Chร o cรกc bแบกn! Vรฌ nhiแปu lรฝ do tแปซ nay Truyen2U chรญnh thแปฉc ฤ‘แป•i tรชn lร  Truyen247.Pro. Mong cรกc bแบกn tiแบฟp tแปฅc แปงng hแป™ truy cแบญp tรชn miแปn mแป›i nร y nhรฉ! Mรฃi yรชu... โ™ฅ

Episode 11 : kamu berbeda

๐š‚๐šž๐šŠ๐š๐šž ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ, ๐šœ๐šŠ๐š—๐š ๐š™๐šž๐š๐š›๐š’ ๐š–๐šŠ๐š–๐š™๐šž ๐š–๐šŽ๐š•๐š’๐š‘๐šŠ๐š ๐š ๐šŠ๐š“๐šŠ๐š‘ ๐š•๐šŠ๐š’๐š— ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š‹๐š’๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š•๐š’๐š‘๐šŠ๐š. ๐šƒ๐šŽ๐š›๐š—๐šข๐šŠ๐š๐šŠ, ๐šœ๐šŽ๐š๐š’๐šŠ๐š™ ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐šœ๐šŽ๐š•๐šŠ๐š•๐šž ๐š–๐šŽ๐š–๐š’๐š•๐š’๐š”๐š’ ๐šœ๐š’๐šœ๐š’ ๐š•๐šŠ๐š’๐š—.


โ–ถ๏ธŽ โ€ขแŠแŠ||แŠ|แ‹||||| 0:11


Jenna mengambil ponsel yang tergeletak di sebelah bantal kemudian mendapati puluhan panggilan tak terjawab dari Ian. Gadis itu mulai beranjak dari kasur. Memandang ke berbagai arah di penjuru ruangan yang ia tempati, Ia mencari dan terus saja mencari sesuatu. Mulai dari membuka pintu kamar hotel dan matanya meneliti sekitar begitu awas, lantas mengawasi kamar mandinya yang luas. Gilanya gadis itu sampai membuka jendela dan mengamati atas dan bawah permukaan dinding.

Pangeran yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala.

Kala langit memancarkan suasana pagi yang cerah dan semarak insan beraktivitas, Jenna tidak lagi memedulikan penampilannya yang berantakan. Ia keluar area hotel dan celingukan seperti orang idiot.

"Kenapa tidak sekalian saja kamu mencari dia di lubang toilet atau tempat sampah?" tanya pemuda yang kini berdiri di belakang Jenna.

"Gue sih malah rencananya mau sekalian nyari di lubang pantat," ujar Jenna tak acuh. Dengan lincah, ia pergi memasuki hotel untuk menuju kamarnya.

Sesampainya gadis itu di kamar, Jenna cemberut. Ia membaringkan tubuh seraya menutup mata. "Lo sekarang jadi pembohong."

Pangeran mengetahui dengan baik kalau kata-kata tersebut ditujukan untuknya. Alih-alih kesal dituduh sebagai pembohong, ia justru tersenyum sedikit lebar guna menahan tawa yang sulit dibendung.

Ia berusaha mengubah ekspresinya menjadi datar seperti biasa lalu berdeham singkat. "Aku tidak pernah berbohong."

Mengernyit dalam keadaan memejamkan mata, Jenna berkata tajam, "Gue harap yang lo maksud itu beneran abang gue bukan abang rentenir."

Pangeran yang mendengarnya menatap gadis di hadapannya tidak habis pikir.

Mendadak, Jenna menegakkan tubuh seiring dengan satu pemikiran terlintas di benak pemuda bernetra hijau yang berdiri mematung di hadapan gadis itu.

"Semangat! Gue hari ini mau jalan-jalan aja pokoknya." Dengan ceria, Jenna beranjak dari ranjang menuju kamar mandi, melewati pemuda yang semula berada di hadapannya, sementara Pangeran berjuang mengeluarkan kata yang tersangkut.

"Tunggu!" seru Pangeran tiba-tiba hingga Jenna berhenti melangkah. Segera ia melanjutkan, "Tidakkah kamu ingat hari apa sekarang?"

Jenna menoleh dan mendapati pemuda berperawakan kaukasia itu masih membelakanginya. "Hari Senin?"

Tak mendapatkan jawaban apapun dari pemuda yang masih enggan menoleh padanya, Jenna kembali menebak. "Hari ibu?"

Pangeran memutar tubuh, ia menampilkan ekspresi dingin dan datar, maka Jenna meringis setelah melihatnya.

Bulan Desember saja masih tiga bulan kemudian.

"Hari ini, hari ulang tahunmu, bodoh." Pangeran berkata spontan dan ia sedikit terperangah akan keluarnya rangkaian kata yang entah bagaimana sulit diutarakan sebelumnya. Kelegaan mengalir mulus di diri sang pemuda.

Jenna membelalakkan mata. Kalau hari ini memang hari ulang tahunnya yang seharusnya istimewa untuk gadis itu lalu mengapa raut muka Pangeran harus seperti itu?

Apa ada yang salah?

Jenna mengusap dagu bagai tengah berpikir keras. Ketika lampu tak kasat mata seakan muncul dari kepala, gadis bernetra coklat kelam tersebut menjetikkan jari. Ia tersenyum riang.

"Buat ngerayain ulang tahun, gue mau jalan-jalan ke Kebun Raya Bogor!" Jenna berjingkrak-jingkrak layaknya bocah yang baru dibelikan mainan baru.

Pangeran yang melihat tingkah pecicilan gadis di hadapannya hanya mampu menyunggingkan senyum miris.

Masih nampak gembira, beberapa saat kemudian segera musnah raut ceria Jenna ketika tak sengaja menatap pantulan dirinya di cermin. Ia berteriak ketakutan melihat penampakannya yang terbaru. Tanpa disengaja pula, Pangeran memberikan refleks berupa mendekap erat gadis cantik itu.

Ia merengkuh si gadis erat hingga reaksi histerisnya berhenti. Gadis di dalam dekapannya menjadi kaku selama beberapa saat. Namun, sang pemuda tidak melepaskannya atau melonggarkan pelukan mereka sedikitpun.

Seraya bersandar pada dada bidang sang pemuda, Jenna berbisik lirih, "Apa yang terjadi padaku?"

"Jangan takut! Yang terpenting kamu tetap cantik." Sesaat kemudian, Pangeran merutuki kata-kata yang keluar darinya. Ia ingin sekali memutar waktu untuk menghentikan mulutnya berbicara enteng seperti tadi.

Jenna menengadah, ia mencoba bertemu wajah tampan Pangeran. "Benarkah?"

Untuk pertama kali dalam sejarah pemuda itu hidup di dunia fana ini, ia memasang ekspresi gugup yang kentara, walaupun telah berusaha keras disembunyikan olehnya lantas memalingkan muka.

Mungkin halusinasi Jenna semakin parah lagi tapi netra coklat gelap miliknya tak sengaja menangkap semburat merah muda di kedua pipi putih pucat sang pemilik iris hijau tersebut.

"Kenapa tingkah lo jadi macam perawan mau malam pertama begitu?" Jenna bertanya seraya tertawa terbahak-bahak. Tepat setelahnya, Pangeran melepaskan pelukan mereka hingga si gadis terhempas. Untungnya, Jenna tidak sampai terjatu atau menabrak sesuatu di belakangnya.

Jenna masih tertawa sampai air mata keluar dari sudut matanya. "Gue mau mandi dulu, ah!"


ึถึธึข๐šเน‹เฃญโญ‘ึถึธึข


Suatu ketika, di dalam keremangan ruangan kedap suara, seorang pemuda berpenampilan berantakan berada di dalamnya. Kala malam tiba, lampu dimatikan hingga menciptakan kegelapan dan jendela tidak tertutup gorden. Ia memantik api untuk menyalakan rokok. Asap mengepul nan membumbung jauh, mengitari seisi ruangan.

Di sela keremangan, sebuah pemandangan kamar yang tak kalah berantakan menjadi cukup mencolok, begitupun pemuda yang tengah duduk di kursi seraya menyilangkan kaki. Bersandar di sandaran kursi, ia menengadahkan kepala saat menghembuskan asap dari mulutnya. Ia menatap hampa pada apapun di sekitarnya, termasuk kertas-kertas kumal dan baru berserakan juga beragam benda yang pecah atau rusak dibiarkan tergeletak di lantai.

Selang beberapa menit, suara tawa menggema di ruangan sunyi itu. Pemuda itu tertawa selama beberapa saat lalu berhenti dan tertawa lagi seperti sebelumnya.

Tatapannya nyalang terutama ketika netra kelamnya bertemu ponsel dan pintu kamar. Ia menyeringai kemudian mengambil ponselnya di atas ranjang acak adulnya.

Ia bermaksud menelepon seseorang yang kerap menghantui isi pikirannya kala tiada kesibukan seperti malam ini. Ketika telah berdering, ia tersenyum, kali ini senyuman yang mampu meruntuhkan pertahanan hati wanita, senyum penuh ketulusan.

Segera senyum di wajah menawannya memudar seiring seseorang itu tidak menjawab banyak panggilan ponselnya, padahal sempat berdering. Rautnya menjadi murka dan menakutkan.

Meletakkan ponsel di atas meja, ia mematikan rokoknya lalu membuangnya ke sembarang arah. Menambah sampah yang sudah hampir memenuhi ruangan.

Memalingkan wajah pada meja di belakang kursinya, ia menatap penuh arti plastik berisi dedanunan kering. Hendak diambil plastik tersebut. Namun, kegiatannya terhenti sejenak saat sekelebat memori percakapan ia dan gadis cantik siang ini melintas di benak.

Ia kembali tersenyum cerah sejenak.

"Halo, Kak." Suara di seberangnya menyapa santai.

Berusaha megendalikan suara, ia bertanya seperti biasa yang seseorang itu ketahui, "Lo nggak pulang?"

"Lusa, gue balik." Seseorang menyahut ramah.

"Nggak kuliah besok?"

"Mau bolos dulu sehari," jawab suara yang menggema melalui ponsel.

"Woy pulang, geblek! Bapak emak lo di sini."

"Nggak dibagi warisan loh kalau durhaka." Sang pemuda berkata konyol hingga seseorang terdengar sedang tertawa kecil.

"Sesekali gue mau jadi durhaka layaknya papa mama memperlakukan gue akhir-akhir ini." Ucapan seseorang dari ponsel cukup menohok dan si pemuda terdiam beberapa detik.

Melembutkan suara, pemuda bernetra kelam itu berkata, "Share location! Gue mau ke tempat lo sekarang."

"Nggak dulu buat sekarang, Kak." Tepat setelah suara tersebut terdengar, panggilan mereka terputus.

Mendadak, ekspresi wajahnya menjadi nampak bengis, pemuda itu hampir saja membanting ponsel yang semula tergeletak di atas meja kalau tidak teringat wajah gadis kesukaannya. Ia harus mengendalikan diri supaya tidak terlihat mencurigakan apabila ponselnya rusak. Maka, tangannya yang masih mengenggam ponsel berhenti di udara.

Suara pelatuk pistol yang dilepaskan terdengar beberapa kali menghantam pintu ruangan hingga pintu roboh.ย 


โ–ถ๏ธŽ โ€ขแŠแŠ||แŠ|แ‹||||| 0:11









Apa kabar, gusy? Udah lama nggak nyapa para pembacaku, nih. So, hi all!

Jangan lupa vote dan komen ya qaqa.

Jujur, aku udah bisa merasakan emosi cerita yang aku bikin. Semoga sampai ke kalian, yaw.

โ”€โ”€ .โœฆCheers, Vera






โ‹†เฑจเงŽหšโŸกห– เฃช











Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen247.Pro