3. Calon Pemimpin
Ayahnya selalu bilang jika Hyunsuk harus jadi pemimpin yang baik, tapi Hyunsuk tidak pernah mau jadi seorang pemimpin.
Hanya karena Hyunsuk merupakan keturunan murni, bukan berarti segala hal harus dilimpahkan padanya. Menurutnya, dirinya itu sama sekali tidak berkompeten---pokoknya tidak pantas jadi pemimpin.
Seharusnya Jihoon yang merupakan teman terdekat sekaligus tangan kanannya, bisa maju sebagai seorang calon Alpha baru. Jihoon itu kuat, berani, dan berkompeten---tidak seperti Hyunsuk. Hanya saja karena status Jihoon yang merupakan keturunan campuran membuat para tetua kawanan sama sekali tidak pernah mau meliriknya, dan malah tetap memilih Hyunsuk sebagai calon Alpha atas dua sebab utama: pertama karena dia keturunan murni, dan yang kedua karena ayahnya juga merupakan seorang Alpha.
Hyunsuk marah. Hyunsuk merasa kesal. Dia memilih mengurung diri di dalam kabinnya dan keluar hanya untuk sekedar berburu ataupun bertemu temannya ataupun bersantai di bebatuan kolam kesayangannya saja.
Satu bulan... dua bulan... ajang menjauhkan diri dari program pemerintahan masih bisa berlangsung. Tapi saat memasuki bulan ketiga, Hyunsuk mendapat berita jika ayahnya mengalami sakit keras dan tidak bisa melakukan apa-apa selain berbaring di atas ranjang.
Hyunsuk boleh saja masih merasa kesal. Tapi sebagai seorang anak, jiwa peduli pada ayahnya masih tetap ada. Hyunsuk pun menangis, dia tidak mau sesuatu buruk terjadi pada ayahnya.
Dan tanpa memikirkan ego-nya lagi, Hyunsuk keluar mengunjungi ayahnya, mengakhiri segala rasa penolakan dalam dirinya.
.
.
.
Di dalam kabin Alpha Hyunsuk berlutut tepat di samping ranjang ayahnya. Jemarinya bertautan dengan jemari ayahnya yang lemah.
"Kau... Ayah harus sakit dulu baru kau mau mengalah, ya?" Ayahnya berkata, "Ayah akan bertemu Ibumu sebentar lagi..."
Napas Hyunsuk tercekat. Air matanya bercucuran. "T-tidak! Ayah akan tetap di sini, Ayah tidak boleh pergi menemui Ibu!"
Sang ayah tertawa pelan. "Memangnya kenapa? Ayah rindu dengan Ibumu." Kemudian perlahan ayahnya melepas tautan tangan. "Ibumu... Sudah lama sekali, ya?" Ayahnya menatap lurus ke atas langit-langit, pandangannya menerawang seolah-olah sedang membayangkan sesuatu yang lain.
Hyunsuk memperhatikan semua gerak gerik ayahnya. Matanya tidak pernah lepas melihat pergerakan ayahnya, takut-takut jika nanti ayahnya nekat mau berdiri padahal kakinya saja susah untuk menopang tubuh seorang diri.
"Tapi---" ucapan ayahnya tergantung. "Ayah tidak mau mati sebelum melihat upacara penobatanmu, jadi tunda dulu keinginan bertemu Ibumu..." Matanya melirik sejenak pada Hyunsuk. "Ayah paham jika kau tidak pernah sudi memimpin kawanan. Jiwamu tidak untuk tempat ini, jiwamu untuk tempat lain. Tapi... apa kau masih ingat moto tidak resmi kita?"
Hyunsuk terdiam sejenak. Moto tidak resmi, ya? Moto yang hanya diketahui oleh keluarga orang yang pernah jadi seorang Alpha? Moto yang sudah dikenalkan kepada Hyunsuk sejak usia belia? Ya... Hyunsuk ingat itu, dia selalu mengingatnya.
Hyunsuk berdeham sejenak. "Berkorban dan lindungi semuanya."
Ayahnya mengangguk pelan. "Berkorbanlah. Ayah sudah melakukan banyak pengorbanan, dan sekarang ini adalah giliranmu. Kau tidak pernah bisa kabur dari takdir, Nak."
"Tapi kenapa harus aku? Kenapa bukan yang lain?"
"Dari keluarga lain? Nak, mereka masih terlalu muda," jawab ayahnya sekenanya. "Kau tidak mungkin menyerahkan jabatan itu pada Doyoung ataupun Haruto, kan?"
Ah... Sumpah demi apapun itu, Hyunsuk pernah berpikir demikian.
Rasanya jika Hyunsuk tidak mampu dan tidak mau menjalankan tanggung jawabnya, masih ada keturunan murni lain yang bisa diandalkan: seperti Doyoung ataupun Haruto contohnya. Tapi mendengar perkataan ayahnya tadi, Hyunsuk tersadar jika itu adalah ide yang buruk.
Baik Doyoung maupun Haruto sama-sama masih muda, masih ingin bebas, masih perlu banyak belajar, dan masih belum pantas untuk diberi beban tugas seberat pemimpin kawanan. Untuk mengurus diri sendiri saja belum tentu mereka bisa melakukannya dengan baik, apalagi mengurus kawanan. Rasanya Hyunsuk jahat sekali jika harus melimpahkan hal itu pada salah satu dari mereka berdua. Hyunsuk jadi sama saja seperti para tetua kawanan yang memilihnya sebagai calon pemimpin.
Lantas apa hal terbaik yang harus dia lakukan saat ini? Dia tidak mau menjadi Alpha. Tapi ayahnya yang sedang sakit keras punya keinginan tersirat ingin Hyunsuk menerima takdirnya sebagai seorang pemimpin.
Pertanyaannya: haruskah Hyunsuk menerimanya? Atau---argh! Tampaknya hal ini perlu direnungkan lebih lama lagi. Hyunsuk butuh waktu untuk memutuskan pilihannya. []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro