Episode 16 : nag-yeob
"𝙰𝚙𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚜𝚊𝚊𝚝 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚕𝚊𝚛𝚒, 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚙𝚒𝚔𝚒𝚛 𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚖𝚊𝚝𝚒?"
▶︎ •၊၊||၊|။||||။၊|• 0:16
"Kamu pintar dalam hal ini, tapi bodoh dalam membaca situasi."
Sial, baru saja dipuji dan merasa di atas angin, lantas dengan mudahnya dijatuhkan hingga tersungkur. Ingin Jenna mencakar wajah rupawan di hadapannya yang tersenyum merendahkan. Jenna menggertakkan gigi.
"Lihatlah wajah cantikmu ini," ujar Junho mendadak. Jemarinya menyentuh permukaan pipi kiri sang gadis perlahan dan singkat.
"Kamu bukan pribumi sepenuhnya dan warga desa bisa membuatmu celaka."
Jenna tersentak. Ia melupakan wajahnya yang berubah menjadi bukan dirinya seperti dulu. Ia memiliki rupa layaknya orang kaukasia. Warna kulitnya pucat dan wajahnya menjadi lebih tegas seperti ras kaukasia.
"Aku hampir melupakannya," ucap Jenna lalu membuang muka.
Memandang rumah-rumah joglo sederhana yang sedikit berjarak satu sama lain di hadapannya, benak Jenna mengembara pada informasi yang pernah ia baca di beberapa situs perihal betapa menyenangkan sekaligus menyedihkannya hidup sebagai campuran pribumi dan Belanda.
Dikatakan situs tersebut, campuran pribumi dan Eropa memiliki hak istimewa yang tidak dapat dimiliki pribumi kelas bawah, yakni paras menawan dan menjadi masyarakat kelas dua yang dipandang cukup tinggi, walaupun tidak sepenuhnya. Beberapa di antaranya, mendapatkan pendidikan yang layak dan yang lainnya tidak. Tergantung kondisi ekonomi dari pihak ayah.
Lagipula, tidak semuanya diakui oleh keluarga Eropanya. Yang paling memilukan adalah anak Indo yang lahir dari rahim nyai yang tak lebih dari sekadar pemuas nafsu belaka. Tidak ada cinta disana. Maka, bisa jadi anak-anak mereka itu berakhir tidak diterima sebagai pribumi, maupun Eropa dan dicampakkan.
Tragisnya, sebagian kehidupan keturunan Eropa dan pribumi mengalami penyiksaan bila mereka masih hidup di tahun penjajahan Jepang dan pasca kemerdekaan.
Apakah ia akan bernasib sama?
"Ada apa denganmu?" Celetuk lelaki muda di sebelah Jenna yang tersadar dari lamunannya.
Tanpa melihat ke arah gadis itu, Junho bertanya retoris dengan nada bicara yang tenang. "Apa kamu takut?"
Jenna menoleh pada sang pemuda lantas kembali tatapannya mengarah pada perkampungan yang nampak sepi. "Tidak, ayo lanjutkan perjalanan kita!"
Melangkah lebih dulu, Jenna beranjak tanpa meminta pendapat pada pemuda yang tertinggal di belakangnya.
"Hei, tunggu!" Junho enggan mengejar gadis itu dan malah mencari tempat teduh di bawah pohon lalu duduk tenang di atas tanah berumput.
Jenna membalikkan badan. Ia bertanya-tanya mengapa pemuda itu beristirahat di saat yang tidak tepat. Mata coklat gelapnya menyisir sekitar, kemudian gadis itu memutuskan untuk berjalan mendekat pada Junho.
"Duduklah dulu, aku masih lemas." Junho mempersilahkan Jenna yang kini mengambil posisi duduk di sebelahnya.
Junho mengambil selembar daun gugur yang telah kering lalu menghela napas panjang saat beragam memori melintas di benaknya secara tiba-tiba. Helaan napas pemuda tersebut terdengar hingga Jenna mencuri pandang pada pemuda di sebelahnya yang tak menyadari jika ia diperhatikan. Mata kecilnya nampak menggemaskan ketika menatap lurus pada daun layu itu.
Tanpa sadar, bibir Jenna melengkung—membentuk senyuman yang ia berusaha tahan, namun sulit.
Mengubah ekspresinya menjadi datar, Jenna bertanya penasaran. "Apa yang menarik dari daun kering itu?"
Menghentikan aktivitasnya, Junho memusatkan atensi pada gadis di sebelahnya.
"Tidak ada."
"Hanya tiba-tiba beberapa kenangan hadir saat aku tak sengaja mengambil daun itu."
Entah mengapa Jenna menjadi semakin penasaran pada Junho. Namun, segera sadar diri untuk tidak bertanya lebih jauh. Ia tidak lebih dari sekadar orang asing bagi pemuda ini.
"Kemudian, aku bertanya-tanya setelah menatap daun ini perihal sampai kapan aku masih diberi kesempatan." Junho kembali menatap selembar daun kusam yang terselip di jemarinya.
"Padahal, kemarin, aku nyaris menyusul rekan-rekanku yang telah gugur seperti daun ini," ucap Junho sembari tertawa miris.
"Terkadang aku ingin mati tapi sebagian lain diriku ingin bertahan." Terselip kegetiran di setiap penggalan kata yang diucapkan Junho dengan santai dan Jenna kehilangan kata.
Jenna menatap wajah pemuda di sebelahnya dan daun gugur yang berada di genggamannya. Tanpa berpikir, gadis itu meraih jemari pemuda yang tengah menggenggam sebuah daun kering lalu menatap pemuda di hadapannya seraya menyunggingkan senyum jahil.
Junho tak mengerti apa yang akan dilakukan gadis aneh itu hingga mendadak daun di jemarinya sudah direbut Jenna. Nampak gadis berparas cantik itu tersenyum cerah, ia memamerkan daun kering tersebut di depan mata kecil Junho.
"Hei, Payah! Ambil daun ini jika bisa!" Jenna berseru riang lantas menjulurkan lidahnya mengejek.
Junho beranjak mendekat, namun dengan lincahnya Jenna menghindar. Gadis itu berlari menuju pemukiman sepi lantas Junho mengejar.
Junho merengkuh tubuh Jenna dari belakang ketika gadis itu berada di jarak yang dekat dengannya hingga mereka terjatuh dan senapannya terlempar. Pergulatan dua manusia itu berlanjut seraya berbaring di atas rerumputan yang hanya tinggal sejengkal jaraknya dengan rumah warga lantas Junho berhasil merebut kembali daun gugur itu.
Jenna dan Junho saling menatap seraya berbaring kemudian tertawa bersama.
"Ini konyol," ucap Junho yang kini memusatkan atensinya pada langit kelabu.
"Apakah saat kita berlari, kamu berpikir ingin mati?" tanya Jenna yang juga menatap hamparan langit abu-abu di atasnya.
Junho menoleh sesaat pada gadis yang masih betah menatap awan-awan yang kian gelap.
"Tidak."
"Perhatianmu teralihkan." Jenna berkata seraya menyunggingkan senyum tipis.
"Saat kamu ingin menyerah dan belum mendapatkan solusi masalahmu, maka lakukan apapun untuk mengalihkan perhatianmu sejenak. Apapun, bahkan hal paling gila sekalipun." Jenna tertawa tanpa sadar setelah menuntaskan perkataannya. Ia memang pandai berbicara, tapi belum tentu mampu bersikap seperti demikian.
Junho memandang gadis di sebelahnya penuh arti lalu gelagapan saat kepergok belum mengalihkan tatapan. Gadis di sebelahnya telah menoleh padanya.
"Aku tahu yang aku katakan sebelumnya sama sekali tidak menyelesaikan masalah, tapi setidaknya kamu tidak akan berakhir gila karena terlalu lama berpikir."
"Sedang mengagumi kecantikanku, Tuan Lee?" Gadis itu tertawa keras hingga pemuda di sebelahnya memilih untuk bangun dan menegakkan punggung sebab kesal dengan perkataan tengil Jenna.
"Baiklah, ayo kita pergi," ujar Junho datar sembari memanggul kembali senapan miliknya lantas berjalan—memunggungi gadis yang senyuman di bibirnya belum pudar.
Jenna beranjak lalu menyejajarkan langkah dengan pemuda yang menatap jalan lurus setapak jalan di hadapan mereka. Keduanya melangkah semakin jauh ke dalam pemukiman warga yang anehnya masih sunyi senyap, tiada aktivitas apapun di tempat ini. Bahkan hanya sekedar suara anak kecilpun tidak ada.
Rumah-rumah tradisional dengan pelataran tanah yang ditanami beragam tanaman hias atau rumput yang luas beserta kandang hewan di sisi-sisi beberapa rumah terlihat kosong tanpa ada seekor ternak satupun.
Junho menghentikan langkah, begitupun Jenna yang merasakan bulu kuduknya meremang.
"Mengapa kita jadi mengambil jalan ini?" tanya Junho dengan tatapannya yang menajam—memperhatikan gerak-gerik mencurigakan di sekitarnya, sedangkan Jenna tak tahu harus menjawab apa.
Tatkala pemuda itu sibuk berpikir, gadis di sebelahnya menengadah. Tampak langit di atas mereka gelap gulita disertai cahaya kilat petir dan suara gemuruh yang kian semarak. Angin berhembus semakin sejuk, pertanda hujan segera datang.
Mendadak, samar-samar, suara anak lelaki kecil tertawa mulai terdengar di satu rumah, disusul suara anak kecil perempuan di rumah lainnya seolah kegiatan sehari-hari masyarakat di pedesaan itu sedang berlangsung seperti biasa.
Junho menatap Jenna lalu mengangguk. Mereka memutuskan untuk mengambil jalan sebaliknya yang tidak harus melewati rumah-rumah ini lebih lanjut. Namun, suara-suara setelahnya yang muncul terdengar begitu mengejutkan sekaligus memekakkan telinga. Niat keduanya pergi tertunda lantas Junho memeluk Jenna erat.
▶︎ •၊၊||၊|။||||။၊|• 0:16
𝚗𝚊𝚐-𝚢𝚎𝚘𝚋 : daun-daun berguguran
Di bawah ini ilustrasi latar Junho dan Jenna, ya guys! Ada versi berwarna kalau kalian mau suasana yang real dan berefek sepia kalau mau terasa fiksi sejarahnya.
*Ilustrasi hutan versi real.
*Ilustrasi hutan versi berefek sepia.
*Ilustrasi pedesaan versi real.
*Ilustrasi pedesaan versi sepia.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro