8. 15 Hilang
Terinspirasi dari Manusia Kursi, original karya Edogawa Ranpo.
###
Tidak boleh ada yang tertawa di kelas matematika. Pak Jarno, berbeda dengan arti namanya, jelas-jelas dedikatif dan profesional dalam mengajar materi. Banyak yang paham sekarang, bahwa tidak semua orang bisa berbaikan dengan x, y, z, dan setidaknya Y tahu itu semua adalah kelemahannya.
"Bab ini saja kamu tidak paham?" Maaf. "Percuma saya kasih kelas tambahan kalau begini." Maaf, sungguh.
Spidol di tangan Y tidak bisa menuliskan jawaban soal latihan pada papan tulis. Dengan terpaksa, Pak Jarno mengeluarkan kartu as dari saku, secara harfiah, kepada laki-laki yang menunduk itu.
Di saat ulangan diadakan pada hari lain, ditandai perubahan seragam dan perbedaan warna langit, semua serius mengerjakan, tidak seorang pun menyontek, malah para siswa lancar menjawab serasa otak encer. Seusai dikumpulkan dan dikoreksi guru, Y maju menerima hasil, lalu duduk, kemudian bermuka masam, mata terasa pedih memandang. Nilai sempurna dari kertas diremas-remas. Dia ingat apa yang Pak Jarno keluarkan saat itu. Sebuah metronom.
Ketika suasana berganti, kelas VIII-G bertambah bangku di barisan belakang. Bel istirahat berbunyi. Andi baru saja selesai mencatat ulang materi di buku ketika Y mendatangi mejanya.
"Hei, murid baru! Bantu aku mengembalikan buku paket ini ke perpus!"
Sejak kapan tumpukan buku paket itu ada di mejanya?
"Oke!" jawabnya relaks, berdiri dan membawa tumpukan sisa.
Andi dan Y pun beriringan menyusuri koridor. Biasanya jika dua laki-laki berkeliaran di luar kelas akan kena curiga guru, tetapi buku paket adalah alibi yang sempurna.
"Ah, aku malas tiap mapel PAI selalu disuruh pinjam buku paket ke perpus terus dikembalikan lagi," keluh Y, ogah-ogahan menenteng buku-buku paket setinggi dada. Lagi pula, mengapa hari ini jadwalnya?
Andi menyeringai dan menoleh. "Justru bagus karena saat seperti ini kita bisa berduaan saja!"
"Tolong jangan bikin merinding," ujar Y ketus.
"Oke, oke."
Keduanya pun berbelok dan terus melangkah. Sepanjang perjalanan, yang entah bagaimana jauh lebih panjang dari biasanya, Andi tak henti bercerita tentang hal-hal acak.
Mengenai dia yang diajari Eks si ketua kelas untuk menerapkan Teori Y, sedangkan Beta si wakil ketua telah dahulu menggunakan Teori X saat menjalankan organisasi. Atau ketika dia diberi tahu Oreo bahwa suara angsa jauh lebih bagus daripada burung kicau. Atau juga saat Jell menyukai kelinci cokelat dan menunjukkan foto-fotonya.
"Kau ini seperti manusia ember saja. Apa saja diceritakan."
"Ya, sebenarnya saat aku kecil, anak-anak tetangga pada takut dengan rambut pirangku karena mirip preman, terus Papa menyuruh kepalaku dipakaikan ember saja untuk menutupi rambutku, supaya aku bisa main," ujar Andi, tersenyum dan menoleh sesaat cerita.
"Entah mengapa aku menyesal mengatai."
Keduanya sampai di gedung perpustakaan, satu blok dengan koperasi dan tempat fotokopi. Sebelum masuk, sepatu dilepas dahulu, menampakkan kaus kaki almamater. Y mengundang Andi yang terkesima akan koleksi buku-buku di sana, karena tujuan mereka datang untuk mengembalikan buku paket PAI, bukan meminjam ensiklopedia atau novel terjemahan apa pun. Lagi pula, Y tahu Andi belum memiliki kartu anggota perpustakaan—dan baru dibuatkan minggu depan ketika stok plastik tiba.
Sementara petugas perpustakaan sekolah memeriksa pinjaman kelas mereka, Andi mengajak mengobrol Y. Keduanya melipat lengan di atas meja konter.
"Hei, Y, lihat ini!" tunjuk si pirang.
"Apa?"
Ekor mata Y mengikuti arah telunjuk rekan sekelasnya, pada selembar kertas buram panjang berisikan daftar nama.
Y mengenyitkan alis. "Ada apa dengan daftar presensi ini?"
"Bukankah menarik?"
"Menarik? Apanya yang menarik?" Y mencermati tulisan di kertas tersebut. Di atas tertera identitas kelasnya, kemudian ada total 18 siswa, dengan 8 laki-laki dan 9 perempuan.
Y melirik Andi, lalu melihat daftar presensi kelas. Tidak ada keterangan L atau P di samping namanya. Gender AC-DC. Nonbiner.
"Itu maksudmu?"
Andi tertawa lepas, entah karena malu atau pengalihan. "Bukan, bukan. Ini, lihatlah ini. Ada nama-nama yang dicoret, kan?"
"Dicoret? Tidak ada garis hitam atau apa pun itu."
"Dicoret putih."
Y baru paham, bibir membulat. "Itu 'kan memang sengaja diberi jarak?"
"Oh? Lalu apa maksud dari angka-angka absen yang hilang ini?"
Dia kembali memperhatikan daftar presensi, mengikuti telunjuk yang berputar-putar naik turun. 'Benar juga.'
"Dari sepenglihatku, ada 15 nama yang hilang di sini. Bukankah kau penasaran apa maksudnya?"
"Dari tadi apa yang mau kau katakan?" Y menatap terheran.
Andi tersenyum miring, manik mata keemasannya mengilat. Seolah kata yang akan keluar dari mulut merupakan hal di luar nalar. "Mari aku perjelas di sini. Alasan 15 orang tidak ada: pembunuhan berantai."
Pada saat itu diadakan rapat kelas dadakan yang dihadiri kurang dari separuh anggota. Ketua, sang Alpha-Astro, laki-laki jagur berkacamata bingkai kotak yang besar tubuhnya tidak sebanding dengan umur, menggebrak meja sampai buku dan alat tulis bergetar. Hadirin lainnya merupakan wajah-wajah yang memiliki keunikan kepribadian serta penampilan, tentu saja, masing-masing mengenakan pin berbentuk angka berbeda. Ketua mensyaratkan pada rapat kali ini semua orang harus punya personalitas.
Maka dari itu Astro-Alpha membagikan daftar presensi baru yang selesai dicetak beberapa detik lalu, buktinya masih terasa hangat dan terlihat sedikit bekas kemerahan di kertas buramnya.
"Kenapa nama Nine di antara Nougat dan Oreo? Jadinya 'kan terbalik," kata perempuan berkalung tengkorak, Nina.
Demi mencegah kesalahpahaman, si pemilik nama pun angkat suara, "Bukan, bukan, itu salah ketik. Harusnya Nyne, bukan Nine. Makanya nomor absennya begitu."
"Kembali ke topik." Semua pun serius.
Mereka membahas mengenai insiden pagi tadi. Tiga siswi yang dikatakan hendak keluar kelas guna ke toilet, menghilang dan tidak diketahui lagi keberadaannya setelah izin kepada guru. Banyak yang bilang tiga siswi itu bolos sekolah, tetapi tidak ditemukan di warung bakso, tempat menongkrong, apalagi rumah. Dihubungi nomornya pun tak ada yang membalas, dicari satu sekolahan tak ketemu. Untuk sementara status ketiganya masuk ke DPO.
Saat Ketua menanyakan kemajuan pencarian, beberapa remaja berlari masuk amat panik. Kabar baru, dua rekan sekelas hilang lagi. Orang-orang di ruangan kelas berseru kaget. Katanya, dua rekan itu, laki-laki dan perempuan, hendak indehoi di alun-alun acara malam Ahad nanti, tetapi tengah hari ketika anak kencan buta lain memastikan kehadiran, tidak ada balasan.
Hampir sore, orang menghilang bertambah. Kali ini anggota ekskul melukis. Sebelum mahakarya orang teriaknya selesai, tercetak satu coretan merah panjang, palet dengan cat aneka warna basah tergeletak, kuas tanggung bergulir. Investigasi pun dilakukan anggota rapat. Astro-Alpha menitah olah TKP dilakukan dengan cermat, hanya yang berpengalaman yang boleh masuk ruang seni.
Saat Nina duduk di kursi untuk mengamati lukisan secara teliti, dalam satu kedipan mata dia menghilang. Orang-orang kebingungan. Perempuan berambut mirip ekor ayam memekik, menunjuk jejak eretan di lantai, debu bercampur cairan merah pekat. Kini sepatu mereka basah. Berlarian tanpa arah mencari Nina, jejak-jejak alas kaki tercetak di mana-mana, tetapi hanya kalung tengkorak yang ketemu mengantung pada mulut talang lantai dua di atas ruang lukis.
Teror pun terjadi. Ketakutan untuk duduk membuat para remaja berdiri terus. Namun, ada yang tidak kuat saking gemetar lutut, jadi dia pikir jongkok tak apa. Sekali kejap, perempuan boncel menghilang di balik semak. Padahal ada beberapa perempuan yang bersamanya, mengaku tidak sempat melihat pelaku.
Astro-Alpha menyuruh orang tersisa menghubungi kawan-kawan. Yang sudah di rumah membalas keadaan selamat, tetapi mereka bingung mengapa disuruh tidak duduk dan jangan ke sekolah dahulu. Sang Ketua mengertakkan gigi, menatap tajam. Siapa yang tega berbuat keji?
Lantas sebuah petunjuk ditemukan tak sengaja. Astro-Alpha melihat sesuatu mengilat di kandang bebek bebas milik sekolah. Di antara bebek-bebek yang meleter, ada sebuah kertas teka-teki. Kurang lebih isinya: "bebek tanpa b artinya?".
Dia anggap candaan ini berlebihan, tetapi yakin dari pelaku sebab adanya tanda tangan di bawah. Orang-orang pun dicurigai. Mulai dari anggota rapat yang tersisa, siswa kelas lain, guru yang memiliki dendam tertentu. Bahkan ada yang bilang ini ulah dari santet yang dikenai di kelas mereka!
Ketika teror memuncak dan banyak yang putus asa, pasrah, menyerah hidup. Bahkan Astro-Alpha bersiap menaikkan kaki ke jendela ruangan lantai atas yang terbuka. Nyne berhasil menemukan potret pelaku, meski berkas buram.
"Ini foto pelakunya!" Sebuah kursi kosong.
Suara berdecit. Di ruangan kelas itu, sebuah kursi kayu tua penuh coretan muncul di antara orang-orang putus asa.
"Apa yang dilakukan kursi itu di sini?" pekik mereka.
"Kita semua dikutuk!" balas yang lain.
Semua pun menggelap.
15 April 20xx, lima belas siswa VII-G SMP Piji dikabarkan menghilang di hari yang sama.
THE END.
Y tercengang bukan main. Mulut menganga, kelopak mata bergetar, jari-jari tangan ketakutan, pundak menegang. Gigi mengerit hendak berkata, tetapi kemudian wajahnya kalem dan membuang muka.
"Mana mungkin aku percaya cerita begitu?"
Terbalaskan senyum lebar dengan mata terpejam. "Kan?"
###
Klaten, 13 April 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro