14. Kutukan dalam Sains bag. 2
"Kau! Apa kau yang membunuh bebek-bebek ini?"
Y berseru geram. Perempuan berambut pirang yang berjarak beberapa meter darinya menggeleng dengan ekspresi datar. Y tak percaya dan berjalan mendekat. Dia yakin gunting berlumur darah di genggaman perempuan itu pasti ada kaitan dengan tumpukan bangkai unggas yang mengenaskan, banyak luka terpotong serta bekas tikam.
Perempuan beriris keemasan masih terdiam. Dia lirik sebentar gunting, lalu kembali memandang datar. "Tidak, ini karena aku gunakan untuk membuka kaleng cat, tapi karena aku ceroboh, jadi isi catnya keluar. Tadi aku mendengar teriakan dan aku buru-buru menuju tempat ini tanpa memperkirakannya."
Dia kemudian menunduk.
"Maaf."
Alis Y berkerut, masih belum puas dengan penjelasannya. Kemudian datang Eks dan Zet yang setengah berlari, terkejut atas pemandangan yang disaksikan. Mereka bertanya apa yang terjadi dan siapa yang melakukan. Y menjawab bahwa dia belum tahu, tetapi perempuan di depan sangat mencurigakan.
"Tunggu, tunggu, sebagai sesama perempuan satu angkatan, sebaiknya kita jangan bertengkar." Eks sebagai yang tampak rasional mencoba melerai, dia melihat pangkat dua di lengan kirinya.
Y masih bermuka masam, mengerling perempuan di hadapan. Lalu dia berdecak sambil menyugar anak rambut panjangnya. "Baiklah."
Eks merasa lega karena kawannya bisa relaks. Dia pun bertanya ke si yang dicurigai, "Siapa namamu? Kau anak dari kelas mana? Dan, apa yang kau lakukan di sini?"
Lawan bicara mematung dahulu, entah memikirkan apa, lalu balas menatap. "Aku Andini, anggota ekskul lukis," jawabnya singkat.
Baru ingin bertanya lebih lanjut, tahu-tahu bel sekolah berbunyi. Para guru berdatangan, menyuruh semua siswi menuju kelas. Katanya petugas kebersihan yang akan mengurus bangkai-bangkai bebek di halaman, lagi pula remaja hawa hanya akan merasa jijik. Mau tak mau, persoalan ini diserahkan kepada orang dewasa di sekolah khusus perempuan tersebut. Sebelum menyusul dua kawannya ke kelas, Y sempat melihat perempuan pirang tadi dihampiri seorang guru dan dibawa ke suatu ruangan.
Selama kegiatan belajar-mengajar, Y sulit berkonsentrasi karena masih terpikirkan insiden pagi ini. Rekan sekelasnya pun sama, terlebih ketika beberapa orang di luar berteriak dan hilir mudik. Saat istirahat tiba, Y penasaran menuju halaman sekolah, tetapi sudah tidak ada bangkai unggas di sana. Sejumlah petugas memegang selang yang memancurkan air bersih, mengalirkan bekas darah serta ceceran daging ke selokan. Perempuan itu pun balik kelas seraya menghela napas, merasa kecewa.
Peristiwa singkat pagi itu mereka cipta rumor terbaru keesokan harinya. Y pertama kali dengar dari Zet, Zet pertama kali tahu dari Eks, tetapi Eks tidak pertama kali dapat dari A, melainkan dari ratu gosip kelas. Ialah perempuan yang memegang gelar tersebut selama dua tahun, Lollipop. Seperti nama, segala informasi melekat di telinga bagaikan dilapisi jaringan lengket.
Jadi, kurang lebih rumor itu mengatakan bahwa matinya bebek-bebek peliharaan disebabkan bulu-bulu angsa tercampur bulu bebek—bukan tanpa alasan, bulu unggas dikatakan bagus sebagai suplemen, tetapi jika dioplos sembarangan dapat berubah racun. Sekarang pihak sekolah benar-benar kebingungan mencari bulu bebek yang asli, bahkan kepolisian turut turun ke lapangan guna menangani kasus ini.
"Racun? Bukannya bebek-bebeknya dimutilasi?" tanya Y. Dia, Eks, dan Zet menemui si Ratu Gosip untuk mengonfirmasi rumor tersebut.
"Setelah diracun baru dimutilasi."
Y membulatkan mulut, angguk-angguk. "Ngomong-ngomong, Lollipop, kenapa dengan tanganmu?"
Y melirik tangan kiri si Ratu Gosip yang dibalut perban, dari pergelangan, memutar ke sebagian punggung tangan, sampai satu ruas tiga jari terpendek.
"Oh, ini kudapat saat bekerja sebagai ratu gosip, tahu lah risiko di lapangan, bukan seberapa." Lollipop mengibas udara seolah membenarkan ucapannya.
Hal itu lantas menimbulkan rasa takjub pada ketiga pendengar. "Benar-benar profesionalitas ...."
Malamnya, dikabarkan terjadi bunuh diri massal. Puluhan orang terjun dari atap gedung tinggi di dekat SMP Piji Perempuan. Masing-masing korban membawa bangkai bebek yang entah bagaimana bisa dicuri.
Akan tetapi, begitu pagi tiba, tidak ada yang membahasnya di sekolah. Kegiatan belajar-mengajar masih berlanjut sebagaimana biasa. Karena yang tewas adalah orang-orang tidak penting—kalaupun ada siswi di antaranya itu juga siswi tidak penting—bukan guru maupun pejabat, sehingga sekolah masih bisa berjalan. Y memandang ke luar jendela, memang benar kelasnya berlangsung lancar.
Beberapa hari berlalu laksana insiden kematian bebek dan bunuh diri massal tak pernah terjadi. Hari itu segenap warga sekolah bersukacita. Y melenggang laksana penari latar sepanjang perjalanan. Siswi lain yang memandang heran tak dia hiraukan. Dia berpapasan dengan Eks dan Zet, yang juga bertanya-tanya, tetapi Y hanya mesem manis seraya mengedip mata.
Barulah sesampai kelas, dia bilang tidak sabar untuk makan besar. "Aku rela tidak makan semalaman!" Y berujar seakan tidak ada beban.
"Benar juga. Ini hari ulang tahun sekolah, kan," timpal Eks. Zet ikut mengiakan.
"Tapi sebelum itu, tentu harus bantu masak-masak."
"Kau dapat bagian apa?"
"Aku dapat bagian dapur, kalau kalian?" Y menoleh ke Eks dan Zet.
Dua perempuan itu tersenyum sebagai isyarat sama-sama.
Di lorong, Y tergesa-gesa keluar dari MCK. Dia menggerutu, mengapa usus tidak bisa diajak kompromi di saat begini.
Begitu sampai ruangan luas mirip penanggah, Y hampir menabrak meja, tetapi tidak jadi karena dia dicium daun pintu dahulu. Hidung pun dielus dan dengan mata yang mengernyit perempuan itu sadar sudah banyak orang berbaris di sana, termasuk Eks dan Zet yang melimbai dari barisan kelas. Mereka mengenakan apron dan topi koki. Y buru-buru bersiap, mengambil pakaian putih yang terlipat, tetapi karena tak menemukan topi yang senada, dia kebagian kain jaring rambut.
Setelah pengarahan singkat, para siswi diminta berpindah diadahkan ke ruangan lain yang berisi bahan masakan. "Kukira di kulkas?" cicit Y. Lalu dibalas, karena jumlah yang melimpah dan ukuran besar, tidak muat, jadi bukan di lemari pendingin. Melainkan, yang dapat mereka lihat, ruangan tertutup dengan instalasi sejumlah penyejuk udara. Y memeluk diri sendiri ketika masuk lorong kecil terkena angin dari mesin peniup. Hati ciut bersiap untuk hawa dingin yang menusuk, tetapi sebuah pemandangan jauh lebih mencekam dari itu.
Mayat-mayat manusia berjejer di dalam ruangan, beralas tikar dan diselimuti terpal. Puluhan tubuh itu tampak terbujur kaku, tangan mencuat dengan jemari putih pudar, kaki pucat membiru. Lalat-lalat mulai berdatangan. Seorang wanita menyemprot pengharum ruangan sekaligus pengusir serangga.
"Karena bebek peliharaan sekolah sudah mati, sebagai ganti perayaan hari ulang tahun sekolah, manusia korban bunuh diri massal yang akan jadi bahan masakan."
Otak Y membeku bereaksi terhadap penuturan guru yang merangkap kepala juru masak itu.
Suasana sebagaimana kurban, orang-orang berbaju putih dan mengenakan masker medis menyiapkan pisau daging serta gunting dapur. Bilah-bilah besar tampak mengilat di bawah cahaya lampu ruangan dingin.
Begitulah para siswi mulai menetak tubuh-tubuh kaku. Melimpah darah mengalir, tetapi tak masalah sebab lantai dialasi terpal. Tangan dan kaki ditarik, daging dibelah pisau, sendi dipukul palu. Putus keempatnya. Leher digorok, cairan merah mengucur. Kepala dilepas sampai cincin esofagus terputus. Berikutnya isi perut keluar bertaburan, dipindahkan ke ember.
Y meringis saat hampir memeleset mengayun pisau, benda tajam tersebut terlucut. Muka perempuan itu amat pucat, bibir bergetar. Tangan dipenuhi peluh, dahi pun banjir keringat.
"Itu siapa yang tidak bekerja?" Juru masak berseru geram. Cepat-cepat Y memungut pisau dan lanjut memotongi tangan.
Beberapa waktu kemudian, didapat irisan daging besar-besar. Berikutnya, itu semua direbus dalam panci-panci jumbo di dapur. Uap membubung melalui jalur cerobong asap.
Saat itulah terjadi kehebohan. Juru masak kebingungan, berseru bahwa mereka.kekurangan satu tangan karena seorang manusia yang habis jatuh dari gedung ternyata lengannya sudah patah dahulu sehingga darah busuk. Y menyadari itu sebagai Lollipop.
Eks kemudian menawarkan diri. Y terbelalak dan melarang. Namun, perempuan jangkung itu bersedia jadi volunter.
Gunting daging dia ambil dengan tangan kanan, memenggal pergelangan tangan kiri sendiri. Kulit bedah hingga sobek besar, pembuluh yang mirip tali terputus. Daging memisah dengan potongan rapi. Cairan merah langsung memancur deras.
Satu telapak tangan terjatuh.
###
Klaten, 18 April 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro