maafin Natasha, Mi... Natasha nggak ber..."
Berbeda dari yang ia bayangkan. Ummi justru tertawa renyah, "Kamu lucu banget, sih! Kaya santri lagi ketahuan ngintil di dapur."
Ekspresi wajah Natasha masih dipenuhi kebingungan. Kenapa Ummi justru tertawa bukannya marah?
"Ummi udah tau dari Abati, Nak. Kamu pikir Abati gak akan bilang-bilang Ummi? Cuma Kahfi dan kakak adiknya yang nggak tau. Walaupun sebenarnya Ummi juga butuh waktu buat menerima..."
Kalimat Ummi menggantung di ujungnya. Natasha sadar, memang berat sekali menerima sesuatu saat kita tak siap akan kedatangannya. Begitulah Ummi atas dirinya.
"Tapi sekarang, Ummi bangga punya menantu seperti kamu." sinar tulus dari wajah Ummi nampak begitu nyata menawarkan cinta yang besar.
Menantu!
Ummi menyebutnya begitu.
Ini pertama kalinya Natasha merasa melambung setinggi ini.
Namun serta merta ia kembali sadar diri, bahwa segala keputusan tergantung pada Kahfi.
Andai Ummi menerima, jika Kahfi masih marah, Natasha bisa apa?
Tentu saja berdoa adalah yang terbaik yang ia bisa.
Semoga Allah mengampuni kesalahannya. Dan berharap semoga Kahfi pun akan menerima jika suatu hari ia tahu kebenarannya.
******
To be continued.
Hahahahahhahahahahahahahaha
Puas kalian semuahhhh?!!
Natasha buka rahasia!!!
Btw, soal pernikahan Kahfi-Natasha seperti yang kita tahu menikahi wanita hamil itu tidak diperbolehkan alias haram.
Seperti yang bisa kalian baca di sini
https://almanhaj.or.id/1946-menikahi-wanita-yang-sedang-hamil.html
Nah untuk kasusnya si Kahfi nih, aku bukannya gak riset ya, ku sudah berguru pada yang punya ilmunya.
Dan yang bisa kusimpulkan adalah, ulama berbeda pendapat tentang sahnya pernikahan Kahfi-Natasha. Karena kalau diliat lagi Kahfi menikahi Natasha karena hamilnya, padahal dia tidak hamil sebenarnya pernikahannya jadi sah.
Tapi adanya indikasi penipuan ataupun niat talak setelah pernikahan, jadi pernikahannya sebaiknya diulang. Itu juga kalo Kahfi mau :"))))
But, karena minimnya waktu untuk menuntaskan cerita ini. Mungkin cerita Kahfi akan dibuat berdasarkan hukum awal. Yaitu pernikahannya boleh, selama keduanya bertaubat.
Yha dalam hal ini, Natasha udah tobat, Kahfi pun nyesel banget padahal gaada yang mesti ditaubatin karena Kahfi ga pernah ngelakuin.
Yaaaaaaaa... Gitu deh ya.
Maklumi keterbatasan ilmuku ya gaes.
Karena ini fiksi, jadi disederhanakan aja gpp ya. Kalau persoalannya di dunia nyata, kayanya ga sesederhana ini. Hehehehe.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro