Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 14 : isanghan

"𝙰𝚖𝚋𝚒𝚕 𝚜𝚊𝚓𝚊 𝚔𝚎𝚕𝚞𝚊𝚛𝚐𝚊𝚔𝚞. 𝙰𝚖𝚋𝚒𝚕 𝚜𝚊𝚓𝚊 𝚗𝚢𝚊𝚠𝚊 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊 𝚑𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊 𝚝𝚊𝚔 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚒𝚜𝚊!"


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:14


Tidak akan ada yang terjadi apanya? Terjadi sesuatu padanya. Kala kegelapan malam menyambut. Gadis itu mulanya memasukki lubang sesuai titah pemuda bernama Stefan tersebut. Kini, ia merasa telah dikerjai sebab terjatuh dari lubang yang ia lalui.

Tidak ada pijakan saat Jenna memasukki lubang bercahaya itu. Tiba-tiba saja ia terjerembab di tanah becek selepas hujan. Bajunya sudah bisa dipastikan sangat kotor dan tote bag miliknya berlumur lumpur.

Stefan, makhluk keparat itu benar-benar!

Ia tak sengaja menggerakkan kaki ke sembarang arah dan merasa ada kepala yang gadis itu tendang. Segera Jenna bangkit dari posisi tengkurapnya. Ia mendekat ke arah tempat ia menemukan kepala. Dan betapa terkejutnya Jenna, ketika menemukan sesosok manusia tengah tak sadarkan diri.

Jenna beringsut semakin mendekat ke arah sosok itu. Ia terlihat seperti pemuda Asia Timur tampan berusia sekitar 23 tahun atau lebih muda dan diyakini merupakan bagian dari tentara melalui beberapa lencana yang ditemukan di pakaiannya dan senapan laras panjang dan katana terbaring di sebelahnya. Kulitnya pucat dan tubuhnya basah sepenuhnya. Rupanya, hujan disini belum lama berhenti.

Mata Jenna membelalak pada noda darah di pakaian pemuda malang itu di bagian perutnya. Jenna berinisiatif meletakkan jemarinya pada lubang hidung si pemuda dan ia mendapati pemuda ini masih bernapas, walaupun patah-patah.

Memandang sekitar seksama, Jenna berlari ke sembarang arah karena takut. Namun, kembali ke tempat semula ia menemukan pemuda tergeletak tak berdaya tersebut. Gadis itu kembali menatap tubuh itu.

Selain kasihan, jika pemuda ini diselamatkan setidaknya ada peluang jaminan keselamatan untuknya, meskipun tidak sepenuhnya. Bisa saja menjadi bumerang di kemudian hari, tapi tidak ada salahnya mencoba, bukan?

Maka, Jenna menyeret pemuda itu tidak manusiawi menuju ke sembarang arah selama beberapa menit di dalam kegelapan, setelahnya ia menghentikan langkah. Kalau dipikir-pikir lagi dengan jernih, tidak sopan menyeret seseorang seperti yang dilakukan gadis itu. Jenna meringis.

Lagipula, ia mau kemana sekarang?

"Mohon maaf yang sebesar-besarnya, Kak." Menyatukan kedua tangan, Jenna menunduk.

Menghela napas lelah, Jenna tidak mengerti apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Rintik-rintik gerimis kembali turun. Rinainya kian deras hingga Jenna memutuskan untuk duduk dan membiarkan tubuhnya dibasahi hujan. Gadis itu duduk bersila lantas meletakkan kepala sang pemuda di pangkuannya.

"Gue harap lo bisa kuat sampai gue nemu bantuan." Jenna berkata lirih. Perlahan, ia mengelus kepala pemuda itu.

"Tetap bernapas dan jangan menyerah!" Entah ditujukan untuk siapa kalimat tersebut sebenarnya sebab baik pemuda ini maupun Jenna sama-sama memerlukannya.

Hujan semakin lebat hingga angin kencang menyertai. Petir menyambar ngeri. Suaranya memekakkan telinga dan kilat cahayanya bagai hunusan pedang panjang nan tajam. Dedaunan saling beradu, menuju arah angin berhembus.

Jantung Jenna berdegup kencang.

Ditegakkan tubuh kaku si pemuda lalu Jenna merengkuhnya erat, walau tiada respon dari tubuh tersebut bagai mayat. Namun, tak apa, setidaknya dengan begini, ia tidak merasa benar-benar sendirian di tengah hutan.

Tak apa, ia tidak sendiri.

Meskipun, Pangeran tidak lagi berada di sisinya secara tiba-tiba, tapi ia tak apa. Ia penasaran mengapa, tapi tak apa.

Kilat petir menghujam diikuti suaranya yang menggelegar hingga Jenna terguncang. Ia merengkuh semakin erat lelaki tersebut sembari menangis.

"Pangeran, lo dimana?"

"Gue benar-benar takut kali ini," ucap Jenna terisak.

Tidak, ia tidak boleh terlihat semenyedihkan ini. Jenna harus kuat. Ia berusaha menahan semuanya, semuanya yang segera tumpah. Dengan gerakan kaku, gadis itu menatap pemuda yang dipeluknya.

Entah keberanian datang darimana, namun mata Jenna menajam.

"Tuhan, buktikan kalau engkau memang ada!"

"Hambamu ini bernama Jenna Kayana menginginkan pemuda ini tetap hidup."

"Kembalikan Pangeran padaku!"

"Hambamu ini rela menebusnya dengan apapun," ucap Jenna penuh tekad. Jika seseorang berkata tentang semangat hidup, maka inilah semangat hidupnya. Meminta sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya.

"Ambil saja keluargaku. Ambil saja nyawa mereka hingga tak bersisa!" merasa kewarasan telah hilang, Jenna tertawa keras setelah mengucapkan kalimatnya yang terakhir.

Gadis itu tidak lagi memedulikan rasa bersalah yang mulai menyelinap ke dalam nuraninya. Jika memang orang tuanya baik maka biarkan waktu yang akan mengungkap semuanya. Dan untuk sang kakak, ia tak mengerti.

Jenna kedinginan lantas mengantuk hingga beberapa menit kemudian, ia jatuh terlelap di atas tubuh pemuda yang masih kaku.


ֶָ֢𐚁๋࣭⭑ֶָ֢


Seberkas sinar memasuki celah-celah dedaunan rimbun. Menghantarkan kehangatan dan terang bagi gadis yang mulai membuka mata perlahan. Selama beberapa saat, ia memandang sekitarnya bingung lalu mendapati sosok pemuda berpakaian seperti tentara menggerakkan kelopak matanya.

Ia seakan mencoba bangun dari tidur panjangnya. Jenna perlu berpikir beberapa detik hingga menyadari sesuatu. Seketika, perasaannya menghangat. Ia menatap pemuda di hadapannya antusias.

Jenna menyatukan dua tangannya lalu memejamkan mata. Ia menggumamkan kalimat doa seadanya demi secuil harapan terkabul.

"Museun il-ieyo?"

[ Apa yang terjadi? ]

"Iie, tsumari, nani ga okotta no ka?"

[ Tidak, maksudku, apa yang terjadi? ]

Mendengar suara berat sosok pemuda, Jenna menghentikan kegiatan berdoanya. Ia menemukan lelaki sedang rebahan dan menatapnya bingung. Gadis itu meneguk ludah. Jika ia sendiri sebenarnya bingung lalu pemuda ini bingung, lantas harus bagaimana?

Lagipula, pemuda itu tadi bicara apa? Pakai bahasa apa?

Mungkinkah Bahasa Jepang, jika melihat dari lambang bendera di pakaiannya?

Matahari terbit.

"Mati, gue nggak paham apa yang lo omongin, buset!" Jenna nampak frustrasi kini, sedangkan lawan bicara tidak searahnya menatap gadis itu tidak paham.

Dengan santainya pemuda yang masih berbaring itu mengulurkan tangan lalu Jenna mengernyitkan dahi.

"Nahante ne doum-i pil-yohan geo aljanh-a, geunyang dowajwo, jebal!"

[ Kamu mengetahui kalau aku membutuhkan bantuanmu, tolong aku! ]

Refleks, Jenna menyambut uluran tangan pemuda itu hingga bisa berhasil berdiri, meski belum bisa tegak sempurna.

Jenna kurang mahir membedakan bahasa-bahasa negara Asia Timur, namun gadis tersebut dapat mengenali logat orang Korea Selatan ketika mereka berbicara melalui drama Korea Selatan yang pernah ia tonton. Dan pemuda berwajah oriental itu berbicara dengan logat orang Korea Selatan yang tengah geram pada lawan bicaranya.

Seperti aktor-aktor drama Korea yang sering ia bayangkan, pemuda ini bertubuh tinggi, ah tepatnya jangkung. Jenna nampak mungil bila bersanding dengan lelaki tersebut. Beruntung, saat ini pemuda Asia Timur tersebut sibuk memandang sekitarnya seakan mencari sesuatu.

Lagipula, harus ia akui bahwa pemuda itu terlihat tampan, walaupun berasal dari zaman perang. Eh? Tunggu, apakah ia memang telah melakukan perjalanan melintas masa? Jenna membelalakkan mata ketika menyadari situasinya yang aneh.

Jenna berkata kencang hingga mengejutkan sosok pemuda yang tengah sibuk sendiri. "Woy! Buset, gue lagi mimpi apa penyakit gue kumat?!"

Gelisah tidak jelas, Jenna memukul kepalanya lalu mencubit lengan dengan keras.

Sial, sakit sekali!

Jadi, ia sedang tidak bermimpi?

Masih belum percaya akan situasinya, Jenna termenung lantas beberapa detik kemudian, kerah baju gadis itu ditarik hingga ia terjatuh bersama dengan seseorang yang menariknya.

Keduanya tersungkur di atas tanah dengan posisi Jenna menindih pemuda yang belum diketahui namanya tersebut. Jenna hendak menyingkir, namun pinggangnya ditahan oleh tangan sang pemuda. Jenna terperangah. Apa yang sedang dilakukan pemuda ini?

Baru sadar saja sudah banyak tingkah.

Selama beberapa detik, mata mereka bertemu. Seolah mampu menyampaikan kata-kata hanya melalui tatapan. Namun, pertemuan netra berwarna senada mereka tidak bertahan lama tatkala sang pemuda dengan kurang ajarnya menyentil dahi Jenna kencang.

"Ah!"

Bersamaan Jenna mengerang, sang pemuda menyingkirkan tangannya dari pinggang gadis itu.

Jenna mengusap dahi lalu melemparkan tatapan tajam pada pemuda itu dan sang pemuda nampak tak berminat menanggapi. Ia mengedikkan bahu santai.

"Wae? nan danji igeos-i kkum-i aninji hwag-inhadolog dowajugo sip-eul ppun-ibnida."

[ Kenapa? Aku hanya ingin membantumu memastikan kalau saat ini bukanlah sebuah mimpi. ]

Mata Jenna memelotot. Ia memang tidak mengerti maksud perkataan pemuda itu. Namun, tetap mengumpat. "Sialan lo!"

Ia kesal tapi mengingat pemuda itu bisa dibilang hidup dan matinya kini, ia mengurungkan niatnya untuk mengabsen beraneka ragam kata-kata umpatan dan sumpah serapah.

Sementara Jenna masih sibuk dengan pertimbangannya, si pemuda menunduk dan mendapati noda darah di pakaian, tepatnya bagian perut. Ia meraba bagian itu dan tidak merasakan sakit seperti bagaimana ia mendapatkan peluru yang rasanya telah menembus perutnya semalam.

Tubuhnya memang masih lemas, akan tetapi rasa sakit di perutnya lenyap tak bersisa.

Bagaimana bisa?


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:14









𝚒𝚜𝚊𝚗𝚐𝚑𝚊𝚗 : asing









Holaa gusy! Aku mau ngajak kalian kenalan sekali lagi sama karakter-karakter utama yang akan sering muncul seiring chapter cerita ini bertambah!





Source : Pinterest & canva

Coba tebak, kira-kira karakter cowok yang terakhir itu siapa? Aku sengaja nggak kasih nama, biar jadi kejutan nanti. ( ̄ε ̄ʃƪ)

By the way, aku tambahin lagu biar feel-nya nambah, yaw.

── .✦Ayey, Vera











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro