Episode 4 Mengapa Ini yang Terjadi?
Yeay, hari ini libur pertamaku setelah seminggu kerja. Asyik. Sayangnya karena liburnya nggak pas weekend, jadinya aku masih harus kuliah dulu. Ya sudahlah. Aku sudah membayangkan akan makan bakso super favoritku di dekat pasar Dukuh Kupang bersama Mila sepulang kuliah. Aku suka banget bakso kasarnya. Bakso urat yang enak banget.
Aku sudah membayangkan betapa enaknya makan bakso, kemudian akan nongkrong di CiWo* bersama Mila. Kami mau nonton film My Stupid Boss 2. Seru banget deh. Sudah tak sabar.
"Baiklah. Ini tugas kita kali ini ya. Komting silakan bagi kelompok, anggotanya empat orang. Besok silakan dipresentasikan ya. Besok ada kuliah saya lagi kan?" Dosen di depan kelas memberiku kabar buruk seburuk-buruknya. Tugas kelompok? Besok presentasi? Astaghfirullah, aku mau nangis rasanya. Kenapa pas hari libur sih? Pas aku udah mau refreshing?
"Ingat ya, presentase tugas 40% dari nilai akhir. Jadi jangan pernah sepelekan tugas-tugas dari saya." Dosen itu kembali mengultimatum. Anjrit, aku ingin mengeluarkan sumpah serapah.
Aku bertukar tatapan dengan Mila yang duduk di sebelahku. Raut wajahnya juga tampak sama kecewanya denganku. Kami sekelompok, jelas. Tapi rencana nonton? Bye bye bye.
👿👿👿👿👿
"Kapan lulus?" tanya kurir dari Kalbe Farma itu padaku. Aku terkejut. Emang dia tahu aku kuliah? Ranty menegur kurir itu dengan nada tak suka.
"Huss, udah ah. Ini baru masuk hari ini, Juv. Jangan digangguin ya." Ranty menunjukkan padaku apa yang kukerjakan saat menjadi admin gudang. Dia telaten dan sabar mengajari, mulai cara menginput barang datang dari faktur, hingga menerima barang datang. "Ini Juventus, kurirnya Kalbe Farma."
Juventus tersenyum padaku. Aku mengangguk segan. Namanya udah kayak klub bola. "Baru ospek ya?" tanya Juventus menyeringai.
"Eh, iya, Mas." Aku menjawab canggung. Setelah mengatasi kekagetanku mengenai pakaian kerja yang super duper nggak formal, aku masih beradaptasi dengan sistem kerjanya.
Ranty bilang, aku hanya harus melihat apa yang dia kerjakan dulu seharian ini, baru besok aku akan bekerja sungguhan. Ranty selalu membawa pulpen kemanapun ia pergi selama bekerja, tapi waktu aku mau mencari pulpen yang terletak entah dimana dalam tasku, dia bilang tidak usah.
Ranty masih mencontreng item yang tertera dalam faktur Kalbe Farma saat ada cowok lain lagi masuk membawa kardus besar. Wow. Sehari ada berapa pengiriman ya? Sepertinya kok banyak sekali. Ranty tersenyum kepada kurir yang baru masuk itu.
"Itu Adi, dari ...." bisik Ranty sambil menunduk, aku kurang jelas mendengar nama perusahaan farmasi yang ia sebutkan. Selain menyodorkan kardus, kurir itu juga menyodorkan pulpen yang diikat karet gelang. Banyak sekali. Pulpen itu di sablon dengan nama perusahaannya. Kimia Farma.
"Lho, anak baru ya?" Adi tersenyum padaku. "Aku Adi, Mbak. Kapan lulus?" Pertanyaan itu lagi. Apa sih maksudnya?
Aku tersenyum canggung seraya menyebutkan namaku. Ranty kembali menegur Adi. Tetapi ia tersenyum padaku seraya berkata, "Nih, Kanya. Ambil aja pulpennya. Satu kamu bawa, sisanya taruh laci ya. Kamu mau ambil berapapun buat di rumah juga gak masalah."
Aku terkejut. "Hah? Ini nggak dilaporin juga?"
Adi tertawa menanggapi pertanyaanku. "Yaelah, pulpen promosi juga. Biasanya dipake anak gudang kali, Mbak Kanya. Lagian ini sisa dari apoteknya di Semarang. Biasa dibagikan." Adi menjelaskan.
Aku manggut-manggut seraya mengambil satu pulpen dan menggantungkannya di leherku seperti Ranty. Siapa tahu aku butuh diminta bekerja nanti. Pantas saja Ranty bilang aku nggak usah menyiapkan pulpen.
"Lha si Nindya yang kemarin itu kemana?" tanya Adi. Ranty hanya mengangkat bahu. "Udah lulus dia?"
Ranty tersenyum dan mengangguk. Aku makin bingung. Lulus apa sih? Sepertinya nggak berhubungan dengan sekolah atau apa gitu. Aku hanya diam mengamati Ranty.
Begitu Ranty selesai mencocokkan, ia meminta bantuanku mengangkat salah satu kardus. Astaga berat juga ya. Kami kemudian memasuki gudang. Ranty menaruh kardus obat itu di sebelah kursi. Aku menaruh kardus yang sedari tadi kubawa. Selanjutnya Ranty duduk di depan komputer dan menyuruhku duduk di sebelahnya.
Ranty menunjukkan cara menginput faktur ke dalam aplikasi admin_gudang. Dia sempat mengatakan aplikasi ini didesain khusus oleh ahli IT atau apapun lah untuk apotek ini. Harganya entah berapa juta, aku tidak memperhatikan. Aku terfokus bagaimana cara menginput saja.
"Eh, Mbak. Boleh tanya?" tanyaku penasaran.
"Pangil Ranty aja. Aku dipanggil Mbak kok keliatan tuanya entar," jawab Ranty seraya tertawa. Aku nyengir.
Ranty Kusumastuti
"Eh, iya, Ranty." Aku masih agak canggung. "Emang kapan lulus itu maksudnya apa sih? Perasaan dari tadi kurir-kurir mesti nanya gitu."
Ranty tersenyum misterius. "Serius mau tahu?"
Aku mengangguk. Emang apa sih? Rahasia perusahaan?
"Yah, aku nggak nakutin sih. Tapi apotek ini tuh terkenal suka ganti-ganti karyawan." Ranty mulai bertutur. Aku mulai enggak fokus antara harus melihat dirinya menginput nomer dari tiap faktur itu ke laman aplikasi atau menyimak ceritanya. "Rekornya antara seminggu kerja, sampai sebulan kerja. Kamu liat kan, papan pengumuman lowongan kerja di depan pagar apotek ini tuh nggak dicopot meskipun udah ada anak baru. Karena ya gitu, karyawannya tiap minggu ganti terus. Sebelum kamu, ada tiga orang masuk dan serempak keluar sama-sama."
"Astaga, emang kenapa?" Aku tak kuasa menyembunyikan kekagetanku.
"Yah, macam-macam lah alasannya," ujar Ranty mengelak. Tapi entah kenapa aku merasa Ranty sedang tak ingin mengatakan alasan pastinya. Masak sih beneran bosnya sekejam itu?
"Istilah kapan lulus itu, julukannya kurir-kurir yang kirim kesini. Mereka mengibaratkan karyawan disini itu kayak sekolah, saking seringnya ganti. Lulus artinya keluar kerja, alias resign dari apotek ini."
Aku terperangah.
👿👿👿👿👿
Begitu kuliah usai, aku menempelkan kepala di bangku. Ampun deh. Kenapa harus hari ini ada tugas kelompok? Why, why, why? Mila menepuk bahuku.
Mila Karmila
"Ngebakso aja ya, Kan. Kita sekelompok sama Widi dan Endra." Mila menatapku seakan prihatin. Aku mendesah. Ya Allah, nyesek banget sumpah. Nunggu minggu depan itu luama banget lho.
Aku mengangguk. Ini juga bukan sepenuhnya salahnya kan? Aku tersenyum sedih ke arah sahabatku itu.
"Ya udah sih, kita makan dulu aja. Terus janjian di mana gitu. Apa ngerjain di kampus aja?" Aku memberikan alternatif. Gagal deh nonton film. Ugh, aku bete sebete-betenya.
Mila setuju. Widi dan Endra menghampiri mejaku, lalu bertanya mengenai pertemuan kelompok. Setelah kami sepakati, dengan langkah gontai, aku melangkah ke parkiran motor bersama Mila. Kami akan naik motorku ke Bakso Super, setelahnya baru kami akan balik lagi ke kampus mengerjakan tugas.
"Udah deh Kan, jangan manyun. Mila nggak papa kok, kalo nontonnya ditunda sampai minggu depan." Seperti biasa, Mila mencoba membesarkan hatiku.
"Iya, Mil. Sebel deh. Udah mau seneng-seneng, eh malah ada tugas." Aku masih cemberut, meskipun di depanku sudah tersaji mangkok bakso yang mengepulkan asap tipis. Hmmm, aromanya sedap.
Seusai menyantap bakso, aku dan Mila bergegas kembali ke kampus. Lalu bertemu dengan Widi dan Endra yang juga baru selesai makan siang. Kami segera mencari spot yang enak untuk diskusi.
Untungnya tugas kali ini tidak terlalu sulit. Mungkin juga karena aku sekelompok dengan Mila, bintang kelas yang otaknya encer, sehingga tugas bisa rampung lebih cepat. Itu untungnya punya teman yang nggak cuma cantik, tapi juga pintar. Nggak perlu susah payah setidaknya untuk lulus mata kuliah.
Yang bikin aku seneng akhirnya, jam empat sore, tugas selesai. Alhamdulillah ya Allah, paling enggak aku bisa pulang lebih cepat. Widi menawarkan membuat lembar presentasinya di rumah, setelah selesai ia janji akan mengirimkan file-nya via email. Di antara kami Widi yang jago bikin slide powerpoint, jadi kami setuju saja.
Saat Widi dan Endra berpamitan, Mila menyenggol sikuku. Aku menoleh.
"Kenapa, Mil?" tanyaku heran.
"Mau tetep nonton nggak? Masih jam empat lho. Kita bisa ambil yang malam. Mumpung masih libur kamunya." Mila tersenyum penuh arti.
Aku meregangkan otot-otot tubuhku yang lumayan kaku. Hmm, boleh juga kayaknya. Mentok-mentok selesai jam sembilan ya kan? Udah kayak pulang kerja. Aku pura-pura bimbang, padahal sedari tadi tentu saja aku mengiyakan usul Mila.
"Oke, deh. Sempet mandi nggak ya?" Aku melirik kamar mandi kampus. Oh, jangan salah, aku pernah beberapa kali mandi di situ saat kesiangan bangun waktu ada kuliah pagi. Iya, kamar mandinya enggak senyaman rumah, tapi ya bodo amat. Apalagi aku mandinya kilat. Lima menit beres, penting pake sabun.
Makanya banyak yang bilang aku selebor banget orangnya. Cewek-cewek lain, mana sudi menghabiskan waktunya mandi di kamar mandi kampus.
"Ih Kanya, jangan ngawur ah. Kamu nggak mungkin mandi di kamar mandi kampus kan?" sungut Mila. "Mandi di kosan Mila aja. Nggak papa. Masih lebih mending daripada sini."
Mila menarik tanganku, lalu menyeretku kembali ke parkiran. Aku awalnya pura-pura malas, tapi akhirnya aku kembali bersemangat. Iyey, nonton juga aku akhirnya!
Belum sempat kami sampai ke parkiran, ponselku berdering. Aku melihat identitas pemanggilnya dan agak bingung karena itu sepertinya nomer telepon rumah. Siapa ya? Aku kayaknya bukan target prospek untuk kartu kredit Bank kayak kakakku yang nyaris ditelpon tiap bulan. Apalagi ini telepon ke nomer provider seluler, bukan telepon ke WhatsApp. You know lah, pulsanya kan mahal.
"Halo?" sahutku seraya memberi isyarat pada Mila untuk menunggu.
"Kania Prasthikasasti?"
Oh, no. Suara itu membuat bulu kudukku meremang. Aduh. Please not again. Not in my holiday. Don't spoil my free day, pleassseeeee!
👿Episode04👿
Hola assalamualaikum
Kembali ke dunia Kanya yang mulai bikin kesel ya kan? 😅
Pasti bakal ada yang protes, cast temennya Kanya kok cantik-cantik, lha Kanya kayak kebanting abis. He he he, emang si Kanya di sini ceritanya nggak terlalu cantik sih. Makanya dia sering iri sama kedua temannya yang cantik dan lembut, idola para cowok. Sementara Kanya, cantiknya cukupan tapi ketusnya amit-amit 😅
Cowoknya mana ya? Sabar 😅
Sebentar lagi akan tampil kok. Jangan khawatir. Namanya cerita romance, pasti ada intrik-intrik cintanya kok 😄😄😄
Cuma sekali lagi, emang karena ini ceritanya ringan, makanya konfliknya juga nggak berat-berat amat. Cuma seputar dunia kerja dan kuliah, gitu aja sih. Jadi kalo beda jauh sama ceritaku yang sebelumnya, ya mohon maaf 🙏🙏
Eniwei, semoga terhibur dan menikmati ya!
Love,
DhiAZ 💕❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro