02 [The End]
WITHOUT YOU, I M LOST
PART 2
Jangan lupa Vote yaaaa~~~^^
Sejak saat itu, hidup Jeka berubah.
Sekembalinya Jeka dan teman-temannya dari gua, Jeka seolah tidak pernah diberi waktu untuk bernafas.
Dimanapun, kapanpun dia berada, Jeka selalu di sesaki makhluk halus yang berusaha menempelinya. Dari yang berwujud anak kecil, kakek-nenek, bahkan kuntilanak yang selama ini selalu menjaga jarak selalu berusaha mendekati Jeka. Yang paling parah ada mereka yang punya bentuk gelap dan aura jahat di sekolah, seolah penghalang sudah hilang, mereka mengganggu Jeka setiap waktu.
Tidak terhitung sudah berapa kali Jeka mimpi buruk. Mimpinya yang selama ini indah berisi dia dan Rimi bermain bersama, kini berubah menjadi gelap dengan suara-suara mengusik telinga.
Entah berapa kali Jeka sering melamun hingga akhirnya dia terasuki sosok makhluk halus dan menggegerkan banyak orang.
Jeka yang dulu nya periang, ramah dan menyenangkan menjadi suram. Di sekolah, teman-temannya sedikit menjaga jarak lantaran lingkaran hitam di bawah matanya dan Jeka yang semakin kurus. Aura yang dibawa Jeka tidak lagi menyejukkan tapi menyeramkan dan membuat merinding.
Dion, salah seorang temannya, pernah bertanya. Jeka menceritakan masalahnya yang intinya sejak tidak ada Rimi, hidupnya menjadi kacau.
"Kau coba memelihara hantu lain. Yang lebih kuat dan bisa membantumu mengusir hantu-hantu yang menganggumu." Jeka merengut mendengar saran itu.
Dirinya juga sudah berpikir begitu. Tapi setelah sekian lama bersama Rimi yang cantik membuat standar hantu yang diinginkannya sangat tinggi. Dia ingin hantu yang menemaninya itu gadis cantik, manis, suka tersenyum dan kuat.
Seperti Rimi.
Jeka tersenyum pahit. Pikirannya beberapa waktu lalu buram. Entah apa yang merasukinya hingga dia bisa berpikiran bahwa dengan membuang Rimi maka dia akan terbebas dari kemampuan indigo.
Nyatanya bahkan tanpa Rimi sekalipun, penglihatan istimewa menjadi semakin jelas dan tidak terkontrol. Jeka melihat dan mendengar apapun bahkan dia tidak ingin.
"Jeka...kau kenapa?"
Saat sang ibu bertanya pada suatu hari saat makan malam, Jeka akhirnya tidak tahan untuk tidak menceritakan semuanya pada Ayah dan ibunya. Remaja enam belas tahun itu menangis dalam pelukan ibunya.
Jeka bukan anak yang cengeng. Namun, masalahnya sudah berimbas pada mental nya sering kerasukan dan bermimpi buruk.
"Nak...kenapa kau lakukan itu pada Rimi? Rimi temanmu bukan?!" Ibu Jeka mengelus rambut putra yang bersedih.
Mendengar nya, tangis Jeka semakin menjadi. Jeka sudah menyadari kesalahan yang diperbuatnya dan sekarang saat ibunya bertanya lagi, Jeka semakin menyesali tindakannya membuang Rimi.
"Ibu...aku kesepian..." ungkap Jeka tergugu. Ayah dan Ibu Jeka terpaku sejenak. Mereka juga merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan Jeka dirumah.
Jeka sebaliknya. Dia berkata demikian sebagai ungkapan bahwa dia merindukan teman sejak kecilnya. Rimi, Jeka rindu pada nya. Empat belas tahun hidupnya, Jeka baru menyadari bahwa Rimi sudah menancapkan keberadaan begitu kuat di sisi Jeka.
Wajah cantik hantu itu. Mata berkilaunya. Suara yang feminism dan lembut. Serta keberadaan yang tidak pernah sekalipun meninggalkan Jeka yang sedang bersedih atau butuh.
Semuanya...
Dalamnya, daripada bersama orang tuanya, Rimi lebih sering bersama Jeka.
Tidak ada orang lain.
Hanya sosok hantu cantik itu.
Dan sekarang kehilangan sahabat dan guardian terbaiknya hanya karena ucapan-ucapan konyol teman-teman barunya.
Sungguh, apa yang sudah Jeka lakukan?
Membuang Rimi? Kenapa Jeka bisa berpikiran begitu? Dia pasti sudah gila.
" Jeka...kangen Rimi..."
Kedua orang tua Jeka berpandangan. Yang putra mereka rindukan adalah sosok yang Cuma Jeka yang bisa lihat. Sekaya apapun keduanya, mereka tidak punya kuasa apapun dalam hal mistis.
"Jeka, Ayah tidak bisa membantu apapun. Tapi kami harap apapun tindakanmu selanjutnya, tetap pikirkan keselamatanmu. Mengerti?"
Nasehat Ayahmu mengandung pesan lain. Ia mengerti bahwa mungkin setelah ini Jeka akan berusaha mendapat kembali Rimi namun menimbang dari cerita Jeka bahwa para hantu di goa Dago Pakar sangat kuat dan gelap, Jeka harus tetap memprioritaskan keselamatannya.
Ibu Jeka tidak mengatakan apapun, beliau hanya mengusap sayang rambut putranya. Meski satu sisi dia amat keberatan apabila Jeka memutuskan mendapatkan kembali Rimi, sang Ibu juga tidak bisa melihat putra terus murung dan kurus.
"Ayah, ibu, doakan aku. Aku akan berusaha semampuku untuk mendapat Rimi kembali."
Sang Ayah dan ibu memberi restu.
****
Beberapa bulan kemudian, Jeka kembali ke bandung bersama teman-temannya. Meski sangata ingin segera mengambil kembali Rimi, Jeka tidak bisa meninggalkan sekolahnya begitu saja. Ayah dan ibunya berpesan untuk pergi saat liburan semester. Jeka menolak, berpikir dia sudah tidak tahan lagi menderita kerasukan tidak berkesudahan. Akhirnya dengan kekuasan keluarganya, Jeka mendapat izin dua minggu libur sekaligus teman-temannya seminggu.
Namun semua tidak semudah itu.
Teman-temannya, butuh usaha keras menyeret mereka untuk menemani Jeka. Saat tahu tujuan Jeka mengajak mereka ke Goa untuk mendapat Rimi kembali, kelimanya langsung lari tunggang langgang.
Bukan tanpa alasan.
Setelah Rimi pergi, kelimanya jadi sering bermimpi tentang gadis bergaun putih bernoda darah. Dalam mimpi, gadis itu menuntut pertanggung jawaban seraya menyalahkan mereka sehingga gadis itu menderita.
Berbeda dengan Jeka, mimpi-mimpinya selalu buruk karena mimpinya selalu dipenuhi kenangan dengan Rimi. Mimpi-mimpi itu menyiksanya dalam penyelasan dan rindu.
Akhirnya setelah Jeka menjelaskan bahwa satu-satunya cara menyingkirkan mimpi buruk adalah dengan membebaskan Rimi kembali. Mimpi-mimpi mereka adalah tanda Rimi meminta bantuan.
Disinilah mereka. Jeka, Deva, Rangga, Dion, Abi dan Gilang.
Ini kedua kalinya mereka kesini hari ini.
Siang tadi dan pukul lima sore ini.
Tadi siang, Jeka dan lainnya sudah mencoba mendatangi ruangan dimana Rimi di buang tapi anehnya Jeka sama sekali tidak bisa merasakan keberadaan Rimi. Saat bertanya pada hantu sekitar, kebanyakan dari mereka justru menyeringai seram dan bilang untuk datang kembali saat menjelang maghrib.
Jeka tentu keberatan.
Hawa di goa saat siang sudah cukup gelap dan mencekat, apalagi menjelang malam. Jeka tidak mau membahayakan teman-temannya.
Tapi kemudian datang hantu anak kecil.
Seorang bocah berkulit pucat dan bertopi. Tampilannya persis anak-anak belanda jaman dahulu. Dia datang pada Jeka seraya menunjukkan kalung pada Jeka dan menunjuk pada sebuah arah. Pada lorong yang agak jauh dan dilarang dilalui oleh pengunjung Goa.
Jeka mengetahui bocah hantu itu ingin mengantarnya pada Rimi.
Karena itu, Jeka memutuskan, bahwa dia akan masuk sendiri. Teman-temannya akan berada di sekitar pintu masuk.
Awalnya Jeka pikir akan susah melewati penjaga goa karena tidak mungkin tempat wisata itu buka sampai malam, namun Jeka salah sangka.
Saat dirinya melangkah memasuki goa, Jeka tahu dia bukan di dunianya.
Waktu, suasan dan energi yang sangat berbeda dengan sebelum dia memasuki goa. Jeka memasuki salah satu pintu alam gaib.
"Kemari, ayo sini, cepat sini"
Bocah hantu bertopi ternyata menunggunya. Bocah hantu itu melambai Jeka dan mulai berlari kecil, meminta Jeka mengikutinya.
"Rimi, aku datang. Rimi!" seraya berlari Jeka memanggil Rimi dalam hati. Itu adalah salah satu cara yang selama ini selalu keduanya gunakan.
"Rimi. Rimi!"
Jeka terus berlari pada lorong. Langkahnya menggema di sepanjang jalan.
Lalu saat dia menemukan bocah hantu itu mengantarnya pada sebuah ruangan lainnya. Ruangan itu berbeda dengan ruangan yang selama ini boleh dikunjungi. Bahkan Jeka yakin pengelola goa tidak mengetahui ruangan ini.
Ruangan itu berpintu baja. Tidak berkerangkeng seperti lainnya.
Bocah hantu itu berhenti lima puluh meter dari pintu dan menghilang. Dengan matanya, Jeka tahu Rimi ada di dalam sana. Masalahnya, pintu itu dijaga oleh sosok tinggi, besar dan bertubuh hitam. Matanya merah dan membawa gada.
"Biarkan aku lewat."
Jeka pasti gila berkata demikian. Mara sosok besar itu langsung menatap Jeka seakan ingin memakannya. Energi jahat yang dipancarkan sangat kuat dan Jeka bisa merasakan tubuhnya melemas.
"Manusia serakah..." hanya satu kalimat itu dan makhluk besar itu kemudian menyerang Jeka.
Jeka berkelit, dengan gesit dia menghindar seraya melempar sosok tersebut dengan garam dan kacang merah. Saat sosok itu kesakitan, Jeka juga muntah darah karena energi hidupnya kian lemah karena tekanan dunia gaib tidak cocok untuk manusia.
Butuh sekuat tenaga Jeka mengerahkan tubuhnya dan membuka pintu baja. Saat terbuka, warna tidak sedap langsung menyerangnya. Ruangan itu seluas lapangan sepak bola. Sangat luas dan dipenuni hantu-hantu perempuan bergaun putih. Kesemua hantu di rantai kedua kaki dan tangannya.
"Rimi!"
Saat itu pula banyak suara menyahuti panggilannya.
Mengerang dan menggeram layaknya binatang buas. Kebanyakan dari mereka bergigi tajam dan berlumur darah. Jeka harus menahan muntah saat bau busuk sangat pekat.
"Rimi!"
"Hihihi...aku Rimi. Aku Rimi"
"Bawa aku. Bawa aku."
"Hihihihihihihi..."
Suara-suara itu mengikis kesadaran Jeka. Energinya sebagai manusia kalah dengan energy gaib yang sangat menekan Jeka. Nyawanya akan melayang bila Jeka kehilangan kesadaran disini.
"Rimi...maaf. Aku Cuma mau bilang, Jeje sayang sekali sama Rimi."
Sejak awa Jeka mengetahui resiko yang akan dihadapinya. Alasan kenapa dia meminta restu orang tuanya agar tidak ada ikatan yang akan membelenggunya dengan dunia.
Operasi penyelamatan ini tidak mungkin berhasil. Jeka tahu dirinya akan mati saat dia memasuki alam gaib. Tempat para Jin bukan sebuah tempat yang bisa keluar begitu saja.
Mati karena menyelamatkan hantu.
Lucu.
Tapi apa boleh buat.
Selama hidupnya, hanya hantu itu yang ada.
Cuma Rimi, satu-satunya yang paling mengenalnya. Disbanding mausia lain, Rimi, si hantu cantik adalah sosok yang menemani hampir sepanjang hidup Jeka.
Haha..
Andai Jeka tidak termakan pergaulan dan bisikan hantu iri dengki, dia tidak akan pernah kehilangan Rimi.
"Rimi..."
Penglihatan Jeka memburam. Nafasnya kian tipis dan kepalanya pusing.
Tubuh Jeka mencapai batasnya.
Di saat seperti itu, telinganya mendengar gemerincing keras dan teriakan kearahnya.
*****
Saat membuka mata, Jeka mengira dia ada di alam baka.
Jeka tidak pernah mengira dia akan masuk surga dengan apa yang diperbuatnya selama hidup. Namun, bidadari di depannya sangat nyata untuk dibilang mimpi.
"Jeje..."
Seketika itu Jeka sadar siapa bidadari di depannya.
"RIMI!"
Seketika itu Jeka reflek manarik dan memeluk Rimi.
Tubuhnya yang agak besar mengurung Rimi dalam pelukannya.
Dan itu, juga mengagetkan Jeka.
"Rim, aku memelukmu?"
Rimi terkikik kecil melihat Jeka yang kaget dengan perbuatannya sendiri.
"Jeje lucu..."
Ah...Jeka tidak pernah tahu suara Rimi sangat merdu. Kemudian tidak peduli bagaimana, Jeka kembali memeluk di hantu perempuan, membawanya dalam pangkuannya.
Untuk pertama kalinya, Jeka mengetahui harum tubuh Rimi, Rambut hitamnya yang halus dan kulitnya yang dingin dan mulus.
"Rimi...maaf kan aku. Aku benar-benar hilang akal saat itu. Maafkan aku."
Rimi tersenyum pahit, "Jeje tidak sayang Rimi..."
Jeka buru-buru menggeleng, "Tidak-tidak. Tentu saja sayang, antara Ayah dan ibu, dalam hatiku aku paling saaaaaayang Rimi."
Rimi tidak pernah bisa di bohongi. Salah satu kemampuan kaumnnya adalah melihat isi hati. "Jeje, di sini Rimi takut. Banyak yang jahatin Rimi. Mereka bilang mau paksa Rimi tinggal, tidak boleh keluar." Andai hantu bisa menangis, Rimi pasti menangis.
Jeka kemudian menggenggam kedua tangan Rimi, "Kalau begitu, ikut denganku. Aku akan mengeluarkanmu dari goa ini."
"Jeje masih mau dengan Rimi? Tidak mau mencari yang lain?"
Sekali lagi Jeka memeluk tubuh dingin sahabatnya, "Tidak akan pernah aku melepasmu lagi."
Jawaban itu membuat Rimi tersenyum lebar dan memeluk erat pemiliknya, "Ayo keluar, Jeje."
Jeka kemudian berdiri dengan Rimi dalam gendongannya. Bukan tanpa alasan, Jeka harus membawa sendiri Rimi keluar dari goa itu. Sekaligus sebagai ujian Jeka pantas atau tidak memiliki Rimi.
"Jeje, harus lari sekencang-kencangnya. Mereka bilang tidak mau Rimi dan Jeje pergi."
Setelah Rimi berkata demikian, Jeka melihat mereka berada di lorong ruangan tempat dia membuang Rimi. Mereka masih berada di alam gaib, karena itu suasana masih mencekik untuk Jeka. Namun, Jeka tahu jalan keluar dan segera berlari.
"Rim, buat mereka melambat."
Rimi dalam gendongannya mengangguk. Hantu cantik itu mengibaskan tangannya dan hantu-hantu yang mengejar mereka terhempas. Tapi tidak lama karena mereka kambali mengejar.
"Mereka terlalu kuat Jeje..."
Jeka mengumpat dalam hati.
Sekuat tenaga Jeka berlari, terus hingga dia merasa aneh karena lorong terasa sangat panjang dan tiada ujung.
"Jeje...mereka tidak mau Rimi ikut Jeje..."
Tangan Jeka semakin memeluk erat Rimi, "Tidak akan. Rimi pulang dengan Jeje!"
Tidak. Tidak.
Tidak akan Jeka biarkan mereka mengambil sahabatnya.
Dia akan keluar dan tidak pernah kembali ke tempat busuk ini.
Jeka terus berlari, tidak peduli kakinya lelah berlari.
Hingga kemudian, saat Jeka putus asa dan merasa kakinya akan putus, ujung lorong bercahaya. Tidak membuang waktu, Jeka mempercepat larinya memasuki cahaya putih terang.
BUGH
"JEKA! ASTAGA!"
Tubuh Jeka jatuh ke tanah. Nafasnya terputus-putus seraya tangannya bergetar masih memeluk Rimi diatasnya.
Saat matanya menyesuaikan dengan sekitar, dia melihat kelima temannya, Ayah, Ibu, serta penjaga goa dan beberapa polisi.
"Jek, sayang, kamu tidak apa-apa nak?" Ibu Jeka menangis seraya memeluknya.
"Jeka, syukurlah kamu tidak apa." Ayahnya juga terlihat lega meski kantung mata ada di bawah matanya.
Teman-teman Jeka juga. Mereka bernafas lega, bahkan Gilang di cowok melambai sudah menangis haru. Mereka terlihat kelelahan dan memakai baju yang berbeda dari terakhir dia liihat.
"Ada apa?" dengan suara pelan Jeka bertanya.
Ibu Jeka menjawab masih dengan memeluknya erat, "Kamu hilang selama lima hari, nak.Teman –temanmu bilang kamu tidak keluar lagi setelah masuk ke dalam goa."
Rangga yang pertama kali menghubungi keluarga Jeka saat lima jam setelah Jeka masuk goa tidak ada tanda-tanda Jeka akan keluar. Lalu dengan saat Dion bersama-sama dengan lima orang pengurus goa datang untuk mengecek dalam goa, mereka tidak menemukan Jeka dimanapun, bahkan di ruangan Jeka membuang Rimi.
Dua puluh jam kemudian, Ayah jeka memanggil polisi untuk menelurusi goa lebih lanjut. Situasi makin menyesakkan saat dua hari kemudian Jeka masih tidak ditemukan. Ibu Jeka pingsan berkali-kali dan sering menangis.
Rangga, Dion, Deva, Abi dan Gilang bergantian berjaga disekitar goa bersama jajaran polisi karena juga merasa bertanggung jawab tidak menemani Jeka.
Lima hari sejak Jeka masuk ke goa, masih belum ditemukan apapun, hingga tanpa di duga terjadi gempa kecil. Peristiwa itu mengagetkan banyak orang sebelum akhirnya sebuah cahaya muncul dan sedetik kemudian Jeka terbaring jatuh dari ruang hampa.
"Aku kira aku akan mati."
Jeka sekarang berada di rumah sakit. Dirinya menderita dehidrasi dan kelelahan berat.
Di samping ranjang nya, Rimi menari berputar memainkan gaun putihnya dan tersenyum bahagia.
"Hihihihi...Jeje lucu..." katanya
Jeka tersenyum saja. Pikirnya, biarpun dia mati juga, dia akan tetap bersama Rimi.
Tidak akan berbeda dengan sekarang Jeka hidup.
Dengan Rimi. Kakak, Sahabat dan Guardian-nya.
Akhirnya Jeka kembali pada hidup bahagianya.
END
Hai!
Jangan lupa Vote dan Comment yaaa~~
Terima kasih sudah mampir.
Ellena Nomihara. Senin, 12 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro