Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Tertangkap Basah

Bismillahirrahmanirrahiim...

Author's Pov

Riuh takbir menggema dari setiap menara-menara rumah Allah.
membelah langit yang menyingsing fajarnya dan semakin semarak hingga matahari memunculkan sinarnya namun tetap teduh terasa.

Allahu akbar
Allahu akbar
Allahu akbar...
Laa ilaha illallah...
Allahu akbar.

Allahu akbar wa lillahil hamd.

Seluruh penjuru langit dan bumi memuji Allah pada hari mulia yang disambut gembira termasuk oleh keluarga besar pesantren Nurul Huffazh yang selalu menjadi tempat berkumpulnya masyarakat sekitar untuk menunaikan shalat ied di hari raya.

Suasana idul adha berlangsung khusyuk dan khidmat kemudian dilanjutkan dengan suasana haru pada prosesi salam-salaman saling meminta maaf.

Khansa mencium punggung tangan abati lalu dibalas abati dengan kecupan di puncak kepalanya kemudian saling berdekapan lama.

"Abati, maafin Khansa..."

Kahfi yang paling banyak menangis. Dan ketika gilirannya untuk bersalaman dengan abati, Kahfi memeluk ayahnya itu lama dengan tubuh yang terguncang.
Seolah kata-kata tak bisa lagi membahasakan betapa banyak kesalahan Kahfi yang membuat abati kecewa.
Betapa Kahfi telah melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dimaafkan. Tapi abati tetap menyambutnya, menepuk punggungnya perlahan. Menguatkannya seraya meminta maaf juga.

"Abati juga, Nak.. Maafkan abati belum bisa jadi ayah yang baik seperti Nabi Ibrahim.." pungkas Abati seraya menyeka ujung matanya yang basah.

Idul Adha memang tak lepas dari kisah nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Kisah ketaatan seorang rasul yang menurun kepada putranya yang lantas bersedia dengan segenap kesabaran hati untuk disembelih ayahnya atas perintah dari Ilahi dan kisah itulah yang diabadikan menjadi syariat berkurban setiap hari raya idul adha.

Bukti ketaatan dan kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya melebihi segalanya.

Seperti itu abati mengharapkan dirinya seteguh baginda Ibrahim 'alaihissalam. Dan putra-putrinya setaat Ismail.
Sayangnya, abati bukan nabi meski berusaha meneladaninya.
Anak-anaknya pun bukan malaikat, dan kesalahan-kesalahan mereka mungkin refleksi dari kesalahan orang tua mereka.

Satu persatu keluarga abati bergilir saling berpelukan. Sedang Natasha hanya memerhatikan penuh haru dari kejauhan.
Pemandangan seperti ini tak pernah ia lihat sejak kecilnya. Kebersamaan keluarga yang tak pernah menghangatkan rumahnya pada akhirnya memberi lubang besar di hatinya yang membuatnya lemah jika melihat keluarga lain sedang berkumpul penuh canda tawa dan cinta.

Natasha tumbuh dari keluarga kaya yang sibuk mengumpulkan harta. Untungnya, Natasha cukup dewasa untuk mengerti bahwa usaha orang tuanya itu sebenarnya untuk dirinya, wujud kasih sayang mereka padanya.
Tapi Natasha kecil sama seperti anak lainnya. Yang ia butuhkan bukan kemewahan, tetapi kebersamaan dan hangatnya pelukan.

Natasha tertawa kecil mengingat betapa orangtuanya terlalu berambisi memperkokoh benteng hartanya dan kemudian melupakan anak gadis mereka yang kesepian. Lalu saat Natasha mengatakan kehamilannya, mereka yang paling melangitkan amarah tanpa mendengar apapun alasannya.
Dan ketika pilihan Natasha bersimpangan dengan mereka, akhirnya mereka pun melepaskan anak gadis mereka satu-satunya. Yang dulunya menjadi alasan kerja keras mereka. Yang kepada anak itu harta mereka akan diwariskan. Namun ternyata, harta mereka jauh lebih berharga dibandingkan permata jiwanya.

Pandangan Natasha buram oleh kristal hangat yang menggumpal di matanya. Tanpa ia sadari, sejurusan dengan tempatnya berdiri Kahfi sedang menatapnya tanpa berkedip.
Penampilan Natasha yang begitu anggun dalam balutan abaya putih tulang dan hijab instan berbahan sifon berlapis yang terjulur berwarna hijau mint lembut dipermanis dengan riasan wajah sederhana namun memancarkan aura sempurna karena terdukung oleh kulit cerahnya meruntuhkan pertahanan Kahfi untuk membohongi dirinya bahwa hatinya sedang tergelitik.

Ada dorongan untuk mengajak Natasha bergabung dengan keluarganya, namun juga bimbang atas perasaan yang tak bisa dipahaminya. Darimana dorongan itu berasal? Dan bagaimana caranya Natasha bisa semakin penting seolah perempuan itu memang miliknya?

Jangan.
Kahfi tidak siap untuk menyerahkan hatinya kepada wanita yang menebar benih kebencian disana.

*****

Suasana bahagia hari raya masih belum hilang pada hari ketiga penyembelihan hewan qurban.
Natasha terkagum-kagum dengan banyaknya hewan sembelihan yang dibagi-bagikan kepada yang membutuhkan. Dan olahan-olahan daging yang cita rasanya menggiurkan. Semakin menumbuhkan harapan Natasha untuk menjadi penghuni surga.
Kenikmatan dunia saja semenyenangkan ini. Tentu kenikmatan di surga akan melebihi segala yang indah disini, bukan?

Semuanya bergembira, seolah duka di masa lalu hanya angin belaka, yang sempat merubuhkan atap-atap dan pagar-pagar keimanan, namun mereka sanggup memperbaikinya.
Seolah segala persoalan sebelumnya menjadi terlupakan, lenyap bersama untaian kalimat maaf yang terlontar penuh pengharapan.

Semuanya bersuka cita, hingga mungkin lupa bahwa dunia bukan tempat bersenang-senang bagi orang yang beriman.
Kesenangan adalah ujian, sama seperti kesedihan.
Dan kesenangan itulah yang menjadikan kesedihan akan terasa jauh lebih menyakitkan ketika ujian lain datang sebelum mereka sempat mempersiapkan.

Ketika mereka sedang tertawa bersama dalam canda gurau tanpa penghujung. Dua lelaki berseragam polisi datang menghampiri.

Abati menyambut mereka ramah, polisi-polisi yang memang tidak asing bagi abati itu kemudian dipersilakan menikmati jamuan yang memang disediakan di meja untuk siapapun yang datang, mengantar hewan qurban, mengambil daging kurban atau membantu pembagiannya. Pesantren Nurul Huffazh menjadi basecamp nya.

Kedua polisi itu nampak begitu menikmati makanannya. Hidangan Sop Konro dan Kikil yang merupakan santapan khas masyarakat provinsi Sulawesi Selatan.
Abati mengira petugas polisi itu datang memang hanya untuk makan karena asyiknya mereka menyantap makanan tanpa berucap kata-kata selain lezat dan nikmat.

Nanti setelah mereka kekenyangan dan mengobrol sebentar dengan abati, barulah teringat atas tujuan apa mereka datang menemui abati.

"Ah, saking enaknya makanan sampai lupa saya mau bilang apa."

"Hehehe, tambah lagi, Pak" abati ikut tertawa.

"Ini loh ustadz. Ada laporan kasus penipuan yang masuk di kantor pusat. Setelah diselidiki, terduga penipunya beralamat disini. Waaah.. Susah susah gampang ini karena ini pesantren ya ustaz... Tapi mohon bantuannya ya ustaz..." terang salah satu petugas polisi.

"Innalillah.. Iya iya pak. Kita disini membantu sebisa kami. Penipuan itu prilaku zhalim yang dosanya berlapis-lapis. Silahkan silahkan." abati mempersilakan.

"Memang disini ada yang namanya Oh Nabi ustadz?"

Bagai kilat menggelepar di teriknya siang.

Abati tentu tahu siapa pemilik nama asli seorang Oh Nabi.
Sangat tahu karena orang itu adalah putrinya sendiri.

"Ini dilaporkan namanya begini. Seperti nama orang Cina, atau Jepang ya?"
Ujar si petugas polisi lagi.

"Korea!" koreksi temannya.

"Ah. Iya. Sama aja. Eh. tapi masa disini ada yang namanya begitu, salah alamat mungkin ya?"

Bibir abati menjadi kelu. Seluruh tubuhnya terasa kaku.

Kejutan apalagi yang hendak dipersembahkan anaknya?

Ujian jenis apa lagi yang Allah timpakan untuknya?

"Oh Nabi, dituntut atas penipuan uang sebesar sepuluh juta, kami butuh kesediaannya ikut kami ke kantor untuk dimintai keterangan lebih lanjut."

To be continued

******


Wohhoooooo.

Double up! Ciyeeeee.

Big thanks buat kalian yang tanpa henti menyemangati. Jadi full energy untuk double up hari ini walau agak ngaret, gapapa ya hehehe.

Gimana gimana?
Kurang gregets gak gaeeezzz?

Wkwkwk

Selamat menanti next chapter yaaa!

Saranghamnida

💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro