Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 8 : keluargaku mungkin palsu


𝚂𝚞𝚊𝚝𝚞 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚔𝚊, 𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚙𝚞𝚝𝚛𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚢𝚊𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚒𝚊 𝚝𝚎𝚕𝚊𝚑 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙 𝚕𝚊𝚖𝚊 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚎𝚙𝚊𝚕𝚜𝚞𝚊𝚗.


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:08


Selaras dengan rumah ibadah yang tampak cantik, Jenna merasa benar telah memilih gaun mewah dan mahal berbahan satin baby pink beserta detail menawan seperti berlian di beberapa titik tampak sederhana agar tak terlalu mencolok jika dilihat sekilas. Ia benar-benar seperti putri raja.

Hari ini, di sebuah tempat peribadatan yang tak terlalu besar dengan dinding dan cat senada berwarna putih bersih, serta dekorasi pernikahan sederhana merupakan tempat dimana Jenna berpijak. Mata coklat gelapnya memindai sekitar, rumah ibadah ini nyatanya mampu menyejukkan hati yang fana.

Bunga mawar putih dan kain menjuntai diletakkan di setiap ujung kursi-kursi peribadatan dan di sudut indah lain sekitar altar. Seperti mawar putih yang mereka gunakan, semoga cinta mereka abadi hingga maut memisahkan. Jenna terenyuh kala mengingat kembali bagaimana pasangan sehidup semati ini mengikat janji pernikahan. Prosesinya begitu sakral hingga ia berandai kapan waktunya ia berada di sana—altar pernikahan bersama pria yang dicintainya. Apakah ia juga berumur panjang agar dapat menikmati segala keindahan pernikahan?

"Ayo, kita temuin secara pribadi pengantin barunya, Jenna!" seru Ian yang sudah beranjak dari kursi terlebih dulu hingga membuyarkan lamunan sang adik.

Bukannya memandang ke arah sumber suara, Jenna justru mengalihkan netra ke arah lain dan tidak sengaja tatapannya bertemu dengan sosok yang ia tahu hanya ada di dalam imajinasi semata. Pemuda tersebut—Pangeran duduk di kursi seberang, seperti sedang memanjatkan doa, ia menyatukan kedua tangan dan memejamkan mata. Entah bagaimana dan sejak kapan ia duduk di sana.

Wajah itu, wajah yang indah.

Ian kembali menghampiri Jenna kemudian digenggam erat tangan gadis tersebut seraya bertanya sembarangan di tempat ibadah dan Jenna menyipitkan mata kesal saat menyadari fakta bahwa tak seharusnya sang kakak berkata seperti itu.

"Nggak lagi kesambet kan lo?"

Jenna mengikuti langkah Ian menuju kedua pengantin. Sesampainya disana, ia melepaskan genggaman tangan Ian lantas menjabat tangan pengantin layaknya sedang memperkenalkan diri.

Wanita yang kerap dipanggil mama bersuara. "Jenna, mereka Alexa dan Nathan."

Mendadak menjadi pusat perhatian, Jenna menatap pengantin laki-laki dan perempuan beserta orang tua mereka masing-masing bingung, sontak mengalihkan tatapan beberapa kali dari keluarganya sendiri dan keluarga mempelai.

"Kamu pasti lupa sama sepupu kamu—Alexa." Sang mama berkata riang pada Jenna yang melemparkan tatapan pada sekelilingnya menyelidik.

Gadis itu merasa tidak nyaman dengan sekitarnya sebab mata mereka semua menyiratkan hal lain yang tidak akan mungkin dilontarkan melalui kata. Seperti keluarganya yang tersirat kepura-puraan melalui senyum bahagia kepada pengantin sembari berbincang, tapi saat tidak sedang berbicara atau sesi berdoa, wajah mereka begitu datar bahkan Ian sesekali tersenyum miring sekaligus menghembuskan napas lelah.

Sedangkan, kedua pengantin dan keluarga mempelai terang-terangan memperlihatkan raut terpaksa senang hati menyambut keluarga Jenna seolah hanya sebatas tata krama dan basa-basi saja. Namun, bagian teraneh ialah tatapan kasihan keluarga pengantin pada Jenna.

"Terakhir kamu ketemu mereka pas masih kecil."

Jenna terperangah mendengar penuturan ibunya. Ia memang merasa tidak mengenal kedua pengantin tersebut dan orang tua mereka dan menjadi lebih tercengang kala perkataan yang tidak pernah ia duga keluar dari mulut keluarga sang pengantin perempuan.

"Sejak ibu udah nggak ada, kita memang bukan lagi keluarga," ujar wanita yang Jenna tebak berusia beberapa tahun lebih tua dari ibunya. Matanya nampak dingin, selaras dengan ekspresi ibunya kini.

Sedikit iseng, gadis itu coba memberanikan diri menatap lebih jauh sekelilingnya dan menganggap mereka yang tak terlihat tersebut nyata sejenak. Raut wajah dari sosok-sosok yang mengikuti keluarga pengantin sama, sedangkan sosok-sosok yang mengikuti keluarganya berekspresi seakan tidak peduli.

Seketika suhu udara di rumah ibadah itu menjadi dingin, tapi Jenna merasakan bulir-bulir keringat membasahi telapak tangannya. Ia bergidik dan ia membenci situasi janggal ini.

Tidak cukup dengan situasi, terdapat kedatangan seseorang yang tidak pernah ia sangka. Ia hadir tanpa beban menyalami papa, mama, Ian, dan pengantin beserta keluarganya yang tampak bingung sekaligus kesal. Mungkin karena pakaiannya yang terbuka.

"Selamat om dan tante atas pernikahannya," kata seseorang asing itu pada pengantin.

Papa, mama, dan Ian tersenyum hangat pada sosok itu. "Terima kasih, Salsa."

Berubah dalam sekejab saat bersitatap dengan Jenna, Salsa menyeringai lebar lalu berbisik di dekat telinga Jenna saat melewati gadis tersebut. "Terima kasih atas segalanya, Putri Raja."

Merinding sekujur tubuh, Jenna tak mampu mengendalikan perasaan aneh yang menyergap apalagi ketika Jenna menoleh pada orang tuanya dan Ian. Salsa sudah pergi meninggalkan tempatnya lantas mereka yang disebut keluarga bagi Jenna, memandang ia biasa saja tanpa ada rasa curiga terhadap tingkah Salsa.

Lagipula sejak kapan Salsa dekat dengan keluarganya?

Nampak Salsa sempat berhenti melangkah ketika ia telah sampai di sebelah deretan bangku yang menjadi tempat Pangeran duduk santai kemudian bertekuk lutut seperti tengah memberi penghormatan pada raja. Ah, mungkin perasaan Jenna saja perihal bertekuk lutut sebab tangan gadis tersebut nyatanya terulur untuk mengambil sesuatu yang sepertinya jatuh.


ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢


Mengendarai mobil seorang diri, mata Jenna tetap tidak bisa fokus terhadap jalan besar dengan kendaraan beragam berlalu lalang sepenuhnya. Pikirannya mengembara pada perasaan gelisahnya akan segala hal yang sulit dibendung. Ia menggenggam erat kemudi mobil. Jantungnya berdegup kencang.

Kali ini langit tengah berkabung melalui semburat kelabu di permukaan buntalan awan. Sedikit demi sedikit tetesan gerimis hingga kian deras jatuh membasahi bumi. Oleh sebab itu, beberapa kendaraan bermotor menepi untuk mengenakan jas hujan hingga jalan lenggang beberapa saat.

"Kamu berencana melupakanku," ujar sosok yang memecah keheningan di dalam mobil.

Jenna menoleh pada kursi di sebelahnya dan menemukan lelaki muda bersandar santai sembari memandang pemandangan menenangkan hujan di hadapannya. Segera gadis itu memalingkan muka. Ia harus mengupayakan bagaimanapun caranya agar sembuh. Sembuh dari kegilaan beruntun.

Setidaknya tadi, ia mampu menahan amarah yang hendak tumpah atau tingkah tidak warasnya saat mengetahui setelah bangun tidur, hidung dan matanya berubah bentuk menjadi layaknya orang kaukasia. Ia seperti telah melakukan operasi plastik, namun terlihat sangat alami.

Terlampau terlena dalam lamunan, Jenna hampir menabrak motor yang berhenti mendadak di hadapannya. Gadis itu panik beberapa saat lantas menghela napas lega. Beruntung, ia menginjak pedal rem tepat waktu sehingga benar-benar tidak menghantam motor sama sekali.

Kembali melanjutkan perjalanan bersamaan rasa gundah gulana hadir, Jenna bersyukur karena benar-benar tidak ada yang terjadi kecelakaan untuk sampai di tempat tujuan.

"Sesungguhnya tidak pernah ada kata kebetulan di dunia ini."

Muak, tatapan Jenna beralih pada pemuda di sebelahnya yang sibuk mengoceh dan mengeluarkan kata-kata secara mendadak tanpa konteks yang jelas. Dirinya yang sudah pusing perkara ini itu harus menebak maksud dari ucapannya.

Tatapan Jenna seolah menyalurkan kata, 'Lo ngomong apa sih?'

"Berisik banget sih!"

Si pemuda tertawa renyah. "Aku sedang berusaha agar kamu tidak terlambat menyadari."

"Menyadari kalau gue gila?" tanya Jenna sengit.

"Iya, setelah kekacauan besar terjadi," tukas pemuda bernetra hijau di sebelah Jenna seraya menunjukkan seringaian yang menyebalkan seperti biasa.

"Ah, shit! Gue nggak bisa mikir lagi apa yang benar dan salah!"


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:08






↻ ◁ || ▷ ↺







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro