ChΓ o cΓ‘c bαΊ‘n! VΓ¬ nhiều lΓ½ do tα»« nay Truyen2U chΓ­nh thα»©c Δ‘α»•i tΓͺn lΓ  Truyen247.Pro. Mong cΓ‘c bαΊ‘n tiαΊΏp tα»₯c ủng hα»™ truy cαΊ­p tΓͺn miền mα»›i nΓ y nhΓ©! MΓ£i yΓͺu... β™₯

Episode 13 : sampai jumpa

πš‚πšžπšŠπšπšž πš”πšŽπšπš’πš”πšŠ, πšœπšŠπš—πš πš™πšžπšπš›πš’ πš–πšŽπš—πšŽπš›πš’πš–πšŠ πš”πšŽπšπšŠπšπšŠπš—πšπšŠπš— πšπšŠπš–πšž πšπšŠπš” πšπšŽπš›πšπšžπšπšŠ dan πš™πšŠπšπšŠ πšŠπš”πš‘πš’πš›πš—πš’πšŠ πš’πšŠ πš‘πšŠπš›πšžπšœ πš–πšŠπš–πš™πšž πš–πšŽπš—πšπšžπšŒπšŠπš™πš”πšŠπš— πšœπšŠπš•πšŠπš– πš™πšŽπš›πš™πš’πšœπšŠπš‘πšŠπš— πšπš’ πš”πšŽπš–πšžπšπš’πšŠπš— πš‘πšŠπš›πš’.


β–ΆοΈŽ β€’αŠαŠ||၊|။||||α‹β€Œβ€Œβ€Œβ€Œβ€ŒαŠ|β€’ 0:13


Sepanjang Jenna bernyanyi, sepasang netra biru gelap di samping gadis itu tidak beranjak dan gadis bermata coklat kelam tersebut tampak tidak menyadari dan menghentikan nyanyiannya ketika sadar diperhatikan. Ia menoleh kembali pada pemuda rupawan di sebelahnya.

"Ah, maaf," ucap Jenna spontan seraya mengalihkan pandang.

Petir menyambar kencang hingga membuat jantung Jenna seakan ingin melompat dari tempat. Tanpa memperkirakan refleks gerakan tubuhnya, gadis itu terkejut ketika mendapati dirinya sudah memeluk pemuda di sebelahnya.

Pipinya memanas, Jenna bersiul lantas memandang sepasang sepatunya. Tak lama, kembali berjengit kaget pada ucapan pemuda di sisinya.

"Sebagai hadiah, saya akan meramal kamu."

Jenna menoleh, dahinya berkerut. "buat apa?"

Sang pemuda tertawa kecil saat ia memperjelas. "Saya menyukai suara kamu."

Jenna tidak mampu menyembunyikan tampang terbodohnya kini. Harus diakui, pemuda kaukasia itu pandai merayu. Ia meremas celana panjangnya.

"Tatap mata saya dan jangan berpaling," ucap pemuda rupawan yang kini menatap tepat pada netra coklat gelap milik Jenna.

Pada sepasang netra sedalam laut lepas yang menatap iris coklat kayu di hadapannya seolah memiliki pusaran air yang semakin kuat ketika ditatap. Ilusi itu terlihat jelas di mata bagai sihir atau keajaiban yang memukau.

Semakin lama, Jenna kian merasa tenggelam, terbawa arus deras itu hingga tubuhnya membeku dan pikirannya kosong. Di alam bawah sadarnya, suara lelaki bergaung lembut.

"Biarkan aku masuk."

"Percayalah padaku."

Kata-kata itu seperti mantra dan ia diberikan kesadaran untuk memilih. Jenna mengangguk perlahan tanpa ragu. Sang pemuda nampak tersenyum tipis setelah mengetahui dirinya dibiarkan memasuki kehidupan pribadi seseorang.

Mendapatkan persetujuan dari gadis di hadapannya, pemuda bernetra biru gelap memusatkan fokus hingga iris coklat gelap dan pupil hitam si gadis membesar di matanya dan memenuhi pemandangannya secara keseluruhan. Di dalam warna hitam mata Jenna, beberapa peristiwa yang ingin dilihat sang pemuda terlihat jelas.

Mulanya, ia bermaksud melihat momen terburuk untuk memberi sedikit solusi permasalahannya sekaligus terbahagia untuk memberi gadis cantik di hadapannya ketenangan. Namun, serangkaian visi tersebut justru membuat sang pemuda itu sendiri terkejut.

Ekspresi ramahnya perlahan memudar dan terganti menjadi dingin dan datar. Sepersekian menit, mendadak raut wajahnya berubah menjadi terkejut lantas tak percaya.

Siluet peristiwa tragis dan mengerikan mulanya menghiasi tampilan pupil sang gadis. Kehidupannya hancur dan berantakan dalam beberapa jam ke depan. Akan tetapi, ia tak akan seterkejut ini hingga ekspresi tenangnya yang biasa terjaga berubah dalam sekejab, jika rahasia keluarga si gadis tidak terungkap. Rahasianya gelap dan mengikatnya.

Sesuatu yang ia cari menemukan titik terang, lantas tidak hanya sampai disana. Momen bahagia sang gadis juga tidak kalah membuatnya tercengang.

Pemuda bermata biru gelap itu melepaskan sang gadis.

Jenna mengerjapkan mata lalu tersenyum pada pemuda yang memasang tampang tak sehangat sebelumnya. "Bagaimana?"

Menghela napas berat, sang pemuda mengusak kepala gadis di hadapannya dan kilatan cahaya berwarna biru muncul singkat dari telapak tangannya yang berada di puncak kepala Jenna tanpa disadari gadis itu.

"Kamu akan baik-baik saja."

Jenna melengkungkan sudut bibir ke bawah. Ia tidak puas dengan jawaban pemuda itu. "Kenapa emangnya?"

"Apa yang kamu lihat?"

"Saya melihat peristiwa besar dimata kamu." Sang pemuda berucap tegas hingga Jenna mengernyitkan dahi, pertanda tidak mengerti.

Jenna tertawa keras. Perkataan pemuda itu bak lelucon kala cuaca dan hati tengah dirundung mendung. Memang seharusnya tidak ia anggap serius perkara ramalan pemuda itu.

"Terima kasih untuk semuanya, Jenna Kayana."

"Saya berhutang banyak."

Jenna kembali tertawa seperti manusia idiot saat pemuda itu berkata tentang 'hutang'. Hutang telah mengerjainya atau apa? Ia benar-benar dibuat bodoh saat ini.

Eh, tunggu dulu. Tadi, ia sepertinya mendengar sang pemuda menyebut nama lengkapnya.

Ia segera menatap si pemuda horor. Matanya membulat. Ia bahkan belum menyebutkan namanya dan pemuda antah berantah ini mengetahuinya. Akan tetapi, setelah dipikir lebih jauh, bisa saja pemuda ini mengetahui namanya dari sosial media. Ia memiliki cukup banyak penggemar yang menikmati lagu cover Jenna. Baiklah, ia tidak peduli lagi mengenai namanya.

"Oke, bayar aja seratus ribu sekarang!" Jenna mengulurkan tangannya, membentuk gestur meminta seraya tersenyum tengil.

Sang pemuda memasang tampang tulus lalu ia menggeleng. "Nggak akan cukup apalagi sepadan."

Derai air yang mengalir dari langit kian reda menjadi butiran-butiran gerimis. Aroma kayu, tanah, dan rumput basah menguar sekaligus bersatu dengan sejuknya udara. Namun, bagi dua makhluk fana ini, memang tidak ada yang jauh lebih penting, selain saling menatap dalam keterpakuan, sekalipun segala hal tentang hujan dan pengaruh yang dibawa setelahnya begitu menarik.

"Saya akan membayarnya dengan sebuah lagu."

"Sebuah lagu tentang keajaiban yang nggak pernah kamu bayangkan."

Sang pemuda tersenyum hingga gigi gingsulnya terlihat. "Dengarkan baik-baik."

Suatu ketika

Kala malam menyambut

Sepasang berbeda saling bersandar

Katanya ia berasal dari dunia manusia

Yang satunya lagi dari dunia bernama dongeng

Ini salah

Namun, begitu mendebarkan

Apalah arti hukuman

Takdir kami saling berkelindan rumit

Mati kami bersama pun menghindar

Keajaiban terjadi tiada henti

Kami dikutuk Yang Mulia

Namun, memang cinta tetaplah cinta

Kemewahan abadi nan kesucian sejati

Sacrum

Sacrum

Helai demi helai rambut Jenna beterbangan ke belakang. Hembusan angin cukup kuat tatkala sang pemuda menyelesaikan nyanyiannya.

Sedari tadi, saat sang pemuda nampak syahdu bernyanyi dan Jenna tak mampu menahan bulu romanya yang berdiri. Ia berani bersumpah, suara pemuda itu sangat indah, seindah iris matanya. Sesaat, gadis itu merasa suara pemuda itu seolah menarik jiwanya untuk melakukan sesuatu tanpa membantah.

Seperti ada unsur magis disana yang tak ia pahami.

"Saya yakin kamu dapat menghapalnya dengan mudah."

Jenna mengambil ponsel dari tote bag miliknya lalu tersenyum lebar. "Nyanyi lagi dong! Gue mau rekam."

"Gue suka lagunya apalagi suara lo." Jenna tersenyum lebar hingga menampilkan deretan giginya yang rapi.

Pemuda bermata biru laut dalam itu kembali bersenandung dan Jenna fokus mendengarkan sembari merekam suara si pemuda. Ketika lelaki muda itu berhenti bernyanyi, Jenna mendengarkan rekaman suaranya melalui ponsel.

Lantas setelah beberapa kali mendengarkan rekaman suara, Jenna memberanikan diri bernyanyi dengan suaranya yang jua indah dan terlatih.

Matanya membulat tercengang kala satu titik cahaya berwarna biru gelap perlahan membesar dan di warna biru yang lebih muda nampak berada di tengah. Cahaya memutar cepat bagai pusaran air deras di laut lepas. Lingkaran itu semakin besar hingga ukurannya melebihi tinggi tubuh Jenna, namun lebar.

Sang pemuda menyatukan tangan mereka agar sang gadis tak pergi sebelum mendengar penjelasannya. "Mulailah hidup baru, Jenna."

"Jangan pernah menoleh padaku, ah ke belakang maksudnya."

"Kamu aman, saya pastikan kamu aman."

Sang pemuda memandang Jenna layaknya orang tua yang sedang membujuk anaknya agar tidak bermain terlampau jauh tatkala matahari hendak tenggelam. Mata biru gelap itu kian diliputi kesenduan. Dapat Jenna rasakan, genggaman jemari kokoh pemuda tersebut mengerat.

Jenna tidak mengerti mengapa air di matanya jatuh perlahanβ€”membasahi pipinya.

"Mereka yang kamu anggap berarti, tidak pernah tulus sejak kamu lahir."

"Mereka merahasiakan sesuatu yang jauh lebih gelap dari dugaanmu."

Pemuda di hadapan Jenna meneguk ludah susah payah sebelum kembali berbicara. Ia menunduk, tidak memiliki keberanian yang cukup untuk menatap sepasang coklat tua yang tidak mengerti situasi. "Rahasia itu melibatkan kematianmu beberapa jam ke depan."

Tenggerokan perempuan cantik itu tercekat. Kata-kata yang hendak dimuntahkan tersangkut.

"Maksud lo ... keluarga gue?"

Jenna berusaha melepaskan diri dari sang pemuda yang masih menahannya kuat. Ia menggeleng lantas berkata lirih, "Gue nggak paham."

Pemuda di hadapan Jenna memberanikan diri untuk menatap wajahnya yang rapuh. "Kamu hanya perlu berlari!"

"Menurut kamu, bagaimana orang tua bisa berubah dalam sekejab?"

"Tidakkah kakak laki-lakimu itu berusaha mendekatimu secara intim? Ah, sesuatu itu terlalu menjijikkan untuk diceritakan."

Rahang sang pemuda terlihat mengeras selama beberapa detik.

Jenna menatap ke arah lain asalkan bukan mata pemuda itu. Ia mengenang masa lalu. Terlepas dari benar atau tidaknya perkataan pemuda yang baru diketahuinya beberapa jam lalu, ia memang harus melarikan diri sesaat sampai pikiran dan hatinya tenang.

Ia merasakan beragam keganjilan mulai dari mimpi buruk, penampilannya yang berubah, apa yang disembunyikan kedua orang tuanya, dan Pangeran yang ia kira hanya makhluk karangan otaknya menjadi nyata selayaknya manusia biasa.

Ia harus mencari tahu setelah ini.

"Ingin pergi kemana selanjutnya?" sang pemuda bertanya lembut.

"Entahlah, mungkin menemukan seseorang tampan yang senasib dan ingin berjuang bersama di tahun-tahun bersejarah." Jenna menjawab asal. Ia hanya mengungkapkan salah satu di antara sekian imajinasinya. Imajinasinya yang tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi.

Ia bukan milik yang lampau, maka selamanya begitu. Gadis itu begitu menyukai suasana bersejarah, terutama kala perang dunia tengah memanas.

"Baiklah," ucap si pemuda tiba-tiba.

"Eh?"

"Anggap saya penyihir dan keinginanmu sekalipun mustahil akan terwujud."

Jenna tersenyum mendengar penuturan pemuda di hadapannya. "Harry Potter? Kau kah itu?"

"Ya," ucap sang pemuda seraya menahan senyum.

"Pergilah menuju lubang itu." Pemuda yang belum diketahui namanya itu merujuk pada pusaran cahaya berwarna biru seketika Jenna menatap pusaran cahaya tersebut ngeri.

"Jangan takut! Tidak akan ada yang terjadi."

Sang pemuda melepaskan tangan Jenna, lantas gadis itu melangkah perlahan.

"Namaku Stefan. Salam kenal dan sampai jumpa, Jenna!" Refleks, Jenna menoleh ke belakang. Ia menemukan pemuda tersebut melambaikan tangan padanya lalu Jenna balas melambai dengan senyum tulus.

Memutar balik tubuh, ekspresi Jenna berubah murung, begitupun pemuda yang menatap punggung gadis di hadapannya kian menjauh.


β–ΆοΈŽ β€’αŠαŠ||၊|။||||α‹β€Œβ€Œβ€Œβ€Œβ€ŒαŠ|β€’ 0:13










Source : Pinterest

Movie: Bridge to Terabithia

Walaupun, nggak sama persis scene-nya, tapi karena kebetulan movie ini berbekas banget di hati, jadilah aku pilih foto ini biar ada feel-nya aja. Kebetulan, aku pecinta hujan, jadi maunya kalau ada adegan hujan harus estetik and nge-feel.Β ( οΌΎβ—‘οΌΎ)γ£βœ‚β€

── .✦Salam fantasi, Vera












BαΊ‘n Δ‘ang đọc truyện trΓͺn: Truyen247.Pro