Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 18 : dasi talchulhada

"𝙺𝚊𝚖𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚑𝚞𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚙𝚎𝚗𝚓𝚎𝚕𝚊𝚜𝚊𝚗 𝚙𝚊𝚍𝚊𝚔𝚞."


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:18


"Tidak masuk akal memang, tapi untuk seseorang yang awam tentang mistis, alangkah lebih baiknya kita menuruti perkataan mereka yang lebih mengerti."

Junho memejamkan mata selama beberapa detik. Pemuda itu lelah, namun belum bisa terlelap sempurna tatkala situasinya kini belum aman. Setengah sadar, ia menyahut, "Kamu yakin seseorang itu tidak akan membohongimu?"

Jenna bersandar pada batang pohon di sebelah Junho. Melihat pemuda yang tengah bersantai itu, Jenna tergoda untuk tertidur setidaknya tiga jam. Menghela napas berat, ia menggeleng. "Tidak juga."

Tidak ada suara selama beberapa saat. Jenna menoleh pada pemuda yang tengah tertidur di sebelahnya. Ia meletakkan jari telunjuknya di bawah lubang hidung Junho lantas tersenyum tipis saat mengetahui masih ada hembusan napas disana.

Gadis berparas rupawan itu mendongak. Hanya ada awan kelabu yang menghiasi langit siang. Di sekitarnya terdapat tangkai beserta daun yang tegak. Sedikit Jenna merenungkan kejadian beberapa saat lalu.

Semua peristiwa menantang yang terjadi di kehidupannya kini bermula sejak pemuda yang ia anggap sebagai sosok imajinasi semata itu berbicara dan ia menganggap diri sendiri telah semakin tidak waras lalu bertemu pemuda bernetra sebiru laut bernama Seavan. Tanpa sadar, netra coklat gelapnya mengembun.

Ah, Pangeran, kamu dimana? Jenna merindukan pemuda itu. Ia tega meninggalkan Jenna seorang diri setelah berhasil merebut ciuman pertamanya.

Memikirkan pemuda menawan itu, Jenna kian penasaran mengenai makhluk jenis apa dia. Jenna mengira sosok-sosok rupawan yang kerap ia lihat hanya imajinasi belaka, tetapi mengingat perjuangannya dengan Junho barusan untuk melarikan diri dari para makhluk mistis mengerikan, menyadarkan gadis itu kalau memang benar bahwa tidak semua yang mampu ia lihat tapi orang lain tidak tersebut hanya sebagai bentuk ketidakwarasan. Adakalanya, mereka nyata.

Tatapannya pada langit nampak sendu. Ia sepertinya waras dan mungkin tidak pernah gila atau memiliki penyakit mental.

Kamu salah dalam menilai apa yang terjadi padaku, Kak.

Atau justru semuanya disengaja?

Jenna menggeleng. Ia akan mencari tahu semuanya setelah puas kabur dari keluarganya yang penuh rahasia. Namun, kabur pun ia masih diburu kematian. Kian lama gadis itu merasakan kepalanya pening lalu tertawa keras.

Betapa menyedihkan hidupnya ini.

Barangkali suara tawanya terlampau keras, pemuda di sebelahnya yang semula terlelap mulai mengerjap-ngerjapkan mata. Jenna menatapnya sekilas lalu memalingkan muka.

Pemuda itu tentara Jepang, terlepas dari tanah kelahirannya Korea Selatan. Ia pasti pernah melakukan hal keji, meski sedikit. Namun, saat ia tertidur dan baru bangun tidur, wajahnya terlihat lugu dan tidak ada jejak kekejaman disana. Seandainya, ia tidak mengenakan seragam militernya, pasti Jenna akan terkecoh menilainya. Ia hanya akan seperti lelaki muda keturunan Tionghoa tampan.

"Ada apa?" Junho bertanya serak seraya mendelik tatkala menyadari gadis di sebelahnya mencuri pandang.

Jenna hendak menjawab, namun tidak jadi saat sayup-sayup langkah tergesa dan suara pria terdengar dalam Bahasa Jepang.

"Juno-san, watashi kara nigeru no wa yamete kudasai!"

[ Junho, Berhenti kabur dariku! ]

Junho meneguk ludah kasar seraya memaki dalam Bahasa Korea Selatan. Ia beranjak dari posisi nyamannya.

"Apa? Ayo pergi!" Junho sedikit geram ketika gadis di sebelahnya masih asyik menatap pemuda itu.

Jenna buru-buru mengikuti langkah lebar Junho. Mereka melewati pepohonan dan semak belukar yang menghadang tanpa menoleh ke belakang. Mata kecil Junho menyisir hutan—tempat ia melarikan diri kini. Tidak ada pohon besar yang pas untuk dua orang bersembunyi.

"Sial!" Junho mengumpat yang berarti situasi mereka sangat terdesak.

Keringat mulai membasahi tubuh keduanya. Mereka menggerakkan kaki hingga nampak jalan setapak yang sepertinya mengarah pada pemukiman. Ketakutan merajai benak. Namun, mereka juga tidak memiliki pilihan lain selain tetap melaju ke depan.

Saat jarak mereka sudah dekat dengan pemukiman itu, mereka menyaksikan beberapa anak kecil bermain bersama beberapa orang tua dan anak muda berbincang akrab satu sama lain. Sebagian terlihat berlalu lalang seraya memikul karung atau bakul lengkap dengan topi caping. Hewan ternak, seperti sapi, kambing, dan ayam bersuara merdu, menambah kedamaian desa.

Suara tembakan muncul dari belakang mereka, Junho dan Jenna berlari hingga sesampainya mereka di pedesaan, warga tampak kacau. Mereka berusaha menyelamatkan diri sembari berteriak refleks atau sekadar memanggil nama anak-anak mereka untuk dipaksa memasuki rumah.

Tiba-tiba Junho menyambar lengan Jenna lantas mengajaknya bersembunyi di dinding kayu rumah salah satu warga.

"Bagaimana sekarang?" Jenna bertanya lirih pada Junho yang memijat kepala.

Belum sempat Junho menjawab pertanyaan Jenna, gadis di hadapannya kembali melayangkan pertanyaan. "Mengapa mereka mengejarmu?"

"Aku melihat mereka berpesta," ucap Junho sembari menghela napas berat.

Lalu memangnya kenapa kalau melihat pesta tak sengaja? Mungkinkah ada yang disembunyikan dari pesta itu? Obat-obatan terlarang misalnya.

Jenna masih sibuk dengan spekulasinya sendiri, sedangkan Junho celingukan—memantau apakah orang-orang itu masih mengejar mereka berdua atau tidak.

Beberapa detik berselang, sosok-sosok berseragam militer seperti dirinya melihat kesana kemari seakan tengah mencari keberadaannya. Junho segera menoleh pada Jenna yang air mukanya cemas bukan main. Ia mengusap helai rambut sisi kanan Jenna lalu berkata pelan.

"Hei, sepertinya kita harus berpisah." Jenna membelalakkan mata mendengar perkataan pemuda itu. Ia menggeleng pelan.

"Berlari menjauh dari sini dan jangan sampai bertemu tentara Nippon."

"Kemana? Tidak ada seorangpun yang sudi menerimaku selain kamu." Jenna menggeleng. Ia berbicara dengan suara parau.

"Pergilah ke tempat ibadah dan berlindunglah di sana." Junho menatap Jenna penuh keyakinan lalu melanjutkan, "Yang aku tahu, tempat itu berisi banyak orang-orang baik."

Netra coklat gelap Jenna berair. "Lalu bagaimana denganmu?"

Junho tersenyum seolah semua pasti akan berakhir baik-baik saja. "Jangan pikirkan aku."

"Mereka menuju kemari, cepatlah pergi!"

Segera setelah mendengarkan titah tak terbantahkan itu, Jenna melangkah perlahan—meninggalkan Junho dengan berat hati. Sebelum sampai jauh berjalan, Jenna kembali menatap pemuda jangkung itu.

"Apakah kita akan bertemu lagi?" Junho memandang Jenna penuh makna.

Jangankan bertemu, masih bernapas saja belum tentu.

"Kamu berhutang penjelasan padaku." Suara Jenna kian serak, namun ia langsung berlari setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Gadis tersebut enggan menatap kembali pemuda yang mata Junho yang mampu menggoyahkan keputusannya.

Di tempatnya, Junho memandang kepergian Jenna dengan senyum tipis. Namun, senyumnya memudar tatkala suara pria yang ia kenal sekaligus benci terdengar menggelegar. Kali ini disertai ujung senapan yang ditondongkan pada kepala belakangnya.

Ia mengangkat kedua tangan di atas kepala.

"Buki o watase, Juno-san!"

[ Serahkan senjatamu, Junho!]

Tanpa mengatakan sepatah kata apapun, Junho menyerahkan seluruh senjatanya. Ia sudah tidak peduli lagi terhadap apa yang akan terjadi padanya setelah tertangkap kali ini. 


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:18







𝚍𝚊𝚜𝚒 𝚝𝚊𝚕𝚌𝚑𝚞𝚕𝚑𝚊𝚍𝚊 : melarikan diri lagi








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro