Chapter 2 : Notifikasi
"Astaga-astaga.. astaga." Audrey sudah ngucap berulang kali. Hal ini semua karena jari ceroboh Audrey yang nggak sengaja nge-like photo Jeffrey.
"Duh.. jadi harus follow kan kalo begini..."
Audrey udah panik tujuh keliling. Dia sangat menyesal memilih untuk stalking. Dia langsung memilih opsi untuk nge-follow akun Jeffrey. Helaan napas keluar dari mulutnya. Entah kenapa belakangan ini semenjak dia ketemu Sam dan teman-teman, Audrey jadi sering menghela napas kayak orang-orang tua.
Muncul notifikasi, '[Suwag 😎]Eka Ganz Banget: Vc-an yok. Kamar gw sepi ga ada suara.'
'Kapan? Aku juga mau belajar.' bales Rina.
'Malam lah,' balas Lucas.
Audrey hanya membalas, 'Oke.'
Mumpung masih siang, dan juga Audrey memang belajarnya malam. Audrey janji buat bantuin beresin kamar adik sepupunya, Albin. Albin berusia 13 tahun, dia sepupu Audrey yang tinggal disini, Anak tante Jess.
Audrey mengganti bajunya, lagian tadi baru jalan-jalan kan. Pakaian santai, rambut diikat satu. Pakai sendal rumah, ia keluar dari kamarnya. Rumah ini kalau lagi siang sering sepi, belum lagi Nenek Audrey lagi pergi ke Singapura. Jadi di rumah tinggal Albin dan Audrey berdua. Mama Albin alias tantenya Audrey lagi pergi arisan.
Audrey mengambil beberapa peralatan bersih-bersih yang terletak di halaman depan rumah Albin. Mulai dari vacuum cleaner, sapu, sapu lidi, hingga serokan. Ia langsung jalan ke kamar Albin yang berada di lantai dua, yang satu lantai sama kamar Audrey.
Audrey mengetuk pintu kamar Albin yang berada tak jauh dari kamarnya, tinggal ambil beberapa langkah. "Bin! Woi aku masuk ya," sahut Audrey. Kamar Albin memang ga dikunci, cuma Audrey sering main masuk teriak belakangan.
"Masuk," balas Albin dari dalam.
Audrey langsung masuk. Keliatan lah Albin yang lagi main PS4-nya. "Heh, bukannya belajar!" omel Audrey.
"Hari minggu kok belajar," komen Albin yang masih fokus ke arah TV-nya.
Kamar itu tidak berapa besar. Sedanglah. Tempat tidur single bed yang dengan seprai berwarna midnight blue. Salah satu dinding di cat putih dan sisanya berwarna Uranian Blue. Lantainya berkramik putih kekrim-an. Rak buku yang berukuran sedang di samping meja belajar Albin. Buku-buku pelajarannya juga berserakan di atas meja belajarnya. Jendelanya tertutup, asli redup itu kamar kalau gak ada lampu.
Audrey membuka jendela. Baru teranglah kamar itu. Dari pantulan cahaya terlihat debu-debu kecil di udara.
"Mau bersih-bersih gak?" tanya Audrey yang ngeletak alat bersih-bersih di samping tempat tidur Albin. Kamarnya berantakan. Setidaknya nggak ada sampah makanan.
"Bentar, habis siap misi ini baru bersih-bersih." Bahunya ditepuk sama Audrey, tapi ya dia ga ada respon karena udah biasa.
Audrey duduk di samping Albin, bersila. Karena dia kepancing ngelihat ada bungkus chitato di depan Albin. Audrey mengambil bungkus itu, lalu makan. Audrey mengambil ponselnya dan memainkan dengan tangan kiri. Ada notifikasi baru.
'[Instagram]@StarryJeffrey mengikuti Anda.'
Pekikan tawa aneh dari Audrey keluar. "Hahaha... apani." Audrey tetap sambil ngambil chips dari bungkus chitato tadi itu.
"Pantaslah kakak gapunya pacar," celetuk Albin.
"Maksud albin apa hah?" tanya Audrey tersinggung.
Tepat saat Albin mau berbicara, misi di game itu selesai. Albin menoleh ke arah Audrey lalu menyengir. "Ketawa kak Audrey aneh. Pantas ga ada cowok yang mau sama kakak."
Kaki Audrey langsung melayang menendang paha Albin. "Eh ga boleh tendang-tendang."
"Oh ya?" Audrey langsung nepuk punggung Albin lagi berulang kali. "Nih tepuk aja. Emangnya Albin udah punya pacar?"
"HahahAHAhAhA," Albin langsung jawab dengan tawa. Langsung mukanya datar dan menaikkan alisnya, "Belom."
"Ngapain ngejek bangke," balas Audrey.
"Tapi dapat surat cinta banyak dong," ujar Albin dengan mendengus dan menyilangkan tangan di atas dadanya.
"Mana?"
"Tuh di lemari."
"Kakak kasih tau bunda-"
"Bunda udah tau." Albin menunjuk ke arah Audrey sambil ketawa-ketiwi. Memang nyebelin.
"Bersih-bersih sekarang? Udah siap," ujar Albin.
Jadi ya mereka berdua mulai bersih-bersih kamar Albin. Dimulai dari menyingkirkan semua sampah yang ada. Albin terpaksa ganti ke kaos hitam tangan pendek miliknya, katanya sayang hoodie barunya, ntar kotor.
"Mau lagu apa?" tanya Albin ke Audrey yang sedang mengikat plastik berisi sampah.
"A whole new world," ucap Audrey sembari memakai masker.
"Itu itu ajapun lagu kakak." Albin mencari lagu lain. "Lagu ini aja." Albin menghidupkan lagu di laptopnya dan disambung ke speaker. Lagu Alan Walker terputar lebih dulu. "Nanti baru lagu itu."
Mereka mulai bersihin kamar Albin lebih lanjut. Albin membereskan buku-bukunya. Audrey membuka seprainya lalu nge-vacuum debu-debu tak kasat mata di tempat tidur Albin. Albin juga nyapu dan sebagainya.
Setelah satu jam membersihkan kamar Albin diiringi lagu-lagu mereka, kamar itu bersih. Yang dikomplain sama Audrey cuma satu. "Kenapa biru semua seprainya, bin?"
Di lemari Albin, ada lima seprai dan lima-limanya berwarna dasar biru semua. Biru tua, biru muda, biru merah, biru ada corak kuning.
"Suka suka gue." Albin nge-dab walaupun sudah gak nge-tren lagi.
Ya pada akhirnya yang dipasang juga seprainya warna biru. Memang keliatan dia maniak sama warna biru. Paling nggak, warna baju yang dia punya lebih netral dan gak biru semua.
Audrey langsung santai di tempat tidur Albin. Tangannya membuat gestur menyuruh Albin pergi. "Sana, balikin alat-alatnya."
"Ya astaga, kok aku."
"Gantian. Sana balikin."
Albin berdecih kesal, namun ya tetap pergi dan balikin peralatannya. Audrey sudah tergeletak lemas dan capek.
Albin balik ke kamar udah ngambil minum pakai tupperware gede.
"Mana minum kakak?"
"Ambil sendiri," ejek Albin dengan juluran lidahnya sedikit.
"Heh, ambili milo dingin di kulkas."
"Tch," desis Albin. Anak itu habis ngeletak minumnya di kamar terus keluar lagi. Balik-balik udah bawa dua kaleng milo dingin.
"Nah gitu dong, Albin adek baek."
"Muji kalo ada maunya."
Mereka tatap-tatapan sekilas, tapi ya di kasih juga milo dinginnya sama Albin. Dia mematikan lagu tadi, lalu Albin duduk di lantai terus lanjut main lagi.
Audrey duduk lalu membuka kaleng itu. "Bin, laper," keluh Audrey setelah meneguk sekali milonya.
"Makan."
"Ga ada makanan sisa?"
"Kata Bunda ntar Bunda bawa pulang makan. Tunggu bentar lagi."
"Pesan McD yok."
"Gila kakak."
"Ada indomie gak."
"Ada, di lemari. Kalo mau masak, masakin Albin ya."
"Kakak bilang gitu biar Albin yang masakin."
"Gak mau."
≻───── ⋆✩⋆ ─────≺
Jadi, sesuai dengan perjanjian mereka berempat. Audrey, Rina, Eka, dan Lucas teleponan malam itu.
Dimulai dari Rina yang memulai panggilan video, lalu yang lain ikutan join. Panggilan video mereka berempat gak pernah beres. Apalagi ditambah suara Lucas yang ketawa yang lagi fokus nonton di laptopnya.
"Welkam," ujar Rina.
"Hahahaha." Audrey, Eka, dan Rina disapa dengan suara tawa Lucas.
Eka disitu sudah mulai menulis dan membaca buku. Rambutnya turun gara-gara baru siap mandi. Rina yang pakai hoodie hitam. Lucas...? Ya, dia biasa aja sih. Lucas lagi nonton sambil ketawa-ketiwi.
"Kita diam-diaman kek biasa kan?" kata Rina.
"Iye," balas Audrey.
"HahHahhHahha." Suara tawa Lucas terdengar lagi.
"Nonton apa sih?" tanya Eka.
"HHahhHhahaha." Muka Lucas sedang sangat mengakak. Dia ikutan nelpon tapi dia gak dengar.
"Kas," panggil Eka sekali lagi.
"Ya ela- HahHahahhHaha."
"Udah biarin aja, dipanggil sekian kali ga bakal denger," ucap Audrey yang kini sedang membalik-balik buku catatan.
"Udah gesrek otaknya memang," ujar Rina.
"Eh btw-" ucapan Audrey terpotong. Terpana melihat notifikasi sekali lagi
"Apa?" tanya Rina.
"Nggak.."
'[Instagram] (@StarryJeffrey) : ini Audrey?' tertulis di notifikasi tadi.
▪ Tbc ▪
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro