Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14. Makan Malam

Langit kini sudah berubah gelap. Malam telah tiba dan sudah waktunya untuk makan malan. Tepat saat jam 7 Junkyu, Mashiho, dan Jaehyuk di jemput oleh Jihoon dari kabin menuju aula terbuka.

Jihoon sudah lepas dari pakaian dukanya, sekarang dia berganti dengan kaos hijau polos dan celana cokelat serta sendal rumahan. Raut wajah Jihoon tidak terlalu ramah seperti saat pertama kali mereka bertemu---mungkin telah terjadi sesuatu yang membuat suasana hatinya jadi tidak baik: mungkin dia ada banyak pekerjaan, atau dia lupa mencuci tumpukan baju di kabinnya, atau dia lupa memberi makan hewan peliharaan hingga akhirnya jatuh sakit. Tapi biarpun begitu, untungnya mulut Jihoon tidak ada henti merespon setiap perkataan baik dari Junkyu, Mashiho, maupun Jaehyuk.

Dan ketika secara tidak langsung Jaehyuk menyinggung tentang Mashiho yang pandai dalam hal memasak, dalam sekejap wajah Jihoon kembali tercerahkan.

“Kau bisa memasak?!” nada suara Jihoon nyaris terdengar memekik gembira.

Mashiho mengangguk kecil. Telapak tangannya bergerak mengusap belakang leher dengan sedikit canggung. “Ya, begitulah…”

Jihoon tersenyum lebar. Wajahnya berubah jadi sangat girang, dia terlihat seperti tidak bisa menahan suatu ledakan dalam dirinya. “Akhirnya! Era kegelapan makanan gosong akan berakhir!”

Ya… itu adalah permasalahan yang Junkyu, Mashiho, dan Jaehyuk tidak ketahui. Mungkin itu merupakan penyebab Jihoon berubah sedikit suram---mungkin saja. Sebuah permasalahan pribadi mengenai makanan.

Ketika mereka berempat sampai di aula terbuka, para pendatang baru disuguhkan dengan pemandangan kelamnya langit malam dengan kerlap-kerlip bintang, halaman rumput hijau nan luas, kerumunan orang-orang Moonwind,  api unggun, dan beberapa gadis berkeliling membawa keranjang sambil membagikan isiannya.

“Hah…” Jihoon membuka percakapan dengan sebuah helaan napas. Wajahnya yang riang kini kembali pada mood sebelumnya. “Jagung rebus lagi…” dan nada suaranya terdengar sarat akan kecewa.

Tuh, kan. Rasanya dengan pernyataan tersebut sudah dipastikan keaslian penyebab wajah Jihoon suram karena permasalahan makanan. Jihoon terdengar muak dengan perkara makan jagung rebus, lagi.

Tapi biar bagaimanapun Jihoon tampak dan tidak mau berniat mengecewakan orang-orang baru, jadi pada akhirnya dia membawa Junkyu, Mashiho, dan Jaehyuk duduk mengitari api unggun.

Seorang gadis dengan keranjang datang menghampiri mereka, memberikan masing-masing orang sebuah jagung rebus. Kata gadis itu, “Maaf, makan malam kali ini jagung rebus lagi.” Suaranya terdengar penuh penyesalan. “Besok hasil buruan pasti dimasak dengan benar.”

Jihoon mendecak kecil. Dia mengambil jagung rebus miliknya dengan setengah hati. “Tidak perlu, Jisoo” katanya pada gadis itu. Jemarinya terangkat menunjuk Mashiho. “Dia bisa masak. Besok hasil buruan biar aku dan dia yang masak.”

Gadis bernama Jisoo hanya menggidikan bahu. “Terserah,” katanya sekenanya. Sepersekon kemudian mata Jisoo melirik pada para pendatang baru. “Ngomong-ngomong, selamat datang di Pack Barat!” dan sejurus kemudian gadis itu pergi menuju orang-orang yang belum mendapatkan makan malamnya.

Junkyu, Mashiho, dan Jaehyuk mengambil gigitan besar pada jagung rebus masing-masing.

“Ini manis. Enak,” ungkap Jaehyuk, yang sebenarnya dalam hati merasa tidak enak untuk bertanya ‘kenapa makan jagung rebus?’ jika dilihat dari ekspresi muram Jihoon sebelumnya. Menurutnya, itu seperti tidak perlu ditanyakan.

Jihoon lagi-lagi menghela napas. “Aku tebak kalian pasti sangat ingin daging---atau paling tidak sesuatu yang lebih dari sekedar jagung rebus.”

Mashiho menggeleng pelan. Dia menyagkal, “Jagung rebus juga tidak apa. Kami tidak mau memberatkan kalian dengan keinginan makan yang besar.”

Ah... Sungguh, mendengar itu rasanya di dalam hati Jihoon mau bersorak gembira saja: orang-orang baru ini tidak banyak menuntut dan tidak merepotkan.

Jihoon ingat sekali jika ada para pendatang baru pasti rasanya akan sangat menyusahkan. Ada yang merasa kebingungan, ada yang tidak terima, ada yang mau banyak hal---pokoknya benar-benar membuat kepala pusing. Untung saja pendatang baru kali ini tidak banyak tingkah di hari yang tidak terlalu bagus ini (hari penuh kejutan: tentang penyerangan kemarin malam, dan keesoknya ada pemakaman).

“Hai semua!” Dari arah jam 9, datanglah dua orang anak laki-laki. Dua-duanya bertubuh tinggi. Yang satu terus menerus tebar senyuman nan manis, dan yang satunya lagi biasa saja---bahkan cenderung datar. Mereka berdua turut duduk bersama Jihoon dan yang lainnya.

Jihoon menyapa balik kedua orang itu. “Oh… Doyoung, Haruto!” katanya. “Kalian berdua tidak makan?”

Anak laki-laki yang tidak menebar senyuman menjawab, “Aku protes pada Lisa masalah makan malam. Aku tanya: kenapa jagung rebus terus? Aku mau daging. Lalu dia malah marah dan memukul kepalaku. Katanya: kalau tidak mau makan, pergi saja! Ya, jadi aku pergi. Doyung pun juga sama,” ceritanya. Tampangnya boleh saya terlihat datar, tapi setelah mendengarnya bercerita seperti itu kepada Jihoon, semua orang yang mendengar bisa tahu jika anak ini tipikal yang lembut---dan juga bisa jadi tipikal yang pengadu. Mata anak laki-laki itu berpaling sejenak, melirik para pendatang baru. “Oh, iya. Aku Haruto, salam kenal.”

Lalu anak laki-laki yang satunya lagi, yang menebar senyuman, “Kami sudah mendengar hal-hal tentang kalian, bahkan nama kalian juga kami tahu,” ungkapnya. “Ngomong-ngomong, aku Doyoung.” Dia memperkenalkan diri.

Jihoon berdeham, seolah-olah meminta atensi. “Mereka…” tangannya menunjuk Doyoung dan Haruto, “…merupakan yang termuda di sini---…”

“IYA! Tapi kalau di antara kalian  bertiga ataupun pendatang lain di klinik usianya ada yang lebih muda dari kami berdua, kami bukan lagi yang termuda,” sela Doyoung.

Hah?

Ketiga pendatang baru lantas terhenti sejenak dari kegiatan mengunyah.

Apa kata Doyoung tadi? Pendatang lain di klinik? Seingat Junkyu, Mashiho, serta Jaehyuk, Jihoon sama sekali tidak menceritakan soal adanya pendatang lain selain mereka bertiga.

Junkyu lantas menepuk pelan bahu Jihoon, dan bertanya, “Ada pendatang lain juga?”

Jihoon mengangguk. “Iya, ada---…”

“Mereka ada di klinik,” sela Haruto dengan cepat. “Dua orang, terluka cukup serius karena penyerangan kemarin malam…”

Son of The Moon pelaku utamanya. Mereka kembali untuk memangsa kita semua!” sambung Doyoung dengan nada memperingati.

Jihoon mendadak berdecak kesal. “Serius… kalian berdua harus belajar lebih banyak lagi tentang sopan santun! Tidak sopan memotong perkataan orang seperti itu!”

Dan Doyoung serta Haruto hanya meemberikan cengiran lebar setelah mendapat kritikan dari Jihoon.

Junkyu memakan jagung rebusnya dengan perasaan tidak karuan. Sesuatu yang tidak beres telah terjadi kemarin malam.

Mashiho menyerngit. “Penyerangan seperti apa?”

“Apa itu yang menyebabkan salah satu penjaga di tempat ini tewas terbunuh?” tanya Jaehyuk. “Aku masih ingat Yedam dan Asahi membahas ini saat kami baru sampai. Kami tidak sempat bertanya lebih lanjut, jadi tidak ada yang tahu bagaimana detilnya.”

Apa?!

Jihoon sedikit tersedak. Astaga, dirinya tidak menyangka para pendatang tahu hal itu tanpa diberitahu dari pihak yang paling berwenang---seperti Hyunsuk, contohnya.

“Ah, itu…” Doyoung mengangguk pelan. Tampaknya dia akan memberikan sebuah penjelasan, begitu juga dengan Haruto.

Oh, tidak! kedua serigala muda itu tidak boleh ikut campur soal urusan negara!

Jihoon memberikan sinyal agar kedua serigala keturunan murni itu tutup mulut, tapi mereka tidak mengindahkannya dan terus memberitahu insiden penyerangan semalam: cerita lengkap versi Jeongwoo yang hanya diketahui beberapa orang di pack, serta kisah tentang asal mula Son of The Moon. Sialan.

Sementara itu, ketiga pendatang baru tertegun mendengar penjelasan yang diberikan. Dalam hati mereka bertiga kompak mengatakan: “Tempat ini keras, tidak cocok untuk orang yang lemah.” []



A/N:
Aku udah pernah minta kalian kasih pendapat, saran, kritik, atau kesan ke cerita ini belum?
Kalo belum kasih tahu dong...
(Bagi yang mau aja yaa...)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro