15. Kutukan dalam Sains bag. 3
Laung kesakitan dan ngilu memenuhi ruangan. Y tak kuasa menyaksikan kawannya memenggal tangan sendiri. Dia lekas menghampirinya, membalut bagian yang terpotong dengan waslap. Alhasil merah menyebar pada permukaan.
"Apa kau sudah gila?" Y berseru gusar saat menekan pendarahan. "Hei, ambilkan ember dan air!"
Tidak ada yang bergerak. Malah seorang perempuan memungut potongan, "Yei, dapat tangan!" Lalu lari ke bagian kompor dan mencemplungkan ke panci. Sementara Eks tahu-tahu sudah tenang, tubuhnya relaks, berkata bahwa tidak apa-apa.
Y tentu berang, berteriak memarahinya. Guru yang merangkap kepala juru masak muncul di muka, dengan tegas dia tidak menerima keributan. Y menanyakan ketidakadilan sikap guru kepada siswa, tetapi kepala juru masak berdalih Eks sukarela sehingga tidak ada masalah. Y makin naik pitam.
"Kalian bukanlah manusia!"
Kepala juru masak tersenyum mengejek. "Saat-saat seperti ini tidak ada gunanya menanyakan kemanusiaan."
Di tengah perdebatan, mereka dibuat terkejut ketika pintu dibanting sampai jebol. Daun menghantam lantai, serpihan kayu berceceran. Y pun terlonjak lalu menoleh.
Terdengar seruan mirip suara buatan, "Ranger Bebek datang!"
Apakah?
Sesosok aneh berkostum nyentrik muncul di ambang. Dia berperawakan kurus langsing, mungkin masih remaja sebaya. Baju monyet berwarna putih kebiruan membungkus, terbuat dari kain yang fleksibel, kuat, dan ketat menampilkan lekuk tubuh. Tangan dibalut sarung hitam, kaki beralas sepatu kets bercorak senada. Kepalanya mengenakan tudung yang membungkus rambut, masker menutup mulut dan hidung, laksana topeng. Sepasang manik mata keemasan mengilat di balik kacamata debu.
Orang aneh itu berpose menyerupai sentadu, badan merendah, kaki melebar dengan lutut menekuk, kepala mendongak dan memandang awas. Kedua lengan menyilang di depan dada seolah membentuk pedang.
Dia melirik sekeliling, menganalisis situasi. "Jadi ini yang dilakukan sekolah? Hm?"
"Siapa kau?" Kepala juru masak geram.
Lalu dibalas senyum menantang. "Aku adalah Ranger Bebek! Pembasmi kejahatan, pembela keadilan! Aku datang untuk memberi hukuman kepada orang-orang yang menyimpang di dunia ini!" katanya, dengan suara buatan.
Sosok yang memperkenalkan diri sebagai Ranger Bebek itu berdiri tegak. Dia membulatkan mulut dan menepukkan kepalan tangan ke telapak lainnya.
"Ho! Aku mengerti sekarang. Kalian begitu putus asa mencari bulu bebek yang asli. Aku pun juga sedang mencari pelaku yang sama!"
Banyak yang tidak paham maksud perkataan maupun gelagatnya, tetapi Ranger Bebek tak peduli. Karena dia sadar siapa yang paling tahu di sini.
"Hei ... ! Y! Kamu tau sesuatu, bukan? Katakanlah ... !"
Y yang disebut sontak bingung. "Eh?" Dia menoleh semacam orang bodoh. "Eh ... ?" Bahu bergidik seiring merasa malu.
Di lain sisi, kepala juru masak tak ingin buang waktu, dia segera memberi perintah menangkap si orang aneh. Beberapa perempuan bongsor mengepung Ranger Bebek, cepat-cepat membekuknya. Yang dibekuk tentu memberontak, tetapi lengan dicekal dan kepala dicengkeram membuat kalah. Di situlah kemudian kepala juru masak memaksa para pembekuk membuka topeng si aneh.
"Tunggu! Kalian tidak mengerti! Pelakunya sangat mengerikan dan sangat jahat! Dia berkata bahwa sains adalah kutukan—nuklir, perang, dan senjata biologis, itu karena sains diciptakan, katanya! Dia sangatlah berbahaya—"
"Hentikan omong kosongmu, anak lacur!" Kepala juru masak berang, dia mendekatinya, tangan terulur menarik kepala Ranger Bebek. "Sekarang mari buka topengnya untuk menguak identitas di balik orang aneh ini!"
Y termasuk orang kesekian yang turut penasaran. Dari perawakan Ranger Bebek yang mirip remaja sebaya dan suara buatan robot itu, dia masih sulit menerka. Namun, ketika tudung kostum dilepas paksa, kacamata terjatuh, masker tertarik, tampaklah bahwa itu merupa wajah perempuan nan cantik. Sorot mata dan ekspresi tak berdosa, kulit putih pucat, rambut pirang panjang yang mengembang lalu tertarik gravitasi.
"Andini ... ?"
Terlepas dari interupsi keonaran, kegiatan masak-memasak tetap berlanjut. Banyak sayur yang disiapkan, barangkali ini akan jadi sop. Kubis-kubis besar seukuran bola sepak, sawi dengan daun-daun lebar, kentang dan wortel ukuran jumbo, bawang bombai, brokoli serta bumkol merupa pohon mini. Tak lupa bumbu pula rempah-rempah disediakan. Hasil dari kekayaaan alam di negeri tropis sendiri. Para siswi tertawa lepas, bersenda gurau di sela tangan yang telaten bekerja. Membuat sop, ternyata juga ada gulai, entah kejutan apa lagi di menu, mengaduk-aduk panci, menggongseng di wajan penggorengan, membakar dan mengipasi satai.
Y dan Andini hanya bisa mendengar itu semua dari ruangan tertutup. Tangan mereka dipasung, sebabnya. "Kenapa orang ini diam terus, padahal saat bermain kostum tadi sangat bersemangat?"
Tatkala masa makan bersama tiba, para siswi ramai-ramai memasuki kantin nan luas. Banyak meja dengan bangku-bangku yang berjajar sepanjang teras. Y dan Andini disuruh ikut menikmati menu masakan, duduk di kursi dan berbaur, tentu kaki mereka dipasung, lengan kiri dirantai. Y bisa melihat dua kawannya tak acuh asyik melahap bakso daging manusia di meja seberang. Eks tangannya sudah ditangani, dia tertawa karena perban yang tebal.
Sementara Y dan Andini menghadapi semangkuk cairan merah nan kental, dituang dari semacam botol kecap. Itu darah. Y menyendok sedikit dan rautnya kecut. Berikutnya sepiring lidah-lidah dan bola mata, agak sulit dipotong dengan pisau, maka ditusuk garpu dan digigit. Untuk bola mata dilahap sekaligus dan ditelan, atau dikunyah hingga meleleh cairan lembek. Menu ketiga adalah kulit wajah, terlihat lemas, saat dimakan sedikit kenyal, tetapi mudah dilahap. Hidangan utama ialah tengkorak dengan isi otak serta daging menempel. Perlu usaha lebih untuk melubangi ubun-ubun lalu mengisap cairan lumut.
Mereka menangis, sesengguk-sengguk berkata, "Ini enak, ini enak ...." sambil menyedot ingus, air mata yang mengalir diusap dengan tisu. Menu enak-enak lainnya diberikan dan keduanya mengicip satu per satu. Semua dimakan di akhir.
Y meletakkan sendok di mangkuk sop. Bibirnya berlepotan antara makanan dan muntahan. Dia terdiam, wajah menunduk. Andini yang ikut kewalahan terheran memandangnya.
Di ruang makan itu, semua orang keracunan. Mereka menggeliat kesakitan, muntah-muntah darah dan mimisan, mata memerah dan meletup, kulit membengkak dan bentol-bentol, wajah dipenuhi ruam merah.
Y memegang botol berisi sayap bebek yang asli. Dengan raut menggelap penuh teka-teki, mata memicing, bibir membentuk antara senyum dan kesedihan. Di situlah dia ingin mengobrol bersama Andini.
"Hei."
Andini menoleh.
"Pelakunya Ugly Duckling."
"Iyup."
Sejumlah petugas berbaju hazmat memberondong masuk, ada tabung di punggung terhubung selang ke pistol di genggaman. Dari mulurnya menyemburkan api yang lidahnya menjilat-jilat ke mana-mana. Kepada tubuh mudah terbakar yang kebiruan kini berubah semerah jago api, mereka menggeliat menjadi melepuh dan penuh luka hitam.
Bangunan sekolah terbakar. Orang-orang di luar menonton, beberapa merekam. Terlihat api menyembur, dari atap membentuk sepasang sayap lebar, kepala berleher panjang, dan tubuh berekor. Bunyi barang-barang hancur, letusan, bercampur teriakan seketika menjelma suara angsa nan memukau semua orang.
"Indahnya ... !"
Warna jingga bersama merah putih gelap, cahaya teramat kuat lagi silau tak mampu mengalihkan seluruh tatapan mata.
Tamat.
Berakhirnya Y sebagai kebangkitan.
###
Klaten, 20 April 2022
Aku gtw kenapa bikin kanibal help
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro