2. Pengondisian Klasik (sesudah) bag. 1
Kerumunan siswa berseragam putih biru hanya bisa termenung tak tahu harus melakukan apa. Tatapan ngeri mereka mengarah pada pria yang terbelenggu di brankar.
Seseorang memprotes kepada Eks karena katanya mereka hendak merayakan tiga bulan ternak bebek di sana, tetapi yang ditanyai justru bingung. "Iya, tapi kenapa Pak Pete di sini? Apa yang terjadi? Siapa yang mengikatnya? Kita harus apa?"
Seseorang memekik, "Ah, lihat Bapak!"
Pak Pete mengerang, tubuhnya menggeliat bersamaan siku dan paha yang meronta. Eks bersama beberapa orang bergegas lari menghampiri. Dia cermati dengan panik. Pria yang masih memakai baju khaki dan sepatu pantofel itu terikat pada posisi berdiri. Rantai logam yang gemerencing secara liar melilit kaki yang pendek, membelit perut sintal hingga menggelambir, memutar tak rapi sampai leher. Yang rumit ialah pergelangan tangan diborgol serta betis dikunci rantai kangkang.
Pada kepalanya terdapat helm kerangka kawat seperti pasien periksa ke dokter gigi. Bedanya yang ini ada pisau tajam dan bilah-bilah logam tipis mengarah ke muka. Mulut Pak Pete ingin teriak, tetapi diplester, pandangan pula terhalang kain penutup mata.
"Apa yang kalian lakukan? Cepat cari kuncinya!"
Zet berang melihat rekan sekelas hanya membeku di tempat. Beberapa lekas berbebar menuju kerumunan bebek dewasa yang santai-santai mencari makan, tetapi langsung berhamburan. Para remaja bingung dan mempertanyakan apa yang harus dilakukan. Disuruh cari kunci dalam lambung pun tak ada petunjuk yang mana satu bebek dimaksud.
Sementara Eks masih syok, napas tersengal-sengal mematung di dekat si guru yang kesusahan. Zet meremas pundaknya dan membalik tubuh, menatap lekat laki-laki jangkung yang gemetar itu. Iris biru gelap bertemu iris batu delima.
"Eks, tenang. Oke? Sekarang bukan saatnya panik. Dinginkan kepalamu dan cari cara untuk menyelamatkan Pak Pete!"
Si laki-laki berambut biru mengangguk gugup, kelopak matanya bergetar. Dia menelan ludah, mengusap peluh di dahi dengan punggung tangan, peluh di lengan terhadap baju seragam.
Lalu di sisi lain para remaja mulai berpikir acak. Di saat panik menguasai seperti ini adalah momen tepat untuk hilang akal.
"Ada yang bisa melepas rantainya? Masa harus dengan kunci? 'Kunci' itu kunci apa? Kunci inggris, hah?"
"Bebek yang menelan kunci pasti yang tersedak! Lihat yang kejang-kejang!"
"Bagaimana kalau memanggil bantuan untuk melepas Pak Pete? Ada yang sudah menelepon polisi?"
Bising memekakkan telinga, orang-orang bergidik dan sebagian menangkupkan tangan ke samping kepala.
Megafon yang awalnya senyap kembali berbunyi, "Tidak boleh ada yang pergi dari kandang bebek dan tidak boleh memanggil bantuan dari luar. Diulangi sekali lagi, kunci untuk melepas rantai ada di dalam lambung salah satu bebek. Waktu kalian tiga puluh menit untuk mencarinya. Jika gagal, guru kalian akan mati."
Para remaja sontak terbelalak tak percaya.
"Tiga puluh menit? Itu gila!"
"Bagaimana yang harus kami lakukan? Kami masih remaja!"
"Ya, seharusnya masalah ini diserahkan ke orang dewasa!"
"Tunggu, kepada siapa kalian berbicara?"
"Apa-apaan yang sebenarnya diinginkannya?"
Kepanikan menguasai tiap-tiap siswa.
"Semuanya, tenang!" Zet berteriak, menyuruh semua orang untuk berpikir. Bersama-sama, menemukan jalan keluar untuk menyelamatkan Pak Pete. Eks sudah agak lega, menimpali dengan tujuan sama. Menyuruh teman-temannya berhenti meracau atau berlarian tidak jelas.
Sementara itu, di antara histeria, ialah Y dengan ekspresi hampa. Otak serasa korsleting, tak menemukan benang merah. Bagaimana bisa terjadi? Siapa yang melakukan hal sekeji itu?
Seingatnya dia dan rekan sekelas hanya ingin beternak bebek. Mengira hari akan berjalan biasa. Namun, nyatanya situasi berubah genting dan mencekam.
Ketika kulit jari mulai berdarah karena pelukaan diri, dia sadar atas desakan dua kawannya, meminta Y untuk mengontrol psikologis serta fisiologis.
Kedua bahu diguncang menerus, pipi disambar keras. "Sadarlah! Ini tidak seperti dirimu yang biasanya!" Zet berseru sungguh-sungguh.
Sensibilitasnya ditarik ke alam nyata, Y membuka mata dan bergidik, terjaga akan situasi sekarang.
Mereka saling angguk. Y sudah paham. Zet bermimik serius.
"Gunakan kepalamu. Walau kau bodoh hitungan, tapi kau sangat bagus dalam memecahkan teka-teki. Lakukanlah, cari di mana kunci itu. Bukankah selama ini kau selalu menyelamatkan kelas kita?"
Y pun yakin akan ucapan itu, hati mantap. "Kau benar. Aku harus mencari di mana kuncinya. Terima kasih, Zet!"
Laki-laki beriris cokelat memfokuskan penglihatan, konsentrasi penuh. Mulai berpikir untuk menghentikan histeria. Solusi guna menyelesaikan kekacauan ini.
Dimulai dari jumlah siswa. Kelasnya terdiri atas sembilan perempuan dan delapan laki-laki. Berarti tujuh belas bebek total, satu dari mereka adalah target yang harus dicari. Beruntung keamanan kandang sempurna sehingga tidak mungkin seekor hilang kabur atau dicuri.
Pertama-tama, "Tangkap semua bebeknya! Semua orang bergerak!"
"Dengar semua? Ayo, tangkap!"
Perintah Y diperkuat Eks dan Zet, menggema ke semua kepala siswa. Mereka tunggang-langgang menangkap bebek besar paling dekat. Leher panjang dicekak, sayap dan ekor dicekal, perut dada dirangkul serta kedua tungkai dikunci.
Hampir semuanya sudah mencengkeram, satu sampai tiga ekor bebek yang acak. Remaja yang tidak berhasil tangkap menatap risau.
Y tampak serius berpikir, menempelkan jari ke dagu. Dia teringat perkataan salah satu rekan beberapa waktu silam.
Bebek yang menelan kunci bakal tersedak. Jika diguncangkan tubuhnya sampai kadar tertentu, akankah bebek itu memuntahkannya?
"Coba goyang tubuh bebek kalian sampai pusing, mungkin nanti bebek yang kita cari bakal mengeluarkan kuncinya!"
Maka mereka mulai menggoyang kuat-kuat. Yang memegang dua ekor tampak kewalahan, jadi dibantu. Namun, lama masa berlalu tidak kunjung ada bebek yang mual atau kejang-kejang. Y menyuruh stop saat itu juga. Karena malah terlihat serupa menyiksa binatang.
Lalu Y mendapat petunjuk lain. Ini pernah dikatakan saat pengarahan awal. Bebek di kelas mereka dibagi menjadi dua macam, petelur dan pedaging. Rasanya tak ada salahnya menyembelih bebek pedaging karena memang tujuan diternak demikian.
"Teman-teman, siapa di sini yang ada pengalaman menyembelih ayam? Karena semua bebek pedaging akan disembelih. Tidak ada yang protes, kan?"
Rekan sekelasnya menatap nanar, tetapi kemudian setuju. Y meminta yang bertangan kosong bergegas masuk gudang bangunan. Mereka bergerak cepat.
Setelah terlaksana, terbawa keluar tumpukan ember dan baskom, lalu di salah satu wadah tampak beberapa benda panjang bertangkai yang sebagian dibungkus koran. Saat dilucut, tersibak pisau-pisau daging tajam, mengilat oleh sinar matahari sore.
Itu membuat para perempuan menatap ngeri. Namun, Y telah memutuskan. Dia menghampirinya, menghunus pisau daging dan memandang rekan sekelas.
"Sekarang kita akan menyembelih. Lakukan dengan cepat supaya bisa dibuka perutnya ...."
###
Klaten, 6 April 2022
Segini dulu karena penulisnya lagi gak enak badan... tidur 7 jam dari pagi sampai siang, helep—
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro