9. Malewakan Gala Marapulai
Manisnya kehidupan di hari-hari awal pernikahan sedang dinikmati Eros dan None. Hampir sepekan berada di rumah keluarga None, waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk berduaan di kamar. Tak ada yang protes, semua memaklumi mereka yang memang belum mengenal satu sama lain dengan mendalam.
Di hari kelima None diantar ke rumah orang tua Eros sekaligus melaksanakan adat pasca pernikahan. None yang dulunya menolak mati-matian, pada akhirnya tetap pasrah dan menerima dengan senang hati saat tahu bahwa tradisi-tradisi tersebut oleh Eros tidak dihapus sebagaimana kesepakatan mereka dulu. Apapun itu, asal bersama si abang, None bersedia. Kesabaran dan kematangan Eros sudah lebih dari cukup untuk meluluhkan hati None.
Keluarga besar None mengantarkan si anak daro ke rumah keluarga Eros, sang marapulai. Di sana sekaligus diadakan beberapa prosesi. Yaitu manjalang, di mana keluarga mempelai perempuan beramai-ramai mengantarkan si anak daro ke rumah marapulai. Prosesi ini sekaligus untuk mengakrabkan kedua keluarga.
Kemudian dilaksanakan pula mamulangkan tando atau memulangkan tanda, yaitu mengembalikan lagi benda adat yang dulu ditukar sebagai tanda saat meminang, sebab calon pengantin kini sudah resmi menjadi suami istri.
Dalam tradisi Minang, menikah menjadi penanda dewasanya seorang laki-laki. Terdapat pepatah ketek banamo, gadang bagala. Kecil punya nama, besar punya gelar. Maka laki-laki yang sudah menikah biasanya mendapat gelar, sebagai pembeda dari masa kecilnya dulu. Gelar ini lebih banyak digunakan oleh keluarga istri untuk memanggil dia sebagai rang sumando atau pendatang —di tengah keluarga istrinya.
Eros dan None mengenakan pakaian adat, namun tak selengkap saat hari pernikahan. Setelah dua keluarga saling berkenalan dalam manjalang, kemudian dilanjutkan dengan mamulangkan tando. Tiba saat bagi Eros untuk malewakan gala marapulai atau mengumumkan gelar pengantin laki-laki.
Eros berdiri, siap mengumumkan gelarnya. Keluarga None berada di sisi kiri tempatnya berdiri, di sisi kanan ada keluarga besarnya. Dia harus menyebutkan namanya di depan sanak saudara, kemudian mereka yang hadir berpura-pura tak mendengar dan akan terus mengulang menanyakan nama gelarnya hingga beberapa kali.
Prosesi dipimpin oleh salah satu sesepuh laki-laki, yang kemudian menyerahkan sebuah gelas berisi air putih kepada Eros sebagai marapulai. Dengan tangan kanan, Eros mengangkat gelas itu, tangan kirinya memegang mikrofon untuk berbicara di hadapan dua keluarga besar.
"Bismillahirrohmanirrohiim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Iko ambo, namo Eros Hanafi, minta dihimbaukan oleh ninik mamak. Ambo, namo Eros Hanafi, nan bagala Sutan Marajo."
"Sutan Marajo." Mereka yang hadir serempak menyebut gelar Eros.
"Iyo, ambo," jawab Eros.
"Sutan Marajo."
"Iyo, ambo."
"Tan Marajo."
"Iyo, ambo."
"Tan Rajo."
"Iyo, ambo."
“Pak Etek Cutan Malajo.” Suara cadel keponakan Eros turut pula bertanya.
Eros terkekeh gemas. “Iyo, ambo.”
"Sutan Marajo."
"Iyo, ambo."
Sahut-sahutan dari keluarga besarnya tak juga berhenti. Eros merasa dikerjai. Dia mulai mengeluarkan cengiran akibat salah tingkah. None sampai tak kuasa menahan tawa. Hingga akhirnya semua yang ada di sana menyebutkan gelar Eros.
"Sutan Marajo!"
"Iyo, ambo."
Dan selesailah sudah. Dikembalikannya mikrofon dan gelas kepada sesepuh yang memimpin prosesi.
Eros lega. Tawanya lepas seusai memekikkan hamdalah sambil mengangkat satu tangan yang terkepal ke udara.
Begitu kembali ke samping None, istrinya itu meraih tangan Eros dan menggenggamnya erat. "Abang sampai salting. Aku antara kasihan tapi mau ketawa juga."
Binar-binar kegembiraan di mata None membuat Eros makin jatuh cinta. Rasanya dia rela kalau harus kembali dikerjai oleh keluarga besar mereka, demi melihat wajah riang istrinya.
Satu prosesi lagi menanti. Mereka, si anak daro dan marapulai, akan menjalani tradisi balantuang kaniang atau mengadu kening.
Lagi-lagi keluarga menyambut sukacita. Agaknya melihat Eros yang biasanya dalam mode diam dan serius, kali ini harus menjadi pusat perhatian dalam acara yang tumpah ruah kegembiraan, adalah momentum yang langka. Khususnya keluarga besar dari pihak Eros, yang jarang sekali melihat senyum laki-laki itu mengembang terus menerus.
Eros dan None duduk berhadapan. Sedikit menunduk dengan wajah saling menempel, hanya saja sebuah kipas menjadi pembatas diantara wajah keduanya. Lalu oleh salah satu sesepuh perempuan, kipas tersebut perlahan diturunkan hingga kening keduanya saling beradu tanpa pembatas.
Sorak sorai dan celetukan saling timpal menimpal. Saat sedang ramai, Eros memiringkan kepalanya sedikit dan mencuri cium pada bibir None.
"Aww, Abang!" pekik None.
Keluarga kedua belah pihak tertawa menangkap momentum tersebut, terutama sepupu-sepupu Eros. Mereka ramai sekali melihat abangnya yang biasanya serius, ternyata bisa bercanda sedemikian rupa.
"Aih, ndak bana iko. Hanafi malangga adat. Lah macam Hanafi di Salah Asuhan sajo ang!" seru salah satu tantenya. Lagi-lagi disambut tawa keluarga besar yang ada di sana.
Prosesi berakhir. Dua keluarga besar menikmati nasi kuning dengan gulai ayam, makanan yang wajib ada dalam upacara malewakan gala. Dilanjutkan dengan saling memperkenalkan sanak kerabat yang hadir dari kedua pihak.
Menjelang maghrib acara selesai. Keluarga dari pihak None memohon untuk berpamitan. Sebelum masuk ke mobil, ayah dan ibu None menitipkan anak bungsunya itu kepada Eros serta papa dan mamanya.
Ibu None dan Mama Eros berulang-ulang saling melempar ucapan terima kasih, juga berkali-kali bertukar pelukan. Keduanya terlihat sangat bahagia, terutama mama Eros, sebab salah satu keinginan besarnya telah tercapai, yaitu memiliki menantu berdarah Minang. Tak harus semua menantu, tapi minimal ada satu. Dan Eros, si anak emas, yang sudah mewujudkan impian besarnya itu.
"Baik-baik ya, Non. Kamu seorang istri sekarang. Seorang menantu. Seorang adik. Bahkan kamu sekarang juga menjadi seorang kakak untuk adik-adiknya Sutan Marajo. Jaga sikapmu, jaga nama baik keluarga kita."
"Iya, Ayah. Insya Allah," kata None. Di kedua matanya mulai terlihat genangan. Yang kemudian tumpah di pelukan ayah ibunya.
Eros tersenyum sambil mengusap-usap lembut punggung istrinya. Dirangkulnya pundak None yang menangis sesenggukan melepas kepulangan ayah ibunya.
"Udah, Non. Kita masih sama-sama di Jakarta. Lagian, kita di sini juga cuma tiga hari, setelahnya kembali ke rumah sana lagi," hibur Eros.
Mereka akan berada di rumah keluarga Eros sampai akhir pekan saja. Setelahnya, tinggal di rumah keluarga None akan menjadi default, hingga tiba waktunya berangkat ke Malaysia.
None berhenti menangis ketika mama mertua menggandeng tangannya dan mengajaknya masuk ke rumah. Keluarga besar dari pihak Eros masih banyak yang berada di sana, semua menyambut None dengan hangat dan terbuka. None senang sekali mendapat sambutan yang sangat baik dari keluarga barunya, terutama mama mertua, yang selalu menunjukkan sikap hangat dan penuh perhatian padanya.
Eros meminta izin kepada keluarganya untuk beristirahat. Dan —lagi-lagi, malam pertama di rumah keluarga Eros pun lebih banyak mereka habiskan di kamar. Keduanya cukup lelah dengan aktivitas yang mereka jalani hari itu.
***
Keesokan pagi, drama dimulai.
***
Aish, drama apa nih? Endingnya ngegantung banget sih? Dasar penulisnya malesin. Menyebalkan. Nggak asyik. Dan bla bla bla.
Hahaha....
Mohon maaf lahir dan batin. Soalnya part ini aslinya panjang bangeeett. 3,5K words. Jadi aku memutuskan utk memecah aja jadi dua part, walaupun nggak sama banyak.
Anggap saja part ini sebagai hiburan yaaa. Eh, tapi memang YUNAL ini isinya hiburan aja sih, hampir nggak ada konflik besar.
Jadi ceritanya, YUNAL ini dulu kuikutkan lomba nulis gitu. Temanya tuh menjadi dewasa gitu. Berhubung nggak lolos (Alhamdulillah) jadi kubawa ke KK, terus sekarang kubawa ke sini juga.
Btw, di part ini aku mulau mencoba mandiri untuk bikin percakapan bahasa Minangnya. Biasanya kan colek-colek narsum yg orang Minang. Ini aku udah lumayan bisa kayaknya. Hehe..
Terus aku juga lihat video-video di youtube ttg malewakan gala. Agak susah carinya, tapi dapat beberapa, dan memang acaranya seru gitu. Aku ngebayangin waktu si Abang E dikerjain sampai salting. Gemes ih. Tapi kan dia suami orang. Wakakak... Maaf ya, Non!
Baiklah. Sampai di sini dulu. Semoga suka yaaa. Dan bisa menambah sedikit wawasan kebudayaan bangsa. Eaak..
Tarimo kasiah banyak-banyak. Dan mohon maaf atas segala kekurangan.
Oh ya, yg orang Minang, kalau ada salah-salah di part ini mohon dibantu meluruskan yaa.
See you :)
Semarang, 07022023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro