Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 12 : layaknya laut lepas

𝚂𝚞𝚊𝚝𝚞 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚔𝚊, 𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚙𝚞𝚝𝚛𝚒 𝚋𝚎𝚛𝚝𝚎𝚖𝚞 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚙𝚊𝚗𝚐𝚎𝚛𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚗𝚎𝚐𝚎𝚛𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚞𝚑. 𝙸𝚊 𝚝𝚊𝚔 𝚔𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚖𝚒𝚜𝚝𝚎𝚛𝚒𝚞𝚜 𝚍𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚊𝚛𝚒𝚔.


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:12


Sinar matahari tak terlampau terik sebab pepohonan menjulang di sisi-sisi jalan yang cukup ramai. Pemandangan kali ini asri. Beberapa kali, Jenna menemukan pepohonan yang ditanam dengan jarak yang berdekatan. Tak hanya pohon, tetapi ia juga menangkap aliran air seperti sungai, air mancur, dan ia pasti akan melihat hal-hal yang jauh lebih menarik.

Ia berjalan lebih jauh dan mendapati keramaian di sebuah area rerumputan luas dengan pohon di sisi-sisi pinggirnya. Mereka nampak saling akrab di atas permukaan rumput atau tikar-tikar yang digelar. Tersenyum, gadis itu melangkah penuh peluh kesana.

Siapapun yang melihatnya pasti berpikir kalau Jenna tengah seorang diri. Namun, bagi Jenna, ia ditemani seseorang. Hanya sesekali saja, mereka berkomunikasi melalui mata. Jenna seringkali tidak memahami arti tatapan pemuda yang kini mengikutinya dari belakang, maka ia akan menggangguk saja. Lagipula, pemuda imajinasi itu tinggal bicara saja tapi malah diam bagai bisu.

Netra coklat gelapnya tak sengaja mendapati pasangan yang beranjak dari rerumputan yang diteduhi pohon. Oleh karenanya, Jenna berlari hingga hampir tersandung. Beruntungnya, tubuh Jenna tidak sampai menghantam jalan beraspal.

Ia menyadari kalau pemuda rupawan telah menahan punggungnya menggunakan tangan kokoh nan kekar miliknya. Sedangkan, Jenna refleks meletakkan telapak tangannya pada dada bidang si pemuda. Beberapa detik kemudian, Jenna tersadar dan ia segera berdiri tegak.

Karena kecerobohan dua anak kecil yang berlari, salah seorang anak laki-laki tersebut menabrak si pemuda kencang dan pemuda di hadapan Jenna tumbang diikuti si anak yang menindihnya.

Jenna terkesiap menatapnya. Ia telah berhasil menghindar, akan tetapi tidak dengan pemuda malang ini yang begitu Jenna kenal dekat.

"Maaf, Kak," ucap anak laki-laki itu yang segera berdiri dan lincahnya kembali berlari tanpa beban.

Apa yang tengah terjadi?

Ia Pangeran, bukan? Mengapa tiba-tiba menjadi kasat mata?

Ia tak dapat menampik kalau pemuda yang masih duduk di jalan dan belum beranjak ini sempat menarik perhatian orang-orang berlalu lalang saat ditabrak bocah tadi.

"Why you don't help me?" tanya pemuda itu seraya menahan sunggingan senyum.

"Bisa bangun sendiri, kan?" Jenna bertanya spontan lalu mematung ketika menyadari bisa saja pemuda di hadapannya ini memang nyata dan tidak mengenalnya.

"Eh, I'm sorry," ucap Jenna sedikit panik.

"Nope..." Pemuda bermata hijau itu melanjutkan setelah berhenti berbicara selama beberapa detik. "I should the one that say sorry to you."

Jenna memasang tampang terbodohnya saat ini. "Hah?"

"Lo lupa sama gue?" Pangeran bertanya dengan nada bicara yang berbeda jauh daripada biasanya. Bahkan, bahasa yang dipakainya juga tidak biasa.

"Pangeran?!" Jenna nampak shock saat ini.

Pangeran tersenyum tipis. "Kenapa reaksi lo begitu?"

Jenna kembali dibuat terkejut di keramaian yang makin menggila. Ia terdiam beberapa lama, mengamati pemuda di hadapannya. Ia nampak seperti manusia nyata di sekitar mereka berdua. Bahkan, ia menggunakan bahasa yang tak biasa.

Apakah ini nyata atau hanya sebatas ilusi?

Semilir angin berhembus, menerbangkan helaian rambut tiap insan si tempat indah tersebut, termasuk Jenna dan Pangeran. Suara dedaunan yang saling bergesekan karena angin menggaungkan keanggunan alam dan suasana yang dibawanya kini.

Helaian rambut yang terbang menerpa wajah Jenna disingkap oleh jemari Pangeran. Setelahnya, ia meletakkan telapak tangannya pada wajah cantik Jenna.

Seharusnya, Jenna sudah marah sebab wajahnya sudah terpoles make up dan tak ingin menjadi rusak saat baru saja menginjakkan kaki di Kebun Raya Bogor. Namun, wajah rupawan di hadapannya terlalu menawan untuk dimarahi.

Pemuda itu memusnahkan jarak yang membentang tak terlalu jauh di antara mereka. Pemilik iris hijau kecoklatan itu terlihat begitu mengagumkan dari jarak dekat tatkala ia merundukkan kepala. Jenna membeku di tempat lantas semuanya terjadi secara cepat. Pangeran mencium bibirnya sekilas lalu menciptakan jarak tergesa.

Saat ciuman singkat itu terjadi, Jenna memejamkan mata sesaat hingga pemuda yang mencuri ciuman pertamanya hilang tanpa jejak. Netra coklat gelapnya sibuk mencari.

Ia melangkah tak berarah. Angin kembali semarak menghamburkan helaian rambut miliknya. Peluh menetes dari dahi. Napasnya kian memburu.

Tidak sadar telah berjalan jauh dalam waktu yang lama, Jenna menghentikan pergerakan kakinya. Ia menengadah dan mendapati langit berubah kelabu. Sejuknya udara terasa menggigil lantas bulu kuduknya berdiri.

Gadis itu terlihat linglung memandang sekitarnya yang mendadak sepi. Entah kemana perginya orang-orang. Hanya satu atau dua manusia berlari buru-buru dan pepohonan di atas tanah berumput mengelilinginya.

Hingga cahaya kilat yang menukik tajam mendekat padanya dan ia memejamkan mata secara refleks. Kepalanya terasa seolah ia tengah bersandar di dada bidang yang dipastikan milik laki-laki. Tubuhnya direngkuh erat.

Kemudian suara kencang petir terdengar memekakkan telinga.

Belum sempat bertemu tatap, pemuda berona pucat dan bersurai coklat kehitaman tersebut mengamit tangan lembut Jenna lalu mengajak ia berlari ke tempat yang sepertinya aman dari hujan.

Keduanya tiba di sebuah tempat berisikan kursi dan meja minimalis beratap mirip gazebo. Untuk pertama kalinya, Jenna menatap pemuda tersebut terus terang. Ia tidak mampu menahan perasaan kagum kala iris berwarna biru gelap milik si pemuda senada laut lepas hadir, menyapa mata.

Matanya membulat lantas Jenna menggigit bibir pelan. "Thank you."

Pemuda bernetra biru gelap di hadapan Jenna tersenyum tulus. "Sama-sama."

"Eh?" Jenna tersentak.

"Apa ada perkataan saya yang salah?" Pemuda di hadapan Jenna berkata lembut.

Gadis itu memalingkan muka. "Harusnya sih nggak ada."

Hujan deras disertai angin kencang mampu mengaburkan pandangan. Seolah kabut terbentuk. Samar-samar sekilas cahaya menyambut. Jenna memeluk tubuhnya sendiri.

Tanpa ia sadari, pemuda yang mengambil posisi duduk berseberangan dengannya menatapnya lekat dan tak mengalihkan barang sedikit perhatian.

"Sayang sekali, saya nggak bisa menghangatkan kamu."

Niat sang pemuda rupanya ingin mencairkan suasana yang canggung menurut Jenna. Namun, harus dikatakan gagal sebab Jenna justru tersedak ludahnya sendiri. Ia memusatkan kembali atensinya pada pemuda kaukasia itu.

"Jangan ngomong begitu lagi ah, Mas Bule!" Jenna berkata pelan.

Lagipula, siapa pula manusia dungu yang mengajari pemuda asing ini berkata aneh seperti itu?!

Jenna semakin merasa kalau tatapan pemuda asing ini begitu intens padanya. Semula, ia mungkin merasa hanya perasaan semunya saja kalau pemuda itu tak berpaling sedikitpun. Merinding, ia berharap hujan berhenti.

"Jangan takut, saya nggak punya niat buruk." Sang pemuda berkata menenangkan. Rautnya memang nampak tulus hingga Jenna mau tak mau terbuai.

Sang pemuda menggeser kursinya supaya lebih dekat dengan gadis yang semula di hadapannya saat ia masih dalam posisi duduk lantas keduanya terkejut ketika pemuda asing itu hampir terjungkal, jika saja Jenna tak membantu menahan kursinya. Mereka tertawa.

"Lo mau ngapain emangnya?" Jenna bertanya riang.

Tatapan pemuda bermata biru gelap itu lurus pada hujaman air, rerumputan basah dan batang pohon besar beserta akar-akar menyembul dari tanah.

"Saya sedang mencari sesuatu."

Jenna memiringkan kepala lalu mengikuti arah tatapan si pemuda. "Semoga berhasil."

Sang pemuda menoleh begitupun Jenna.

"Saya berharap demikian."

"Terima kasih," ucap pemuda di sebelah Jenna penuh keramahan.

"Kenapa harus berterima kasih?" tanya gadis itu heran dalam hati.

Hujan masih belum reda. Seakan terbius suasana menenangkan yang dibawa hujan, Jenna bersenandung pelan tanpa sadar.

I know the lights are on, you're not alone

I wonder if you're making lies

I wonder if he loves you like

The way you said that only I could do

I wish that I could tell you that I miss you.

Sepanjang Jenna bernyanyi, sepasang netra biru gelap di samping gadis itu tidak beranjak dan gadis bermata coklap kelam tersebut tampak tidak menyadari dan menghentikan nyanyiannya ketika sadar diperhatikan. Ia menoleh kembali pada pemuda rupawan di sebelahnya.


▶︎ •၊၊||၊|။||||။‌‌‌‌‌၊|• 0:12









Credit song : A year ago by James Arthur

Terjemahan lirik:

Aku tahu lampu menyala, kamu tidak sendirian

Aku ingin tahu apakah kamu membuat kebohongan

Aku ingin tahu apakah dia mencintaimu seperti

Cara kamu mengatakan bahwa hanya aku yang bisa melakukannya

Aku berharap aku bisa mengatakan bahwa aku merindukanmu.










𓆉𓆝 𓆟 𓆞 𓆝 𓆟𓇼














Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro