Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4: Lelah

Setelah celotehan panjang milik Rina. Helaan Audrey senada dengan munculnya notifikasi. "Wah."

"Kenapa?" tanya Rina. Berhenti berbicara sebentar. Melihat ke arah Audrey yang kini pandangannya terkunci ke layar ponsel.

'[Instagram] (@starryjeffrey): boleh minta id Line?'

Lagi-lagi, Jeffrey, lelaki yang baru saja Audrey kenal. Dia siapa, Audrey saja tak tahu. Yang dia tahu, Jeffrey adalah seleb internet Jogja, dan informasi itu dia dapatkan dari Rina. Baru kenal, minta id line. Apa diterima aja?

"Lo berdua, cakap berdua aja dulu, gue sibuk."

Audrey mengetik jawaban untuk Jeffrey. 'Maaf, buat apa?' balas Audrey di chat mereka.

'Gapapa, buat nambah temen,' balas Jeffrey.

Audrey hanya meninggalkan pesan Jeffrey dibaca saja. Namanya orang asing, gimanapun nggak bakal dikasih. Id line, gimanapun itu hal privasi. Yang penting bagi Audrey, dia nggak kenal siapa Jeffrey, jadi dia nggak mau ngasih id linenya.

Hari ini, tidak ada hal spesial yang berubah. Audrey masih harus memindahkan catatannya ke tempat yang lebih rapi. Ada jam kosong sekitar dua jam buat Rina, Lucas dan Audrey. Dimana Eka? Dia sibuk dengan organisasi di kampus.

Mereka bertiga berada di rumah makan padang, karena belum makan siang. Seiring dengan irama musik berdendang di dekat situ, Lucas ikut mengetuk-ngetuk meja sesuai irama.

Tunggu-tunggu, sebelumnya kenalin. Cewek yang duduk di sebelah Audrey itu namanya Rina, dan yang duduk di depan mereka itu Lucas. Rina, Eka dan Lucas adalah teman SMA, jadi nggak heran kenapa mereka kelihatan lebih akrab dibandingkan Audrey dengan mereka bertiga. Rasanya kayak nyamuk, pernah Audrey alami juga. Kenapa namanya Sweg Squad? Entahlah, hanya Eka yang tahu kenapa, karena dia yang memberikan nama itu.

Nasi padang yang kini sudah terhidang. Lucas menyambar makanan secepat mungkin. "Lapar atau doyan?" canda Audrey.

"Kalo Lucas mah, dua-dua." Jawaban Rina nggak berapa diperhatikan Lucas. Karena memang iya, Lucas doyan makan. "Oh iya, adek lo, Albin apa kabar."

"Kenapa ga tanya aja sendiri?" Audrey memegang gelas yang berisikan es jeruk. Dia lalu menyeruput es jeruk itu sambil mendengarkan ucapan Rina.

"Yah, kan elo kakaknya."

"Dia baek. Ngapain nanya Albin?"

"Gapapa, sepupu gue naksir dia." Mendengar hal itu, Audrey spontan tersedak. Hampir aja muncrat ke muka Lucas. Dia dan Lucas terbatuk-batuk. Rupanya, Lucas ikutan tersedak.

"Eh apa sih, minum-minum." Rina memberikan mereka berdua air mineral dari rumah makan itu sendiri. "Kok pada kesedak?"

"Yaiyalah!" Audrey mengelap bibirnya, lalu berkata, "liat Lucas aja sampai kaget. Masa adek sepupumu bisa naksir sama Albin?"

"Katanya, kak ganteng ya... uhuhu, ganteng banget," ujar Rina sambil memeragakan dan membuat suaranya agak unyu. Jijik Lucas dengarnya. "..gitu dia bilang."

"Anjer." Lucas aja gak nyangka. "Albin bangke ada yang naksir-"

"Heh." Audrey menepuk lengan Lucas secara pelan.

Dia menghela napas. Cemberut terlihat di wajahnya, seraya berkata, "Kira-kira... ada yang naksir sama aku gak ya.."

"Ada-oW-!" Jawaban Lucas tak berapa kedengaran, karena dia memekik sedikit. "Apa Rin!"

"Hah?" Audrey yang gak sadar cuma ber-hah ria. Rina menggeleng, menjawab, "Bukan apa-apa."

Bertiga bercerita tentang hal-hal acak. Sambil makan, Audrey dan Rinapun bergosip. Hingga, Rina tebersit sesuatu di benaknya.

"Oh iya, karya ilmiah kita gimana?" Pertanyaan Rina membuat Lucas jadi hilang nafsu makan. Meskipun di piring Lucas tinggal seperempat lagi.

"Yang biokimia, kan?"

Rina menjawab Audrey dengan anggukan diam.

"Kan kita rencananya ngerjain hari ini di perpus," ucap Rina.

•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•

"Haah..." badan Audrey rasanya pegal-pegal. Tadi udah sibuk sana-sini di kampus, belajar keras. Terkadang dia ragu dengan keputusannya mengambil jurusan farmasi.

Dia baru sampai di dalam mobilnya. Baru saja dari perpustakaan mengerjakan karya ilmiah untuk minggu depan. Setidaknya mereka cicil sedikit demi sedikit.

Audrey menekan tombol play di layar yang terpasang. Dia memilih lagu untuk menemani perjalanannya. Sebelum berangkat, ia mengecek Handphonenya. Ada notifikasi baru dari Jeffrey Bintang. Pesan darinya bertuliskan, 'Maaf, saya nggak sopan :('

Mata Audrey hanya melirik sebentar pesan itu. "Nah, itu sadar..." gumam Audrey. Audrey tetap nggak peduli. Sekali orang asing ya tetap orang asing. Dia hanya mengabaikan pesan dari Jeffrey.

Jemarinya lalu menekan tombol panggilan, nomor Albin tertulis disitu. Handphonenya tersambung ke layar lewat teknologi bluetooth. Sementara nada dering tunggu masih berbunyi, dia mengateret mobilnya keluar dari parkiran.

"Halo?"

"Bin," ucap Audrey.

"Apa?"

"Bilang sama Bunda, kakak pulangnya agak malaman."

"Mau dugem? Aku bilangi-"

"Bukan anjer. Mau ke tempat Kak Rachel."

"Bercanda doang. Kak Rachel yang mana?"

"Kak Ama."

"Ooh, kak gesrek."

"Iya si gesrek. Charger kakak ketinggalan disana. Bilangin sama Bunda, gih."

"Oke."

Panggilannya berakhir. Audrey masih di perjalanan menuju apartemen Rachel. Biasanya mereka pulang bareng, tapi ya mau gimana lagi. Hari ini Audrey agak sibuk. Tadi pagi Audrey sudah menelpon Rachel tentang dia mau datang. Selama di perjalanan, Audrey cuma ngemil Lays chip.

Sekitar jam 7 malam, Audrey sampai di parkiran apartemen yang Rachel tempati. Audrey masih berada di dalam mobil. Wanita itu merapikan rambutnya lalu memakai lip tint yang warnanya cocok dengan warna kulitnya. Ia mematikan AC mobil, memberhentikan musik yang menyala, lalu memutar kunci mobilnya. Setelah memastikan semua pas, Audrey keluar dan mengunci mobilnya. Nggak, Audrey nggak bawa tas. Dia cuma bawa ponselnya yang dimasukin ke kantong celananya.

Dia berjalan menuju lobby apartemen, mengambil lift. Dia langsung berjalan ke pintu apartemen Audrey setelah liftnya sampai di lantai yang tepat. Di depan pintu Rachel, ia memencet bel. Namun tak ada jawaban.

Sekali, dua kali, hingga kelima kalipun tidak ada jawaban. Lalu ia mengetuk-ngetuk pintunya, "Ama! Rachel Tamara! Hah..."

Pada akhirnya, Audrey memutuskan untuk menelpon Rachel. Panggilan itu langsung tersambung tidak pakai waktu lama.

"Ama elo mana siiiih?!" Audrey sudah menyeloteh dengan nada merajuk.

"Kau udah sampai?"

"Yaudah dong, dari tadi aku udah pencet bel, ga dibuka buka pintunya."

"Bentar."

Panggilannya terputus. Audrey mengerutkan dahinya. "Yah, apa-apaan nih... kok mati."

Nggak berapa lama, lima pintu dari pintu Rachel terbuka. Sosok Rachel ada disana sambil ngelambaikan tangan. "Sini!" seru Rachel sedikit samar-samar.

Audrey jadi jalan ke arah situ, menemui Rachel. Dia menatap nomor di pintu, lalu mendongak sedikit. "Apa ni?"

"Apa?"

"Ini kamar siapa?"

"Ah.. susah jelasinnya..-"

"Rachel, ada siapa?" suara cowok mengagetkan jiwa Audrey. Dia langsung mikir yang nggak-nggak. Tunggu dia tau, suara siapa itu. Nggak lama, Sam ada di belakang Rachel.

"Heh, ngapain nih. Elo berdua nggak buat yang aneh-anehkan?" ucap Audrey.

"Eh ada mbak Audrey, yuk ikut makan malam," canda Sam.

"Makan malam apa ni? Rachel ngomong, jangan diem aja," ucap Audrey.

Rachel menghela napas, "kan udah aku bilang, susah jelasinnya. Masuk aja dulu yuk."

"Nggak mau- Rachel, kita balik." Audrey memegang pergelangan tangan Rachel. Sebelum dia sempat menariknya, Sam malah ikutan narik Audrey ke dalam ruang apartemen itu.

"Makan malam gratis, kau gak mau? Indomi loh," ucap Rachel.

Mendengar ucapan Rachel, hati Audrey meleleh. Dia jadi ikutan masuk ke dalam. Meski dia nggak tau ada apa di dalam. Tangannya menjepit ujung baju Rachel. Sam berada di depan.

"Eh-" secara nggak sengaja, Audrey melihat ke arah tiga orang yang ada di ruangan itu. Dia sudah tahu tiga orang itu wajah siapa aja.

"Kita ada tamu, Audrey ikutan makan bareng kita," ucap Sam.

Tatapan Audrey tidak sengaja bertemu dengan laki-laki yang membuat Audrey merasa canggung.

"O-oh... Audrey! Kita ketemu lagi ya?" ujar lelaki yang sedang duduk di lantai, bernama Jeffrey Bintang.

▪ Tbc ▪

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro