Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KEGELAPAN KEDUA: NANA

Pintu pun dibuka perlahan oleh Trek, tentu saja sambil siap siaga menodongkan handgunnya. Melihat situasi aman, mereka berdua langsung masuk ke gedung... mungkin kurang tepat disebut gedung karena sudah hancur dan hanya menyisakan bagian bawahnya saja, tapi biar mudah sebut saja ini gedung. Mereka berjalan dengan siaga. Lalu mereka melihat ada satu pintu yang tertutup, di sebelah kanan mereka.

Mereka berdua saling menatap, dan mengangguk tanda untuk ke sana. Setelah sampai, Trek memutar perlahan kenop pintunya. Pintu terbuka lebar, dan mereka langsung melihat ada seorang pria menggunakan kaos puith, bercelana biru panjang, rambut pirang pendek, dan dia terlihat penuh dengan luka. Trek langsung menghampirinya.

Trek meletakkan telapak tangannya ke leher pria itu, untuk memeriksa denyut nadinya. Tiba-tiba Trek menggelengkan kepalanya, dan Puni langsung memasang wajah kaget. "Ternyata benar, kita ketahuan," ucap Trek.

"Tapi... Kenapa markas bisa mendapatkan informasinya?" tanya Puni.

"Mungkin, mereka sebenarnya sudah mengetahui kalau Dick adalah mata-mata. Tapi mereka membiarkannya membocorkan informasi tentang transaksi itu. Setelah selesai melaporkan informasi ke markas, baru mereka menghajar Dick sampai mati. Dengan kata lain, ini adalah jebakan. Tapi, sayangnnya kita berhasil lepas dari jebakan itu."

"Be-Berarti kenapa Dick berada di ruangan ini adalah..."

Mereka berdua sepikiran, kalau alasan Dick berada di ruangan ini adalah termasuk jebakan. Segera mereka berdiri dan bersiaga dengan segala kemungkinan yang ada. Tapi, tidak seperti yang mereka perkirakan, pintu tidak tertutup sendiri, tiba-tiba ada asap bius, atau musuh tiba-tiba sudah mengepung mereka. Yang terjadi di ruangan ini adalah tidak terjadi apa-apa.

Karena tidak ada reaksi apapun, mereka berdua memutuskan untuk menjelajahi gedung ini. Mereka keluar, dan kembali menutupkan pintu ruangan dimana rekan mereka mati. Mereka kembali berjalan dengan penuh siaga, melihat sekitar dengan waspada. Dan mereka pun sampai di depan pintu besar.

Trek dan Puni langsung menempelkan sisi tubuh mereka ke daun pintu itu, dan mengangkat handgun mereka. Perlahan tangan Trek membuka kenop pintu itu, dengan perlahan juga dia membukanya. Belum terbuka lebar, ada sesuatu berwarna merah tercecer di lantai, dan karena itu Trek langsung mendobrak pintu.

Beberapa mayat pria tergeletak bersimbah darah yang terlihat masih segar, itu pemandangan yang mereka lihat sekarang. Bukan hanya darah yang menghiasi lantai, ada juga selosong peluru yang bercecer banyak dimana-mana. Trek langsung berlari ke tengah ruangan, dia mendekati mayat pria yang tak lain adalah target mereka bernama Jin.

"Sepertinya di sini terjadi pertarungan," kata Trek.

"Apa mungkin pria yang seperti kita lawan di kereta?" tanya Puni.

"Mungkin saja, melihat jumlah pria bersenjata yang tewas dan selosong yang tercecer dimana-mana... Kurasa mereka habis bertarung dengan monster seperti itu atau mungkin lebih berbahaya lagi..."

Mereka tiba-tiba dikagetkan oleh suara pintu terbuka di seberang mereka. Sontak mereka langsung menodongkan senjata mereka ke arah pintu itu. Tapi, mereka langsung menurunkan todongannya karena ternyata itu adalah gadis bergaun putih polos, berambut putih panjang, dan berkulit putih. Gadis itu langsung menjatuhkan tubuhnya setelah berhasil membuka lebar pintu itu, tentu saja mereka berdua langsung berlari ke arahnya.

Trek menyandarkan kepala gadis itu di lengan kanannya, dan tangan kirinya menyentuh lehernya. "Dia masih hidup."

"Syukurlah... Kenapa bisa ada seorang gadis di sini, ya? Dilihat dari penampilannya, seperti seumuran denganku."

"Penampilan bisa menipu, mungkin saja dia tua..." Di kepala Trek tiba-tiba terlintas wajah Sarah.

Hendak Puni mengucapkan sesuatu, tapi langsung dihentikan dengan membukanya mata gadis itu. Sekarang mereka bisa melihat warna kuning cerah matanya yang indah. "Pa...Papa..." Setelah itu dia kembali menutupkan matanya.

***

"Hasil otoposinya adalah mereka mati karena organ mereka semua hancur."

"Pantas saja mereka terlihat baik-baik saja... Oh iya, bukankah misinya gagal, kenapa kau membuatkanku kopi spesialmu?" Trek meminum kopi hitam yang tidak terlalu pahit itu.

"Kegagalan misi kalian bukan kesalahan kalian, melainkan karena kesalahan kami. Untung saja ada pembantaian di sana, kalau tidak, mungkin kalian sudah mati atau tertangkap oleh mereka."

"Ngomong-ngomong, siapa gadis itu?" Trek menaruh cangkir itu ke meja.

"Entahlah, tidak ada data tentangnya di kota Bami, dan sekarang masih dalam penyelidikkan."

"Sarah, apa tidak aneh... Kau bilang akan ada transaksi, kan? Lalu, dimana barang yang akan ditukarnya? Dan katamu juga disana hanya ada mayat anggota Sholf. Lalu dimana mayat yang akan melakukan transaksi itu?"

"Hmm... Mungkin pembantaian itu diakibatkan oleh orang yang melakukan transaksi. Mungkin dia adalah pria berjubah yang sama seperti kalian hadapi di kereta."

"Kalau memang benar begitu, kurasa puluhan orang dan senjata bisa membunuh monster itu." Trek menundukkan kepalanya, karena sebuah perkiraan yang tak terduga melintas di kepalanya. "Kecuali...Kecuali dia adalah salah satu orang yang terinfeksi virus X yang dikatakan tuan Nik."

Mereka berdua tidak berbicara lagi, bukan karena ucapan tentang monster yang membantai anggota Sholf, tapi karena ada nama "Nik" di pembicaraan mereka, tentu yang paling memikirkannya adalah Trek. "Sebaiknya kau pulang, Trek. Kalau ada informasi terbaru, aku akan mengabarimu."

"Baik, terima kasih, Sarah. Maaf, aku merepotkanmu lagi." Lalu Trek berdiri.

"Tumben, kau bersikap baik dan tidak kasar kepadaku."

"Sudah kubilang, jangan mengatakan seperti aku ini jahat."

"Tapi memang kenyataannya begitu."

"Terserah." Trek berjalan menuju pintu keluar, tapi dia menghentikan langkahnya setelah pintu itu terbuka. "Terima kasih untuk kopinya."

Sarah hanya menjawab dengan senyuman, dan Trek pun pergi. "Dasar..."

Sekarang Trek sudah sampai di sebuah rumah yang tidak terlalu besar, dia membuka kenop pintu. "Aku pulang."

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki cepat, Trek berpikir Puni akan menyambut kedatangannya seperti biasa, tapi kali ini yang datang malah gadis berambut putih panjang. "Selamat datang, Papa."

"Aku pu... Ehh?!" Trek baru menyadari kalau yang menyambutnya adalah gadis yang dia temui di gedung tempat transaksi itu. "Tunggu dulu, ini pasti mimpi..." Trek memasang jari tangannya di dahinya, dan memasang wajah berpikir dengan mata tertutup.

"Selamat datang, Darling."

"Hehhhh!!?" Kejutan selanjutnya adalah Puni menyambutnya dan memanggilnya 'Darling'. "Apa aku tertidur setelah minum kopi dari Sarah, ya?" Dia kembali memasang wajah berpikirnya setelah tadi memasang wajah kaget bukan main.

Sebuah tangan menarik pelan kerah lengan baju Trek, ternyata itu ulah gadis itu. "Papa tidak sedang mimpi, Papa sudah bangun."

"Kalau begitu, cubit pipiku." Trek menundukkan kepalanya, mengarahkan wajahnya ke gadis itu. Tentu gadis itu langsung menarik sebelah pipi Trek. "Awwwaw, lew-lewpaskan!" Gadis itu melepaskan cubitannya.

"Apa kau tidak suka dipanggil 'Darling'?" Puni memasang wajah cemberut, dia terlihat cukup lucu di mata Trek.

"Bu-Bukannya tidak senang... Hanya saja... kenapa kau tiba-tiba memanggilku 'Darling'?"

"Mama, Papa sudah pulang, Nana mau main kartu~" ucapnya dengan nada anak kecil. Dan ucapannya itu sudah mewakili jawaban atas pertanyaan Trek tadi.

Gadis bernama Nana itu sekarang sedang duduk menonton acara kartun, sedangkan kedua pasangan suami istri dadakan ini sedang bicara di dapur.

"Kenapa kau membawa gadis itu kemari?"

"Habisnya dia yang memintanya. Awalnya dia mau dirawat di markas, tapi dia merengek untuk bersama denganku."

"Lalu, kenapa dia memanggilmu 'Mama' dan aku 'Papa'?"

"Entahlah, saat dia sadar... Kebetulan aku ada di ruang rawat itu, dia melihatku dan memanggilku 'Mama'. Dan dia tidak ingat dengan dirinya dan apa yang sudah terjadi di gedung itu."

"Lalu, nama Nana itu, apakah itu namanya?"

"Sebenarnya itu nama pemberianku. Dia tidak ingat dengan identitasnya sendiri, bahkan orangtuanya, dan tempat tinggalnya. Yang dia ingat adalah kalau aku Mama-nya dan kau Papa-nya, jadi aku... memanggilmu Da...Darling..." Mereka berdua langsung mempalingkan wajah malu mereka.

"Jadi, dia tidak ingat apa-apa... Apakah bos tahu tentang gadis itu ada di sini?"

"Aku sudah meminta izin bos, dan dia menyuruh kita untuk merawat Nana sampai ingatannya kembali. Mungkin saja Nana ada hubungannya dengan klien transaksi bos Sholf."

"Baiklah, kalau kau tidak keberatan dengan itu... Aku tidak ma-masalah pu-pura-pura jadi suamimu..."

"Ka-Kalau begitu, panggil aku Ho-Honey..."

Wajah kaget Trek langsung tertuju kepada istri dadakannya yang sudah menundukkan wajah yang memerah padamnya. "Ba-Baiklah... Ho...Honey..." Trek mempalingkan pandangannya ke atas.

"Papa, Mama, Papa Mama sudah mengambil kartunya?" teriak anak dadakan mereka.

"I-Iya, ini Mama sudah mau kesana." Dengan masih wajah memerah, Puni berjalan menuju ruang tamu. "A-Ayo, Da-Darling."

"I-Iya, Ho-Honey."

***

"Da-Darling, apa kau masih bangun?"

"Be-Begitulah, Ho-Honey."

Kedua pasangan mendadak ini sekarang sedang saling memunggungi di ranjang, dan di tengah mereka ada anak mereka bernama Nana yang sudah tertidur pulas. Mereka berdua terpaksa tidur dalam satu ranjang karena rengekan anak dadakan mereka.

"Da-Darling... A-Apa kau senang dengan keadaan ini...?"

"Memang mendadak, tapi aku menikmatinya..."

Mereka berdua langsung hening, karena mereka sedang merasakan perasaan yang sama, yaitu jantung mereka berdetak kencang dan badan mereka panas. "Ka-Kalau begitu, aku sebaiknya pi..." Trek hendak pergi, tapi sebuah tangan yang menggenggam punggung bajunya membuat dia berhenti, dan itu adalah tangan dari Nana.

"A-Aku tidak keberatan kau ti-tidur di sini..."

"Ba-Baiklah..."

Mereka kembali hening. Puni menutup matanya, mengumpulkan semua keberaniannya. "Da... Maksudku, Trek. Se-Sebenarnya aku sa-sangat senang bisa me-menjadi istri pa-palsumu... Ta-Tapi sebenarnya aku sangat senang ka-kalau bisa menjadi istri sungguhan, dan ki-kita me-merawat Nana sampai dia akan me-menikah nanti..."

"Krokkk!"

Suara dengkuran itu membuat Puni menghentikan pernyataannya kepada Trek, dan tentu dia tahu siapa yang mendengkur itu. "Dasar..." Benar, Trek sekarang sudah tertidur, membuat gadis yang sudah capek-capek mengumpulkan keberanian mengungkapkan perasaannya sia-sia. Dan dengan kesal, Puni menutup matanya untuk tidur. "Trek, bodoh."

Entah sudah berapa menit atau jam berlalu, sekarang Trek membuka matanya. Dan dia mendapati wajah tidur Puni di depannya, sangat dekat. Tentu saja Trek langsung panik, tapi dia menahan rasa paniknya karena takut membuat Puni bangun. Lama-kelamaan Trek mulai terpesona dengan wajah cantik tidur dari Puni, dia merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam pikirannya. Tapi, dengan berat hati, dia tidak boleh kalah dengan hawa nafsunya itu. "Eh? Dimana Nana?" Trek menyadari kalau Nana tidak ada di belakang atau di tengah-tengahnya.

Trek langsung bangun dari ranjang, tentu dengan pelan-pelan. Dia mencari sesosok Nana, tapi dia tidak menemukannya dimana-mana. Dan sampailah dia di ruang tamu sekaligus ruang makan. Di sana dia melihat seorang gadis berambut putih panjang, menggunakan piyama merah muda, tingginya sama dengan Puni, dan dia sedang berdiri di dekat meja makan.

"Na-Nana, kenapa kau bangun tengah malam begini? Apa kau lapar? Aku akan buatkan makanan untukmu."

"Trek Greg, benar-benar nama yang cukup aneh, tapi wajar saja karena yang memberikan namanya adalah Pisco." Trek menghentikan langkahnya, dia langsung memasang wajah kaget bukan main dan diarahkan kepada sosok bernama Nana itu.

"Ka-Kau siapa?" Walau tubuhnya adalah Nana, tapi Trek menyadari nada bicara dan senyumannya berbeda dengan Nana yang dia baru kenal.

"Jangan memasang wajah menyeramkan begitu, tenang saja aku bukan musuhmu. Namaku Elliot, kau kenal nama itu, kan?"

"Ke-Kenapa kau ada di sini?"

"Istrimu kan yang membawaku kemari."

Trek langsung memasang wajah konyol, karena dia salah melontarkan pertanyaan, tentu saja dia tahu yang membawa dia kemari adalah Puni yang tak lain adalah istri palsunya. "Ma-Maksudku, kenapa kau bisa ada di negara ini? Dan kenapa kau berpura-pura seperti anak kecil?"

"Aku ini tidak pura-pura menjadi anak kecil, lagipula itulah yang diinginkan oleh pemilik tubuh ini."

"A-Apa maksudmu?"

"Kau tahu kan kalau kemampuanku adalah mengendalikan otak yang sudah mati? Aku meminjam tubuhnya... kurang tepat, maksudku menumpang di otak tubuh ini..." Trek masih memasang wajah bingung. "Mudahnya, anggap saja gadis bernama Nana ini memiliki kepribadian ganda, dan kepribadian gandanya adalah aku, Elliot Travis. Sebenarnya sih, tubuh asliku sudah mati, jadi aku menumpang di tubuh gadis ini dengan cara memindahkan seluruh memoriku ke dalam otaknya."

"Lalu, apa kau tahu identitas sebenarnya Nana?"

"Gadis ini adalah anakku."

"Se-Setahuku dari tuan Nik, Elliot itu belum punya suami."

"Mana mungkin aku menjadi jomblo seumur hidup hanya karena ditinggal oleh Pisco? Ehm, biar aku jelaskan saja semuanya, karena aku tidak bisa berlama-lama menggunakan tubuhnya ini." Dia menarik napas, karena dia akan berbicara panjang lebar. "Anakku bisa kemari karena pria yang menjadi klien transaksi ketua Sholf yang membawanya. Klien itu adalah salah satu asisten professor Tonki, yaitu orang yang sudah membuat virus itu. Mereka melakukan transaksi menukarkan anakku ini dengan sekoper penuh suntikkan virus itu."

"Ke-Kenapa asisten itu menukarkan Nana dengan sekoper suntikan? Padahal dia kan bisa membuat banyak suntikan virus itu?"

"Sebenarnya, asisten itu menukarkan anakku dengan sekoper suntikan itu bukan karena benar-benar menginginkan suntikan itu... Tujuan sebenarnya adalah menangkap Puni dan membawanya ke kota Jite." Mendengar itu tentu saja Trek kaget tidak main. "Dan asal kau tahu, yang membantai kelompok Sholf adalah... anakku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro