Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10

Aku tersadar setelah ketukan keras mendarat di keningku dan aku mengerang hebat atas nyeri yang kudapatkan di sana. Apakah ini termasuk kekerasan dalam rumah tangga? Kalau saja ada hukum di korea yang membenarkan keluhanku, sudah pasti aku jebloskan ke penjara pria tampan ini.

"Bisakah kau lebih halus pada wanita? Aku hanya menyentuhmu dan kau membalasku dengan rasa sakit," protesku.

"Aku hanya membantu, siapa tahu kau menjadi gila setelah mabuk-mabukan."

Masih dengan mengusap-usap jidatku yang kemerahan, aku cemberut menatap Taehyung. Dia sama sekali tidak bereaksi padahal jelas-jelas kulihat tak ada sehelai benang pun yang melekat di dada bidangnya. Tentu saja, Taehyung pasti tidak malu karena ia dan Sohyun dulu pernah melakukannya.

"Hei, apa terjadi sesuatu semalam?" tanyaku polos.

"Seorang wanita secara tidak sadar tiba-tiba datang menerkamku di malam hari. Aku hanya mencoba berbaik hati dan kasihan padanya dengan mengizinkannya tidur di kasurku. Jika dia melakukan kesalahan yang sama, aku pastikan dia tidak akan punya tempat tinggal lagi," ultimatumnya yang menyindirku secara langsung.

Tak lama kemudian, Taehyung bangkit. Ia mengambil bathrobe-nya dan menuju kamar mandi.

"Pria yang sulit dijangkau."

Aku memang tidak sengaja mabuk kemarin malam. Tadinya kukira akan terjadi sesuatu antara kami berdua. Ya, aku tidak perlu menyebutkan kejadian apa itu. Kuyakin kalian bisa menebaknya. Namun, lagi-lagi aku terpukau oleh keteguhan hati seorang Kim Taehyung. Dia mentah-mentahan menolakku. Untuk menggapainya sungguhlah perlu kutempuh jalan yang berbatu.

Selanjutnya, keseharian kami berjalan layaknya hari-hari biasa. Taehyung menyantap roti selai dan teh hangatnya sebelum berangkat kerja. Meskipun belum ada perkembangan soal "perasaan" di antara kami, khususnya Taehyung, tetapi hal-hal baik mulai bermunculan. Salah satunya, keajaiban yang membuat Taehyung mau menerima perlakuanku sebagai seorang istri. Aku bersyukur akan hal itu.

Kemudian, mendadak saja aku teringat keributan yang kuperbuat semalam. Menonjok Jin di tengah-tengah pesta, mengguman tidak jelas, meracau bebas tanpa bisa dicegah, ugh! Aku seperti orang gila. Memang alkohol itu musuhku, minuman yang harus kujauhi ke depannya!

"Kenapa? Sudah sadar kalau otakmu tidak beres?"

Menyebalkannya lagi, Taehyung mengatakan kalimat itu dengan muka tanpa ekspresi. Pura-pura menjadi orang yang paling normal, padahal seharusnya dia mencegahku berbuat aneh semalam, sekarang semua orang akan salah paham terhadapku dan menganggapku tidak punya kesopanan.

"Bisakah kau berhenti meledekku? Argh, aku sendiri jijik mengingat apa yang sudah kulakukan."

"Memang menjijikkan."

"Berhenti mengataiku dengan poker face seperti itu! Dasar tidak berhati nurani!"

Alih-alih mencoba menghapus memori paling memalukan dalam hidupku itu, aku justru mempertajam kembali ingatanku. Kalau tidak salah, aku mendengar suara dan melihat sesosok anak kecil di sana.

"Apakah ada anak kecil di sana saat kejadian aku menonjok salah satu tamu yang ada di pesta?"

"Anak tetanggamu? Kau kenal?" jawabnya asal.

"Cih."

Rupanya memang ada. Ia pasti datang bersama Jin. Wajahnya begitu familiar. Sungguh, jika pengelihatanku tidak buram karena bir, aku pasti tahu dengan jelas seperti apa rupa anak kecil itu. Namun, jantungku berpacu seolah mengikuti insting yang kudapat. Aku yakin, ia Hamin. Sepupuku yang sudah kuanggap seperti adik kandung sendiri. Yoo Hamin yang kucari-cari selama ini. Apakah ia tinggal bersama keluarga Jin?

Aku harus mengeceknya.

"Jika sudah selesai makan, tolong letakkan piring dan gelasnya di wastafel. Aku pergi dulu karena ada keperluan mendesak," pamitku pada Taehyung.

Dan seperti yang kuduga, ia sama sekali tidak menanggapiku. Ya sudahlah.

***

Aku berdiri di depan sebuah tempat bernuansa vintage, bertuliskan "Golden Bakery". Sebuah flashback membawaku ke waktu dimana dulu aku pernah bekerja di tempat ini. Toko kue yang dimiliki oleh seorang wanita tangguh berambut pendek sebahu yang selalu dikuncir setengah di bagian atasnya. Beliau memiliki senyum yang ramah, meskipun dihiasi keriput, dan suara yang lemah lembut, meski agak serak. Siapapun yang mendengarnya berbicara, telinganya sungguh terasa seperti diberkati Tuhan.

Aku menarik napasku kuat-kuat, mempersiapkan diri sebelum memutuskan untuk berani masuk ke dalam dan menghadapi potongan dari masa laluku. Aku pasti bisa. Paling tidak, aku lakukan ini demi keluargaku, Yoo Hamin.

Ketika kumasuki pintu dengan kaca yang transparan itu, suara lonceng kecil di atasnya bergemerincing. Suara sepatuku mengetuk-ngetuk lantai mengilap berwarna cokelat kayu yang kini aku pijaki. Jika di luar sana suasana sangatlah gaduh oleh keramaian dan kendaraan yang berlalu-lalang, di dalam sini, ada banyak sekali alasan yang akan membuatku betah. Teduh dan santai, kedua hal itu aku dapatkan setelah beberapa detik memasuki Golden Bakery, toko kue yang dinobatkan sebagai toko tersukses di kota ini.

Memang banyak pengunjung yang kutemui sejauh mata memandang, tetapi entah bagaimana, toko ini tetap terlihat tertata rapi. Hingga, mata kami pun bertemu. Wanita dengan apron merah itu menatapku lama seolah pernah melihatku sebelumnya. Kemudian, beliau menyapa.

"Selamat datang, Nak. Ada yang bisa Bibi bantu?"

Aku agak linglung sebab tujuanku kemari bukanlah untuk membeli kue, tetapi untuk memastikan apakah Hamin ada di sini atau tidak.

"Emm, oh, saya ... saya ingin membeli kue. Kue yang paling laris," kataku sambil mengulum bibir.

"Black forest. Bukan menu yang banyak disukai, tetapi itu yang paling istimewa." Wanita yang menyebut dirinya 'Bibi' itu membalasku dengan pandangan sayu.

Mendengar kata 'black forest', seketika napasku tertahan. Seolah bayangan masa lalu menghantamku keras di bagian dada. Aku merasa berdosa telah berdiri di hadapan wanita ini dengan wajah orang lain dan tampak seakan telah melupakannya.

"Seseorang yang Bibi kenal sangat menyukai kue ini. Katanya, cokelat dapat mengusir lelah bagi siapapun yang berputus asa dan cherry merah dapat mendatangkan keceriaan dan keberuntungan bagi yang bersedih hati. Apa Nona percaya?" Lanjutnya sambil terkekeh. Kekehan khas ibu-ibu yang sering ditunjukkan saat antusias menceritakan kenangan masa lalu dari anak-anaknya.

Begitu mendengar ucapannya yang sedang melayaniku, napasku semakin berat. Mataku bergetar dan nyaris saja meneteskan air. Mungkin ini hanya imajinasiku atau memang Nyonya Dalhee sengaja menyebutkan menu itu karena dulu aku, Yooseul, sangat menyukainya.

Iya, black forest adalah yang teristimewa. Aku sangat menyukai kelembutan bolu yang dilapisi cokelat dan sensasi buah cherry yang selalu kusisakan untuk dimakan paling akhir. Sayangnya, aku datang tetapi bukan sebagai diriku sendiri, melainkan orang lain. Aku pun sangat kecewa dengan kenyataan pahit ini.

"Baiklah, saya akan mencoba menu itu."

Nyonya Dalhee, ibu dari Kim Seokjin sekaligus pemilik Golden Bakery itu tersenyum. Beliau mempersilakanku untuk duduk dan menunggu hingga pesananku selesai disiapkan. Fokusku hampir kacau. Hatiku gatal ingin mencurahkan seluruh kejadian tidak masuk akal ini kepada wanita yang sudah sudah kuanggap sebagai ibu. Lalu, lagi-lagi aku mengeluh. Kenapa aku harus pergi meninggalkan orang-orang yang aku sayangi? Aku akan lebih lega jika aku telah berada di surga, tetapi masuk ke raga orang lain adalah hukuman Tuhan yang paling menyiksa.

"Nak, ini pesananmu."

Aku terkejut karena Nyonya Dalhee sendiri yang membawa pesananku sampai ke mejaku. Bukankah ada pelayan lain yang ada di sana? Kenapa beliau merepotkan dirinya sendiri hanya untuk melayaniku?

Kupikir beliau akan pergi selepas mengantarkan kue ini, tetapi yang kulihat justru sebaliknya. Nyonya Dalhee duduk di hadapanku tampak ingin mengungkapkan sesuatu.

"Nak, Bibi pernah melihatmu sebelumnya."

"Sa-saya?"

Aku sedikit gusar, salah tingkah, bingung bagaimana harus menunjukkan ekspresi. Yang pasti satu, aku gugup berhadapan dengan beliau. Aku bimbang harus menunjukkan diriku sebagai Sohyun ataukah bersikap biasanya seperti Yooseul.

"Dulu kamu sering duduk melamun di taman dekat sini. Bahkan kamu tidak akan pulang sebelum ibu dan kakak perempuanmu yang menjemput."

"Bibi kenal dengan mama dan kakak saya?"

"Saking seringnya bertanya ke sini, Bibi selalu ingat wajah mereka yang penuh cemas mencarimu."

"Ah, begitu ya."

Aku tidak pernah tahu kalau Sohyun orang yang suka melamun sendirian di tempat umum. Sekarang aku mengerti, betapa kesepiannya ia sebelum koma. Aku jadi takut, perubahan yang kubawa akan mempengaruhi nasibnya menjadi lebih buruk.

"Nak?"

Aku mengedipkan mata saat Nyonya Dalhee melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Kamu tidak pulang? Lihatlah, sepertinya sebentar lagi hujan."

Aku ikut melirik ke luar jendela. Langit menjadi gelap. Embusan angin menerbangkan helai daun yang berguguran. Burung-burung berterbangan, menggila pulang menuju sarangnya. Aku menatap Nyonya Dalhee sekali lagi. Kuselingi dengan mengedarkan pandangan, menemukan radar keberadaan Hamin yang tadinya merupakan tujuan awalku datang kemari.

Hingga sesaat kemudian, kudengar seseorang memanggil namaku.

"Sohyun!"

Aku menoleh ke belakang. Kudapati seorang wanita cantik yang selama ini kujumpai di lokasi syuting Kak Jisoo. Wanita yang imutnya tidak sesuai dengan umur. Pipinya agak tembam, tetapi tubuhnya semampai dan bisa dikatakan ideal.

"Kak Jennie? Kakak di sini? Bukannya sedang syuting?"

"Jam makan siang. Aku ke sini untuk membelikan kue sebagai apresiasi pada kru yang sudah bekerja keras. Kau sendiri?"

"Ah, sama. Beli kue juga," jawabku singkat. Tidak ada alasan lain.

Menyadari kehadiran Kak Jennie yang mengajakku berbincang, Nyonya Dalhee langsung undur diri dan melanjutkan pekerjaannya. Sementara itu, Kak Jennie menawariku, barangkali aku mau ikut ke lokasi syuting mengunjungi Kak Jisoo.

"Tidak perlu, Kak. Aku tidak mau membuatmu repot. Kak Jennie balik aja ke lokasi, nanti dicariin si Bos lagi," ingatku.

"Bos aja ikut aku, ada di mobil, tuh. Ayo, bareng kita! Bos orangnya baik, kok. Ya ... walaupun mukanya agak garang, sih."

Bukan lagi garang. Tapi menyeramkan, batinku.

Namun apa boleh buat. Hujan terlanjur turun dan aku tak ada pilihan lain selain menumpang di mobil mereka. Dan akhirnya, bertemulah aku dengan si pria heartless ini. Memang ya, sehari tidak bertemu dengan pria itu, kayaknya hidupku jadi kurang sempurna.

"Kamu ngapain bawa beban ke mobilku?"

Aku duduk di bangku belakang. Kak Jennie berada di depan dan ketika masuk langsung disambut oleh omelan bosnya yang tidak berakhlak itu.

"Sutradara Ye, jangan galak-galak. Lagipula, wanita ini bukan orang sembarangan. Dia kan adik dari Kim Jisoo, pemeran utama yang dramanya Anda sutradarai," balas Kak Jennie cekatan.

Terdengar helaan napas keluar dari mulut Sutradara Ye, yang tak lain adalah Kim Taehyung. Suamiku. Eh, suami Sohyun.

Kak Jennie bisa dikatakan sosok wanita langka. Ia adalah satu-satunya wanita yang diperbolehkan berada dekat dengan Taehyung dan bekerja sebagai asisten pribadinya. Sejauh yang kuketahui, Kak Jennie adalah teman Taehyung sejak dari perguruan tinggi. Tentu tak diragukan lagi, seberapa besar rasa percaya Taehyung terhadap wanita itu.

Ujung-ujungnya, aku pun ikut keduanya sampai tiba di lokasi syuting karena letaknya yang ternyata tak jauh dari Golden Bakery, lebih dekat dibandingkan dengan jarak ke apartemenku. Mungkin sekalian aku bisa menunggu hujan reda di sana.

Oh iya, selain Taehyung, keluarga kami dan teman-teman dekatnya, tidak ada yang mengetahui bahwa kami telah menikah. Pernikahan rahasia ini dilatarbelakangi oleh keinginan Taehyung yang tidak ingin kariernya ternoda akibat skandal menghamili wanita di luar nikah. Wajar saja, pada saat itu karier Taehyung sedang memuncak dan ia mendapatkan banyak job.

"Yejun, aku membelikan kue kesukaanmu. Buka mulutmu."

Wow, wow, wow. Apa ini?

Batinku menjerit. Jennie, wanita itu mulai berbicara santai. Ia membuka bungkusannya dan langsung menyuapkan potongan kuenya ke Taehyung. Dalam hati, aku yakin Taehyung akan menolak perlakuan cringe semacam itu. Jujur saja, selama ini aku belum pernah melihat Taehyung menanggapi seseorang dengan serius, apalagi untuk hal sepele begini.

Namun, aku seakan menelan ludah sendiri. Kutarik kata-kataku barusan sebab dengan gampangnya Taehyung membuka mulut dan akan menyantap suapan kue dari tangan Jennie. Aku kesal melihatnya. Bagaimana bisa pria itu memperlakukan istrinya begitu diskriminatif?

"Aduh!!" Aku mendorong tubuhku sendiri ke depan, berpura-pura jatuh tepat saat Taehyung menginjak rem. Kami telah tiba di lokasi. Otomatis, kue yang Jennie pegang jatuh berserakan mengotori roknya.

"Ma–maaf, Kak Jennie. Aku tidak sengaja...."

Tapi bohong. Haha.

"Tidak masalah, aku bisa mengelapnya di toilet. Yejun, kembalilah dulu ke lokasi syuting. Aku mau ke toilet sebentar."

Wanita itu langsung meninggalkan mobil tanpa banyak basa-basi. Kini tinggal kami berdua, aku dan Taehyung.

"Kau sengaja, kan?"

"Tidak. Aku benar-benar tergelincir tadi."

"Apa kau menyukainya?" tanyaku sedetik kemudian.

"Pertanyaan sia-sia. Cepat turun."

"Hei, jawab aku dulu! Kau menyukainya? Wanita itu?"

Aku ngotot melayangkan pertanyaan yang mungkin saja tidak akan pernah ia jawab. Tapi aku sungguh penasaran bagaimana hubungan mereka. Anggap saja, hal ini aku lakukan untuk menentukan langkahku selanjutnya sebagai istri seorang Kim Taehyung.

Aku kehilangan jejaknya. Tiba-tiba pria itu sudah menghilang dari kemudi. Rupanya, ia keluar mobil duluan. Aku mengembuskan napas panjang hingga pintu mobil di sisi kiriku terbuka. Menampilkan Kim Taehyung yang berteduh di bawah rompi miliknya.

"Cepat turun, kau mau mati menggigil di dalam mobil?"

Aku cukup tercengang akan aksinya. Namun sejurus kemudian, aku keluar menuruti perintahnya. Tentu dengan wajah semringah, bibir tersenyum lebar, dan kedua pipi yang memerah. Ah, apa ini? Kim Taehyung perhatian padaku? Apa aku berhasil membuatnya terpikat?

Hei, Kim Sohyun! Lihatlah, suamimu sebentar lagi akan menjadi milikmu seutuhnya.

***

Refresh dulu yok, biar ga lupa ini alurnya gimana hehe

Oke, jadi Yoon Yooseul—seorang gadis miskin yang bekerja di Golden Bakery—meninggal di hari ulang tahun pacarnya—Kim Seokjin. Ia meninggal dalam kondisi dikhianati. Iya, Seokjin selingkuh.  Oleh karena itu, waktu meninggal pun Yooseul menyimpan dendam dan luka.

Di pertengahan hidup dan mati, Yooseul bertemu Sohyun—wanita malang yang hidup dengan penuh depresi. Karena satu kalimat bahwa "Yooseul ingin menolongnya", alhasil Yooseul pun masuk ke tubuh Sohyun dan kini menjadi pengganti dirinya.

Sohyun telah menikah dan memiliki suami, yang tak lain adalah Kim Taehyung alias Sutradara Ye. Sutradara yang selalu sukses dengan drama-drama terbarunya. Mereka menikah karena suatu kecelakaan yang menyebabkan Sohyun harus mengandung bayinya. Namun, hari itu Yooseul tahu, bahwa ketika ia (sebagai Sohyun) telah bangun dari koma, ia mendapati bahwa kandungannya terpaksa harus digugurkan karena ia terjatuh dari lantai lima rumah sakit.

Sejak saat itu, Sohyun kehilangan ingatan. Memaksa Yooseul—yang notabene tidak tahu apa-apa—harus bertahan hidup menggunakan instingnya.

Sohyun punya kakak perempuan selebritis bernama Jisoo. Dan di keluarganya, cuma mama dan kakaknya itu yang perhatian padanya. Sementara, sang ayah serta keluarga Taehyung—mertuanya—tidak menyukai Kim Sohyun. Jelas itu karena latar belakangnya yang menyedihkan. Seorang wanita "gila", yang hidupnya tergantung obat-obatan. Wanita yang reputasinya buruk sejak SMA karena terlibat kasus gantung diri pacarnya. Wanita yang kehilangan masa depan cerahnya, dan lain sebagainya. Bisa dikatakan, Sohyun bukanlah wanita istimewa jika dibandingkan dengan kakaknya, Jisoo.

Misi Yooseul—menurut apa yang dia amati selama ini—adalah untuk mendapatkan hati Taehyung. Dengan perjanjian bahwa dalam 30 hari, ia harus berhasil membuat Taehyung jatuh hati padanya. Dengan begitu, mungkin Kim Sohyun akan tenang di alam sana dan dirinya pun bisa kembali ke surga.

Ya, setidaknya begitu sebelum akhirnya rentetan mimpi buruk menghantuinya di setiap malam. Memaksanya harus memecahkan teka-teki mengenai kehidupan Sohyun. Tentang kebenaran masa lalunya dan siapa penjahat di balik semua keburukan yang ia alami. Selain harus berjuang memecahkan misteri itu, ia harus dihadapkan kembali oleh sumber rasa sakitnya, yaitu mantan pacarnya, Kim Seokjin yang kini terus muncul entah darimana.

Okee, itu dulu. Tunggu update selanjutnya ya~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro