Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Mendadak Blind Date

Persiapan pernikahan masih berjalan, beberapa ditiadakan, beberapa yang lain disederhanakan. Eros sudah tak ada waktu untuk mencari calon istri pengganti. Lagipula dia sudah jatuh suka pada None. Bagi Eros itu cukup sebagai modal menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang yang lebih dalam.

Sayangnya hubungannya dengan None belum sepenuhnya kembali seperti sebelumnya. None masih ragu. Lebih tepatnya ragu akan dirinya sendiri, apakah nantinya mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupan pernikahan? Sedangkan baru urusan persiapan pernikahan yang menurutnya terlalu ribet saja dia sudah ingin menyerah.

None berusaha menyembunyikan rapat-rapat hubungannya dengan Eros yang sedang renggang. Orang tuanya juga tak bertanya, sebab tak ada tanda-tanda permasalahan pada hubungan si anak bungsu dengan sang calon menantu. Mereka kira masalah yang pekan lalu ada, sudah selesai dengan paripurna. Memang tidak mengundang kecurigaan, sebab hubungan keduanya juga belum bisa dibilang dekat. Satu-satunya yang tahu hanyalah Netty, kakak sulungnya. Kepadanya None mencurahkan keresahan, juga meminta saran serta nasihat bagaimana harus mengambil sikap.

Pagi itu None berniat merapikan dan mendekor ulang kamarnya. Sebentar lagi mau ditempati berdua, jadi harus rapi supaya terasa lebih lapang dan nyaman, pikirnya. Tapi mengingat situasinya dengan Eros yang tidak menggembirakan, None kembali galau. Persiapan pernikahan mereka masih terus berjalan. Rangkaian prosesi adat bahkan mulai dilaksanakan pekan depan.

"Anak gadis jangan keseringan ngelamun." Sosok bersuara bariton sudah berdiri di hadapan None.

"Bang Jon! Kapan pulang?" None buru-buru bangkit dari duduknya. Menyalami dan mencium tangan abang iparnya. Jonhar terkekeh. Menyuruh adik iparnya untuk mengenakan dulu jilbabnya, sebab ipar tidak termasuk dalam daftar mahram. None memang masih suka asal, pokoknya masih saudara dekat, menurutnya tidak mengapa.

Dengan gegas None masuk ke kamar, keluar lagi dalam beberapa detik. Auratnya sudah tertutup sempurna, kecuali kedua kaki saja. Di ruang keluarga lantai atas, dilihatnya Netty sudah menyusul duduk di sofa, menyandarkan kepala di bahu suaminya.

"Cieee, pasangan LDM lagi melepas rindu." None tak melewatkan kesempatan meledek kakak-kakaknya.

"Belum tahu dia. Nanti kalau udah jadi istrinya abang-abang oil and gas, baru deh ngerasain sendiri." Netty tak mau kalah.

"Emm..., jadi nggak, ya? None masih bingung, Kak."

None mengambil posisi di samping kakak sulungnya. Netty dan Jonhar berpandangan. Semalam mereka sudah membicarakan tentang permasalahan yang sedang mengganggu pikiran None sekarang ini.

"Ada agenda apa hari ini, Non?" tanya Jonhar.

"Nggak ada, Bang. Cuma mau beresin kamar aja, siapa tahu sebentar lagi ada penghuni tambahan." Sahutan cie cie ganti tertuju untuk None. Anak manja itu tersipu malu.

"Penghuni tambahannya kan masih bikin galau, nih. Gimana kalau kamu ikut kami aja, Non?" tawar Netty.

"Ke mana, Kak?"

"Pulang, lah. Rumah kami udah lama nggak ditengokin," sahut Netty lagi.

"Iya, Non, ikut kami aja. Nanti malam abang mau ngundang teman makan malam di rumah. Kamu bantu Anet gih nyiapin acaranya." Sekali lagi pasangan itu saling pandang.

"Eh, tapi kamu diapelin nggak, nih? Kan sebentar lagi mau dihalalin." Sambung Jonhar lagi.

"Apaan sih, Bang? Nggak jelas. Diapelin juga None tolak. Males."

"Dasar galau. Udah buruan siap-siap, gih. Kita tunggu di bawah." Netty dan Jonhar sama-sama beranjak, keduanya hendak turun.

"Siap-siap ke mana deh, Kak?"

"Ikut kami pulang, None sayaaang." Netty setengah berteriak saking gemasnya.

"Kan None belum jawab mau ikut apa nggaknya, Kak."

"Ya udah, terserah kamu aja, deh. Kami berangkat setengah delapan. Kalau mau ikut, nanti turun aja sebelum jam segitu." Jonhar menengahi. Sejoli itu lantas turun meninggalkan None. Hendak sarapan, sebab saat jam makan bersama tadi keduanya masih sibuk bermesraan.

Di kamar, None menimbang-nimbang. Dia bimbang. Bahkan cuma untuk memutuskan akan ikut kakaknya atau tidak, bisa membuat None segalau itu. Dia mematung di atas ranjang, matanya bergerak lincah menyapu sekeliling. Masih rapi, kok. Lagian..., kalaupun ada abang, kan masih sebulan ke depan. Itu juga kalau jadi. Eh, tapi....

None menghentikan pikirannya tentang jadi atau tak jadi menikah. Secepat kilat dia mengemas beberapa helai baju dan keperluan lain secukupnya. Dia memutuskan untuk ikut ke rumah kakaknya. Khawatir nanti butuh curhat saat Netty tak ada di rumah. Lagipula ada abang iparnya, dia bisa sedikit bertanya tentang lingkup pekerjaan si calon suami yang kelihatannya tak berbeda jauh dengan profesi si abang ipar.

Dari ujung tangga None mendengar Netty dan suaminya berpamitan pada ibu dan ayahnya. Teriakan None menggelegar seketika. "Kak Anet, tungguuu. None mau ikuuut."
Sekali lagi Netty dan Jonhar berpandangan, lalu keduanya tersenyum.

Letak rumah Netty cukup jauh dari rumah orang tuanya. Sepanjang perjalanan ketiganya ngobrol banyak hal tentang pekerjaan Jonhar, juga pekerjaan Eros. None memanfaatkan kesempatan dengan baik, sebab untuk bertanya sendiri pada yang bersangkutan, None khawatir tidak paham, juga malu untuk bertanya lebih lanjut.

"Abangnya None tuh di oil service company gitu, Bang. Sama nggak sih kalau sama Bang Jon?" Pertanyaan pertama None lemparkan, disebutnya pula nama perusahaan tempat Eros bekerja.

"Cieee, abang yang mana, nih? Abangmu kan cuma aku, Non." Jonhar menggoda.

"Bang, please deh. Aku lagi nggak pengen becanda." None menjawab dengan ekspresi datar. Agaknya dia memang sedang tak tertarik untuk bercanda.

"Iya deh iya, serius banget yang lagi berantem sama abangnya."

"Bang Jon, ih. Tinggal jawab pertanyaanku aja susah betul, sih."

"Iya deh iya, aku jawab. Jadi si abangmu yang menggeser kedudukan abang ini di oil service company, ya?"

"Iya, Bang. Maintenance-maintenance gitu lah pokoknya. Tapi ya nggak usah pakai nyindir menggeser kedudukan apa segala macam deh, Bang. Sensi bener." Jonhar dan Netty kompak tertawa. Yang sensi siapa, yang kesal siapa.

Jonhar mulai menjelaskan bahwa bidang pekerjaannya dan calon abangnya None terlihat sama tapi berbeda. Jonhar bekerja di oil company, perusahaan yang melakukan eksplorasi atau eksploitasi minyak dan atau gas di suatu lokasi, kemudian mengolah atau memproduksi minyak mentah tersebut menjadi minyak yang siap digunakan.

Sedangkan oil service company adalah perusahaan yang menjual jasa kepada oil company untuk mengerjakan fungsi-fungsi tertentu, misalnya mencari titik-titik sumur minyak, aktivitas pengeboran, logging, cementing, dan sebagainya.

"Kalau di oil service gitu biasanya waktu di shore-nya lebih nggak jelas lagi, Non. Kadang sampai seselesainya baru bisa turun ke darat."

"Berarti aku akan sering ditinggal sendirian di rumah gitu ya, Bang?"

"Ya mungkin kalau udah supervisor gitu sih udah nggak gitu sering ke rig, Non, cuma ya kamu tetap harus siap, sewaktu-waktu abangmu diperlukan dia harus langsung cabut ke lokasi. Tapi gajinya gede, Non. Banyakan dia daripada aku kayaknya."

"Hih, aku kan bukan cewek matre, Bang." None mencebik. "Memang kerjaannya kayak apa, Bang?"

"Ya nggak mesti juga, tergantung abangmu itu bagiannya apa."

"Abang sih katanya di fields-fields gitu, Bang. Tapi aku nggak tanya lebih, takut malu kalau nggak nyambung. Kan nggak lucu kalau aku jadi kelihatan bego." Jonhar dan Netty tertawa lagi mendengar alasan None.

"Nantilah kalau kami ada kesempatan ketemu biar abang tanya langsung ke dia, terus abang jelasin selengkap-lengkapnya ke kamu."

None manggut-manggut, menyetujui kalimat terakhir abang iparnya. Sejujurnya dia sama sekali buta tentang profesi yang berhubungan dengan migas. Yang dia tahu hanya gajinya besar. Kalau tidak, mana mungkin kakak dan abang iparnya mau bertahan untuk hidup berjauh-jauhan begitu.

Meski Jonhar dan Eros memiliki profesi yang basically berbeda, Jonhar bisa memberi penjelasan yang cukup mudah dimengerti oleh None. Gadis itu makin bimbang. Melanjutkan pernikahan berarti harus siap sewaktu-waktu ditinggalkan untuk pekerjaan, berjauhan, dan semacamnya. Apalagi mereka akan tinggal di negeri orang. Kalau seperti Netty, berjauhan juga tak terasa karena ada opsi untuk tinggal sementara di rumah orang tua.

Tapi membatalkan pernikahan sepertinya juga bukan pilihan. Dia akan memupuskan kebahagiaan orang tua, terutama ibunya. Dia pula akan menyusahkan perjalanan karir Eros karena terganjal restu mamanya. Ditambah lagi dia sudah bertemu dengan anggota keluarga Eros secara pribadi, bukan dalam aktivitas formal yang melibatkan banyak orang seperti saat keluarga Eros datang ke rumahnya dulu. None sudah merasakan sendiri penerimaan keluarga Eros yang begitu baik dan membuatnya nyaman. Eros sendiri juga selalu memperlakukannya dengan baik, walaupun orangnya terkesan agak kaku dan serius.

"Non, daripada ngelamun, kita belanja dulu, yuk. Kakak mau masak sendiri buat menjamu tamunya Abang. Nanti kamu bantu masak dan lain-lainnya, ya. Daripada galau terus, kan?" Netty memecahkan lamunan None. None geragapan, malu karena ketahuan melamun melulu. Dia buru-buru turun dan mengekori langkah kakaknya memasuki supermarket yang letaknya tak jauh lagi dari rumah kakaknya. Entah akan memasak apa, None tak bertanya, cuma mengikuti sang kakak dan membantu jika diminta.

Pun sesampainya di rumah Netty, None melakukan semua sesuai instruksi. Dia tak begitu mahir urusan dapur, tugasnya selama ini cuma mencuci piring dan mengupas atau mengiris bahan masakan sesuai perintah ibunya. Soal memasaknya dia nol besar.

Keberadaan abang iparnya membuat None harus berkali-kali menghela napas dan menahan perasaan. Kakak-kakaknya itu sering sekali mengumbar kemesraan di depannya. Tak vulgar, hanya saja romantisnya mereka bikin None jadi menghalu soal si calon abang. Iya, Abang Eros.

"Kak, None istirahat dulu ya. Capek lahir batin, nih, dari tadi disuguhin kemesraan mulu. Lagian None juga sih yang bego, udah tahu ada pasangan LDR baru ketemuan, kenapa juga tadi mutusin ikut ke sini. Ngenes aja jadi obat nyamuk," keluhnya disambut tawa Netty dan Jonhar yang membahana.

None benar-benar merasa lelah. Terutama sebab pikirannya yang sepekan terakhir ini berputar di topik itu-itu saja. Padahal dia sendiri sudah tahu, kira-kira akan seperti apa akhir ceritanya, namun tetap saja dia resah oleh ketakutan dan kekhawatiran yang dibuatnya sendiri. Dia lalu tertidur. Cukup lama, sampai dering handphone membangunkannya.

Abang Eros, begitu nama pemanggil yang tertera. Sayangnya panggilan sudah berakhir sebagai missed call.

Eros: Non, sehat kan? Hari ini belum balas pesanku lho. Kamu sibuk ya?

Ada yang berdesir di hati None. Sesuatu yang selalu terjadi setiap kali Eros menunjukkan perhatiannya.

None: Maaf, Bang. Ketiduran. Capek habis bantuin kakak.

Eros: Besok aku ke rumah ya?

None: Mau ngapain, Bang?

Eros: Kangen sama calon istri.

Tangan None mendadak tremor. Untuk pertama kali Eros menunjukkan sisi romantisnya. Mantan-mantan None dulu juga sering bilang begini, tapi entah kenapa yang ini berbeda. Sensasinya jauh lebih luar biasa. Keyakinan None akan pernikahannya dengan Eros mendadak meningkat hingga level tertinggi.

None: Gombal!

Eros: Aku telpon ya?

None belingsatan ketika panggilan yang diterima adalah panggilan video, buru-buru dia me-reject panggilan tersebut. Tak percaya diri dengan penampilannya yang masih muka bantal

None: Maaf, Bang. None baru bangun tidur. Nggak pede kalau VC.

Ditaruhnya gawai di samping bantal, None lalu pergi mandi. Maghrib tiba sebentar lagi, setelah itu dia harus membantu kakaknya menyiapkan hidangan makan malam untuk menjamu tamu mereka.

"Habis salat siap-siap ya, Non. Mukanya dibenerin gih, kusut amat." Sebuah kecupan mendarat di kening None. Netty kadang suka begitu, menunjukkan rasa sayangnya pada si adik bungsu.

"Ya gimana nggak kusut, None di sini cuma dieksploitasi suruh bantuin Kakak. Nanti Kakak nerima tamu, None dicuekin deh. Cuma pindah tidur doang ini, sih." None cemberut.

Netty terkekeh. "Udah nggak disuruh bantuin apa-apa lagi kok, Non. Udah kelar semua, Alhamdulillah. Kamu siap-siap ikut nerima tamu aja, ya. Ssstt, tamunya ganteng lho. Siapa tahu bisa mengalihkan sejenak resah gelisahmu dari mikirin si abang itu. Siapa tahu juga malah berlanjut ke jenjang pernikahan." Mata Netty berkedip-kedip jenaka.

"Nggak mau, ah. Bang Eros mau dikemanain?" None menjawab sewot.

"Duh, berarti udah nggak galau lagi, dong? Misiku mempertemukan kamu sama temannya abang gagal, dong?"

"Dang dong dang dong apaan, sih? Kak Anet nggak jelas!"

None masuk kamar untuk salat maghrib, lalu dilanjut dengan rebahan. Pesan terakhirnya untuk Eros tidak dibalas, bahkan dibaca pun belum. Keyakinannya soal pernikahan yang tadi berada di level tertinggi sekarang menguap lagi. Dasar labil.

Tok tok tok. Terdengar ketukan di pintu kamar. None mempersilakan masuk dengan berteriak, dia malas beranjak. Wajah kakaknya muncul dari celah pintu yang terbuka.

"Disuruh siap-siap malah rebahan melulu. Buruan gih, tamunya udah sampai gerbang kompleks."

"Tapi kan None nggak kenal, Kak."

"Ya seenggaknya buat kesopanan. Tadinya teman abang menolak undangan makan malam ini karena nggak mau merepotkan. Tapi kami udah bilang kalau kami nggak kerepotan karena ada kamu yang bantu nyiapin makan malam. Ya minimal kamu keluar lah buat kasih salam. Mau bablas kasih sayang juga boleh, sih."

"Edan, ih! None ini calon istri orang, Kak."

"Iya iya, calon istri orang. Ya udah, buruan ikut temuin tamunya sebentar yuk, habis itu rebahan lagi juga boleh, deh. Terserah kamu. Kakak tunggu di luar ya."

Netty pergi, None sebal setengah mati. Sudahlah disuruh membantu memasak, setelah ini akan ditinggal sendiri, eh masih dipaksa pula harus ikut menyambut tamu. Kesalnya tak terkira, tapi dia menuruti juga.

None mengenakan baju sekenanya saja. Kulot polos coklat tua, sweatshirt motif stripe berwarna coklat muda dengan jilbab warna senada. Wajahnya hanya bersentuhan dengan pelembab dan lipbalm saja. Benar-benar polos dan apa adanya.

Netty kembali mengetuk pintu. None menyempatkan diri mengecek HP-nya, kalau-kalau ada balasan dari Eros. Tapi centang dua masih bertahan di warna yang sama, yang menunjukkan kalau pesannya belum dibaca.

"Penampilan kamu seadanya banget sih, Non?" Netty geleng-geleng melihat penampilan adiknya. None berkilah bahwa dia kan cuma disuruh bersapa saja.

Keduanya menuju ruang tamu, tapi tak ada satu orang pun di situ. Dari teras terdengar percakapan, rupanya si tamu masih betah menikmati sepoi angin sambil berbincang di sana.

"Bang, tamunya diajak masuk dulu lah," panggil Netty sambil melongokkan kepala ke arah teras. None masih tetap berdiri, tak jauh dari Netty.

Netty masuk kembali diikuti Jonhar dan....

"Abang?!" Jantung None hampir lepas melihat sosok yang berada di hadapan.

Eros tak kalah kaget. Dia sudah lama tak bertemu Jonhar, sama sekali tak tahu kalau abang tingkatnya saat kuliah itu adalah kakak ipar dari calon istrinya.

Yang terjadi detik berikutnya adalah sesuatu yang tak disangka oleh mereka semua. None berlari menghampiri Eros dan memeluknya. Tangisnya tumpah di dada Eros. Lupa kalau apa yang dia lakukan semestinya belum diperbolehkan.

"Non, alun buliah macam tu." Setengah berteriak Netty mengingatkan, tapi None seperti tuli. Larut dalam kesedihan dan kerinduan yang rapat-rapat dia simpan.

"Nggak apa-apa, Net. Biarin dulu aja, biar None ngerasa lega," bisik Jonhar sembari memegang pergelangan tangan Netty, mencegah istrinya agar tak menarik None dari pelukan Eros.

Eros sendiri terlihat santai saja, mengusap-usap kepala None agar merasa tenang. Ini pelukan pertama dari seorang perempuan yang bukan siapa-siapanya, tapi tak lantas membuat Eros grogi atau semacamnya. Dia bisa menjaga respon, juga menjaga sikap.

"Non, udah lama lho meluknya. Makanya, jangan berubah pikiran ya. Kamu nyaman kan di pelukanku?" bisik Eros, setelah hampir lima menit berlalu dan None masih belum melonggarkan pelukannya.

None tersadar, lalu buru-buru melepaskan diri dan menggeser posisinya ke samping Eros. Bahunya masih terlihat naik turun. Sesekali ia menyeka mata yang belum sepenuhnya kering. Eros meraih tangan None, menggenggamnya erat.

"Kita langsung makan aja, yuk. Ngobrol di meja makan kayaknya masuk, nih." Jonhar mencairkan suasana, berempat kemudian pindah ke meja makan.

None sama sekali tak tahu kalau abang iparnya mengenal Eros cukup dekat. Satu kampus, satu fakultas, satu jurusan, bahkan satu indekos pula. Jonhar sendiri tak pernah menyangka akan bertemu kembali dengan adik tingkatnya dalam satu wadah bernama keluarga.

Ketika Netty menceritakan soal rencana pernikahan None dan menyebut nama Eros Hanafi, Jonhar berkali-kali mengajukan pertanyaan untuk meyakinkan diri bahwa Eros Hanafi yang akan menikahi adik iparnya adalah Eros Hanafi yang sama dengan yang ada dalam pikirannya.

Pertanyaan yang Jonhar ajukan pada Netty pun langsung menjurus pada orang yang tepat. Eros Hanafi yang anak teknik mesin, lulusan Bandung, tinggal di Pondok Indah, keturunan Minang, tinggi menjulang, dan segala macam ciri khas yang masih melekat dalam ingatan Jonhar. Eros tertawa mendengar penjelasan Jonhar sesaat usai mereka makan malam. Di sampingnya, None berkali-kali tersenyum sambil mencuri pandang.

Testimoni yang diberikan Jonhar menaikkan value Eros berlipat-lipat kali. Tak ada lagi keraguan dalam diri None. Eros baik, pintar, religius, sabar, dan bertanggung jawab. Itu sudah cukup bagi None. Soal pernikahan dan tradisi yang berderet banyak, sudah cukup pula negosiasi yang Eros lakukan. None malah merasa bersalah, sebab semuanya Eros yang berusaha menyelesaikan, padahal Eros sendiri masih memikirkan soal pekerjaan, perpindahan tugas, dan tak sekalipun melewatkan hari tanpa bertanya kabar serta keadaan hati None, yang itupun lebih sering tak berbalas.

"Kamu mau pulang apa mau nginap di sini, Non? Kalau mau pulang biar aku antar," tanya Eros sesaat sebelum mereka beranjak dari meja makan.

“Heh, enak aja! Ndak ndak! Mano buliah mode tu? Ndak baiak pai baduo malam-malam coiko, kalian alun halal lai. None lah mangecek kalau nyo ka lalok siko.”
(Heh, enak aja! Nggak nggak! Mana boleh seperti itu? Nggak baik pergi berdua malam-malam begini, kalian belum halal lho. None sudah bilang kalau dia mau menginap di sini)

Jonhar yang mendengar buru-buru melarang. Bukannya tak percaya pada Eros, hanya mencegah saja, sebab kekhilafan seringkali terjadi bukan hanya karena ada niat, tapi karena ada kesempatan.

"Lagian, kalau None pulang, siapa yang bantuin aku bersih-bersih coba?" Netty menimpali dengan canda.

"Iya, maaf, Bang. Aku paham. None ikut ke sini karena mau ngehindarin kalau aku datang ke rumah. Tapi kan kami udah baikan, Bang. Makanya, kupikir siapa tahu dia berubah pikiran dan nggak jadi menginap di sini." Eros memberi argumentasi.

"Mangecek di siko se awak nah, sambia tunggu Anet jo None. Biko kalau nyo lah salasai, mangecek lah apo nan ka dikecekan baduo."
(Ngobrol di sini saja kita, sambil tunggu Anet dan None. Nanti kalau dia sudah selesai, ngobrol lah apa yang mau dibicarakan berdua)

"Jadih, Bang." (Iya, Bang.)

Pada akhirnya None mengobrol berdua dengan Eros di ruang tamu rumah kakaknya. None memberanikan diri bertanya tentang pekerjaan sang calon suami, menuntaskan kekhawatiran yang muncul sejak Jonhar memberi penjelasan singkat soal pekerjaan Eros.

"Bang, nanti kalau kita udah nikah dan udah tinggal di KL, apa Abang akan sering pergi buat urusan kerjaan? Tadi saya nanya ke Bang Jon tentang pekerjaan Abang, kata Bang Jon saya harus selalu siap ditinggal sendiri di rumah karena kalau sewaktu-waktu Abang diperlukan di shore, Abang harus segera berangkat."

"Iya, tapi udah nggak sering sih, Non. Dulu aku di fields specialist untuk testing departemen, kerjanya ngetes sumur eksplorasi baik onshore maupun offshore. Itu Non, kalau udah berangkat ke rig, ya kita nggak tahu kapan pulangnya. Intinya sampai kerjaan kita selesai. Kalau sumur yang kita tes nggak ada potensi minyak, kita bisa pulang lebih cepat. Pernah juga sumur ada sedikit masalah, ya kita jadi lebih lama di sana.

"Aku juga pernah tugas offshore sebulan di laut Jepang. Baru off seminggu di Jakarta, tiba-tiba harus berangkat lagi ke Iran untuk proyek onshore di gurun pasir sana. Hampir tiga bulan, Non, dan buat komunikasi sama keluarga aja susah betul. Seringnya tiga hari sekali baru bisa telpon mama."

None menelan ludah, ekspresi wajahnya sudah tak tentu arah. Eros tersenyum. Sejak dulu dia sering membayangkan, suatu hari nanti akan ada perempuan berstatus calon istri, yang menunjukkan ekspresi penuh kegalauan saat mendengar penjelasannya tentang pekerjaan yang dia geluti. Dan detik ini, yang dia bayangkan betul-betul terjadi.

"Sekali lagi…, itu dulu, Non. Dulu. Kalau sekarang mungkin masih akan keluar-keluar juga, cuma nggak sesering dulu, insya Allah. Kamu tenang aja, kalau aku harus ke luar negeri, nanti kita jemput ibu atau mama atau Imelda buat nemenin kamu di KL. Oke?" None mengangguk ragu.

"Memangnya sekarang Abang kerjanya di apa?"

"Jadi, Non, perusahaan punya salah satu pusat maintenance terbesar untuk supporting aktivitas di seluruh dunia. Alhamdulillah aku dipercaya untuk posisi sebagai Maintenance Supervisor. Jadi aku bertanggung jawab untuk mengkoordinir semua aktivitas persiapan alat sesuai permintaan dari negara negara lain di seluruh dunia."

"Udah, Bang, saya pusing. Pokoknya Abang nggak akan sering ke luar negeri, gitu kan?"

"Emm..., ya kalau soal itu aku nggak bisa menjanjikan juga sih, Non. Tapi aku janji, aku akan selalu berusaha jagain kamu, sekalipun aku sedang jauh dari kamu."

Hati None serasa meleleh. Dia luluh, sebab sudah lelah. Lelah dengan drama yang dia buat dan lakoni sendiri.

"So, kamu jangan berubah pikiran ya, Non."

"Eh, maaf, Bang. Tapi saya tetap berubah pikiran." Wajah Eros meredup mendengar jawaban None.

"Kan kemarin saya mengajukan pengunduran diri. Sekarang saya berubah pikiran, saya mengajukan diri lagi. Masih boleh kan, Bang?"

Wajah Eros kembali bercahaya. Hanya wajah saja, gesturenya masih tetap tenang seperti semula.

"Non...."

"Iya, Bang?"

"Thank you. Sudah kasih kesempatan lagi untuk aku."

***

Catatan:
- Rig pengeboran minyak (sering disebut rig saja): suatu struktur yang menampung peralatan-peralatan untuk keperluan eksplorasi minyak dari bawah permukaan bumi
- Offshore: jika rig-nya terletak di lepas pantai atau di wilayah perairan
- Onshore: jika rig-nya terletak di wilayah darat, seperti di padang pasir, hutan, pantai, dan sebagainya

***

Lah, ternyata kencan butanya sama Eros sendiri. Wkwk....

3350 kata nih. Panjang banget kan yaa. Semoga teman-teman suka.

Harusnya update Selasa nih, tapi karena kemarin aku ada keperluan di kota sebelah dan di sana sampai malam banget, jadi nggak kekejar mau edit dan post part ini.

Baiklah, sampai di sini dulu ya. See you hari Selasa depan. InsyaAllah.

Thank you :)

Semarang, 15022023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro