Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 15 Melayang

Mengeluh kesal, aku nyaris saja menendang motor Beat hitamku. Apotek sudah tutup, teman-teman kerjaku sudah kembali pulang. Ini hari minggu siang. Aku sudah janjian sama Mila akan karaoke, tapi motorku sungguh-sungguh tak bisa diajak bekerja sama. Ya ampun. Kenapa harus begini sih? Pak Marwan yang hendak menutup gerbang apotek, menghampiriku dan bertanya.

"Rusak, Pak. Dari tadi dinyalain aja nggak bisa," rutukku kesal. Pak Marwan tersenyum kecut.

"Wah, Bapak juga nggak bisa utak-atik motor, Mbak."

"Nggak apa, Pak. Saya telpon orang rumah saja." Aku segera menelpon kakakku. Aku yakin dia sudah bangun jam segini. Udah lewat Zuhur juga. Setelah menceritakan kondisi motorku, yah diiringin dengan saling melempar makian karena nggak tahu kenapa, kakakku di rumah ini suka banget ngajak ribut. Beda banget sama imejnya di sekolah maupun kantornya, Rengga dikenal alim, kalem dan pendiam. Mereka nggak tahu aja kalo kakakku ini terkadang gesrek juga otaknya.

Setengah jam aku menunggu di kursi teras apotek, menghabiskan waktu dengan membaca komik anime. Aku sudah mengabari Mila bahwa aku akan telat. Motorku biar dibawa kakakku pulang, aku akan naik ojol.

"Prasthikasasti?"

Lho, aku mendongak dari bacaan komikku. Kenapa Saga ada di sini? Reflek kututup komik dengan asal dan memasukkannya ke tas. Wajahku pasti kelihatan kucel sekali ya kan?

"Kok Mas Saga ada di sini?" tanyaku heran. Dia tersenyum, seraya tangannya membenahi rambutku yang acak-acakan tertiup angin. Lho? Kok aku jadi deg-degan?

"Tadi lewat aja. Abis dari rumah temen." Saga menatapku dengan apa ya, senang? Lucu? Entahlah. "Kenapa kamu nggak pulang?"

"Itu, Mas Saga, motorku rusak. Nggak tahu caranya benerin. Ini kak Rengga sudah mau ke sini ngambil motornya kok." Aku menjelaskan sekenanya. Atau itu sudah detail? Rasanya ketika aku bersama Saga, aku bahkan kehilangan pengetahuanku untuk mendeskripsikan kata-kata.

"Ya udah, biar saya anter yak. Saya ada mobil." Saga menunjuk mobil sedan merah yang berada di depan halaman apotek. Aku bingung, haruskah kutolak? Atau bagaimana?

"Kaancuuut!!!"

Oh damn! Dari sekian banyak peristiwa yang tidak kuinginkan terjadi, inilah yang paling buruk. Tapi kenapa akhirnya terjadi juga?

Aku paling benci dengan suara dan panggilan nggak mutu itu. Kenapa juga harus ada dia sih di sini, tepat di saat aku sedang bersama cowok keren dan jadi idola?

Saga menoleh keheranan saat ada cowok tengil mengendarai motor RX King, dengan knalpot berisik memasuki halaman dan menghampiriku. Aku memutar bola mata.

"Hai, Kancut, lama nungguin ya?"

"Kenapa jadi kamu sih yang kesini? Kak Rengga mana?" tanyaku kesal. Hilman, cowok itu menyunggingkan cengiran khasnya.

Hilman Susanto

"Kak Rengga masih sibuk, Kancut Sayang. Yuk, pulang bareng Abang."

"Abang gundulmu somplak!" Ups. Keluar deh kosa kata makianku yang jelas tidak enak didengar, apalagi untuk ukuran cowok sehalus dan sekalem Saga. Aku benci Hilman. Benci!

"Ini siapa ya?" tanya Saga.

"Kenalin, gue Hilman Susanto, mantan pacarnya Kanya." Tuh, sepede itu dia memperkenalkan dirinya. Dan jelas bikin aku jengkel.

"Mantan pacar?" tanya Saga menegaskan.

"Iya, tapi sekarang kita cuma temenan kok. Kecuali Kanya nyesel abis putusin aku dan mau balikan lagi."

"Yang ada aku nyesel pernah pacaran sama kamu, coba!" sergahku. Kenapa juga Rengga mengutus Hilman sih? Mentang-mentang rumah kami deket? Dan ngapain cowok tengil ini mau?

"Ya udah yuk, Kancut. Kita pulang." Hilman mengedik ke arah belakang punggungnya. Gila apa aku pulang sama dia?

"Ogah. Aku mau pesen ojol aja, aku ada janjian sama temen." Aku membuka layar ponsel dan hendak membuka aplikasi ojol.

"Kamu, temannya Kanya?" tanya Saga setelah berdiam cukup lama. Hilman menatap Saga dengan aneh.

"Kenapa? Kamu siapa?' tanya Hilman.

"Kanya mau keluar sama saya. Nanti saya antar pulang. Kalau kamu memang diutus kak Rengga, silakan bawa pulang motornya Kanya."

Wow, aku terpana menatap Saga. Bahkan Hilman pun ternganga. Tangan Saga meraih kunci motor yang masih tergantung kemudian melemparnya ke arah Hilman.

"Hei, C*k! Sopo koen?" Hilman ini ya, kalo lagi keluar jiwa premannya, muncul kosa kata kasar, bahkan satu kebun binatang dia bawa semua.

"Kenalin saya Saga. Cowoknya Kanya." Tangan Saga kini meraih tanganku, lalu menarikku ke arah mobilnya. Aku masih terkejut, hingga tidak menyadari bahwa barusan Saga memperkenalkan diri sebagai cowokku.

👿👿👿👿👿

Setelah puas berkaraoke bersama Mila dan cowoknya, Melvin, kami makan malam di sebuah restoran pizza di daerah Kupang. Tentu saja, selama itu, Saga masih membuntutiku dan membayari makanan kami. Membuatku jadi tak enak hati. Tapi Saga tampaknya tidak keberatan. Entahlah. Dia tidak pernah mendominasi percakapan, kecuali saat menyebutkan nama dan menjawab pertanyaan basa-basi Mila. Saat berkaraoke, Saga menolak masuk dan mengatakan akan menungguku selesai di toko buku saja. Kami memang berkaraoke di Ciputra World sih, jadi lokasi karaoke dan toko buku masih jadi satu tempat. Akan canggung aja, kalo misalnya Saga benar-benar ikut berkaraoke sementara aku pasti akan jadi 'gila-gilaan' di sana.

Mila tampak senang saat melihat Saga datang bersamaku. "Dia ganteng banget, Kanya! Moga-moga kalian cepet jadian!" Nah, kan. Dia juga mulai ikut halu.

Setelah karaoke, Mila menyeretku ke kamar mandi, lalu mendandaniku agar tampak lembut dan feminin. Aku awalnya menolak, tapi Mila sudah keburu menyapukan kuas make up-nya ke wajahku. Lalu mengepang rambutku dengan gaya sidebraided hairstyle. Aduh, rasanya aneh sekali melihat penampilanku ini.

Saat Saga menjemputku di luar kamar mandi, aku bahkan menutupi kepangan Mila dengan satu tangan. Aku tidak terbiasa dengan segala hal yang cantik begini. Saga tersenyum menatap penampilanku yang telah dipermak Mila habis-habisan.

"Kenapa ditutupi? Kamu jadi cantik," pujinya. Iya, itu kalimat terpanjang yang diucapkannya semenjak berada di mall ini. Mila menutup mulutnya demi tidak berteriak histeris. Sementara aku semakin merasa malu.

Setelahnya kami makan pizza, dan sepanjang durasi itu kami tidak banyak berbicara. Saga sama sekali tidak menanyakan basa-basi kepada Mila atau Melvin. Aku dan Mila pun juga terdiam canggung, karena yah, kamu tahu kan. Aku menjadi gugup dekat Saga, sementara Mila juga jaim dengan Melvin, yang baru tiga minggu jadi pacarnya. Walaupun begitu, aku cuek saja mengunyah pizza kesukaanku, hingga bibirku belepotan terkena saus.

Saga mengambil tisu dan mengelap mulutku. Aku tersentak dan mematung. Astaga, kenapa ada cowok semanis dan seperhatian ini sih? Aku tersipu. Lalu melanjutkan mengunyah pizza-ku, kali ini pelan-pelan, tidak selebor seperti barusan. Saga tersenyum separo dan menepuk kepalaku. Aduh, jantungku, bisa tidak kamu berdetak lebih pelan? Aku bahkan bisa mendengar degupnya yang kencang.

👿👿👿👿👿

"Makasih buat hari ini, Mas Saga." Aku menatap Saga sekilas dan berbalik hendak memasuki rumah. TIba-tiba Saga mencekal tanganku.

"Sebentar, Prasthikasasti."

"Panggil Kanya aja, Mas. Semua juga panggil aku begitu." Aku menjawab setelah kembali berhadapan dengannya. Saga melepaskan cekalan tangannya.

"Kamu nggak mau tanya saya?"

Hah? Apa sih? "Tanya apa?'

"Tentang kata-kata saya ke mantan kamu." Saga berdiri di depanku, tubuh jangkungnya membuatnya semakin terlihat keren.

"Yang mana?"

"Bahwa saya cowok kamu."

Wajahku bersemu. "Oh, nggak papa sih. Kan itu Mas Saga cuma gertak si Hilman aja kan?"

Saga menatapku serius. Astaga-astaga-astaga. Aku bahkan lupa berkedip. "Kalau saya maunya beneran?"

"Maksudnya?"

"Ya saya mau, jadi cowok kamu."

Hening sejenak. Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya ternganga memandangnya.

"Eh, tapi, aku masih kuliah ... aku juga kerja ...." Tuh kan, kata-kataku jadi ngaco. Hubungannya apa coba, Kanya?

Saga masih diam menungguku bicara.

"Sepertinya aku nggak bisa. Aku sibuk banget, nggak tahu apa bisa bagi waktu buat pacaran." Akhirnya, aku bisa mengeluarkan kata-kata yang terdengar cerdas.

"Lantas?" respon Saga masih memandangiku. Aduh, kenapa responnya begitu sih?

"Yah, aku takutnya nggak bisa bagi waktu. Tapi bukan berarti aku nggak suka Mas Saga ..."

"Berarti kamu suka saya, kan?" selanya. "Kalau begitu, kenapa nggak dicoba aja atuh?"

"Hah? Eh, iya sih." Aduh, mendengar kata-kataku ini rasanya aku menjadi bodoh dalam sekejap.

"Jadi kamu mau menerima saya kan?"

"Iya." Eh, Kanya? Seriusan aku nerima cowok cakep ini jadi pacar? "Eh, nggak, maksudku ... Aku nggak mau."

"Jadi kamu sebenarnya suka saya atau nggak, Sasti?" tegas Saga lagi.

"Aku suka," sahutku cepat tanpa berpikir.

"Berarti hari ini kita resmi pacaran." Kali ini Saga tidak menggunakan kalimat tanya.

"O ... ke?" Kenapa aku jadi bingung?

Saga menyunggingkan senyum khasnya lalu mengusap rambutku. "Ya sudah, sana masuk. Sampai ketemu besok ya, Adek."

👿Episode15👿

Akhirnya mereka jadian 😅😅
Tapi kok masih bersambung ya? Bakalan ada kejadian apa nih ya?

Ada yang setuju nggak mereka jadian? 🙊🙊🙊

Nah biar aku semangat nulisnya, kalian boleh kok jajanin aku chiki chuba di trakteer.id/dhiaz biar aku bisa banyak nulis cerita-cerita yang insha Allah bisa kalian nikmati gratis. Caranya cukup dengan minimal lima ribu rupiah aja, bisa bayar pake OVO/Dana/LinkAja atau transfer bank biasa.

Oke, semoga episode kali ini bisa memuaskan kalian, para Keliners yang kece dan caem. Makasih udah mau baca dan ngevote. Ramein komentar juga ya, pasti aku baca dan aku bales kalo sempat. Karena aku pengen tahu gimana pendapat kalian mengenai cerita ini. Apa kalian mau Kanya happy ending sama Saga? Atau enggak? Atau kalian punya ide lainnya? Kasih tahu aku ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro