| |5. Far | |
Ps. Italic = flashback
Sebenarnya, kedatangan Irene bersama Taehyung beberapa bulan yang lalu bukanlah penyebab utama Sana memutuskan hubungan mereka.
Ada—alasan lain, yang membuat Sana memilih untuk melepaskan Taehyung.
Bukan alasan khusus sih tapi—sepertinya keduanya mulai merasa bosan satu sama lain. Hidup bersama selama dua tahun bukanlah waktu yang singkat jadi—tidak menutup kemungkinan jika mereka mengalami hal tersebut.
Hal-hal yang dilakukan bersama untuk pertama kalinya memang terasa sangat menyenangkan. Bahkan Sana berani bertaruh, kalau kebersamaannya dengan Taehyung jauh lebih banyak yang ia ingat daripada saat dengan kedua orangtuanya yang gila kerja. Saat itu, menghabiskan waktu seharian dengan Taehyung itu terasa seperti mimpi.
Namun seiring berjalannya waktu, Sana mulai terbangun dari mimpinya—ia mulai tersadar akan kenyataan kalau semuanya tak lagi terasa sama. Kegiatan yang dulu menyenangkan jadi terasa menyebalkan saat dilakukan terus menerus. Tanpa sadar, ikatan pada keduanya jadi mulai merenggang.
*
"Sekali-sekali kaulah yang cuci piring! Masa harus aku terus? Aku kan baru saja pulang kerja!"
%"Kalau gak mau cuci piring ya jangan! Siapa yang menyuruhmu?"
*
"Taehyung! Air di kamar mandi tidak keluar! Kau tidak lupa membayar tagihan air kan?"
"Astaga! Uangnya malah aku gunakan untuk bayar listrik, kau keramas di westafel saja!"
*
"Kau kemana saja? Kenapa baru pulang tengah malam begini? Aku kan jadi tidak bisa tidur!"
"Siapa suruh kau menungguku? Aku sudah bilang, kan, aku akan pulang terlambat."
*
Well, mereka juga jadi sering bertengkar karena masalah sepele. Sedikit demi sedikit, hubungan mereka malah tidak lagi terlihat seperti sepasang kekasih, melainkan sepasang anjing yang selalu mengong-gong setiap saat.
Sana menahan tubuh Taehyung yang akan masuk ke kamar mereka berdua. "Aku sedang ingin tidur sendiri."
"Ck, kenapa tidak bilang dari tadi."
Dari biasanya tidur bersama pun, jadi beda kamar. Tanpa sadar, ikatan mereka semakin menjauh. Tidak ada lagi perhatian, yang ada hanya keheningan dengan kesibukan masing-masing. Keadaan itu terus berlanjut hingga berbulan-bulan.
Sampai suatu hari, mereka berjalan bersama tanpa alasan khusus. Padahal, mereka mengunjungi tempat yang memang biasa mereka kunjungi, tapi suasana keduanya terasa sangat asing. Hari itu, mereka berjalan kaki, tanpa pegangan tangan ataupun mengobrol. hanya berjalan bersisian tanpa ada interaksi khusus.
Saat itu sedang musim liburan, dan tempat yang mereka kunjungi cukup ramai. Banyak pasangan yang hilir mudik di sisi mereka, tapi tak ada satu pun yang terlihat menjauh, justru mereka saling berbagi kehangatan dengan memeluk atau menggenggam tangan satu sama lain. Sangat berbeda dengan Sana dan Taehyung. Dari sana, gadis itu menyadari satu hal. Kalo mereka sudah berada di jalur yang berbeda.
Bahkan ketika wanita itu memutuskan untuk berhenti, Taehyung terus saja berjalan, seolah keberadaan Sana tak berarti.
Untuk kesekian kalinya, Sana menghela napas. Mengingat masa lalu yang menyedihkan terkadang sedikit membuatnya hanyut hingga ingin menangis. Ia berusaha menguatkan dirinya, lantas menggeret koper miliknya keluar dari flat itu. sebagian barangnya baru selesai di kemas, dan akan dibawa besok oleh kurir.
Sana kembali menengok ke belakang, tepatnya mengedarkan pandangan ke seluruh bagian flatnya. Sebisa mungkin ia menahan sesaknya karena harus mengucapkan selamat tinggal kepada tempat ini. terutama pada pemilik kamar di seberangnya. Taehyung masih tidur—dan itu memang keinginan Sana untuk pergi tanpa pamit pada lelaki itu.
Ya, biarkanlah ia hanya pamit pada flat ini tapi—jujur, di titik terkecil dan terdalam di lubuk hatinya, ia tidak ingin mengucap ‘selamat tinggal’ pada lelaki itu.
Taehyung menghela napas. Begitu maniknya melihat seisi flat yang terasa kosong dia langsung menyadari satu hal. Sana—telah pergi. Yang tersisa hanya beberapa tumpukan kardus yang di simpan di dekat pintu. Jujur saja, sebenarnya lelaki itu sudah bangun sejak pagi buta. Ia juga telah menyiapkan bingkisan untuk wanita itu—ya, anggap sajalah sebagai pemberian terakhirnya—tapi itu semua pupus setelah mendengar suara tangis wanita itu.
Sana mungkin tidak sadar, tapi Taehyung dapat merasakan kepedihan di setiap kata yang ia lontarkan di balik pintu kamar milik lelaki itu. "Tehyung-ah, maaf aku tak bisa berpamitan langsung padamu. Aku hanya—tidak ingin melakukannya. Kau tahu, setiap pertemuan memang selalu ada perpisahan dan siap tidak siap, kita memang sudah seharusnya berpisah. Mulai sekarang, mari kita menjalani hidup dijalan masing-masing. Jaga dirimu baik-baik, aku tahu, walaupun kau sangat ceroboh, tapi kau bisa menjaga flat ini dengan baik. Alih-alih mengcapkan selamat tinggal, aku ingin mengucapkan ‘sampai jumpa’. Sampai jumpa di kehidupan yang lebih baik bagi kita berdua. Ahh—mungkin kau juga tak akan pernah mendengar perkataanku ini tapi, terima kasih atas segalanya, Taehyung."
Tubuh Taehyung merosot ke lantai, punggungnya menyangga pada dinding, sementara kepalanya menengadah ke langit-langit. Ia menarik dan menghembuskan napas panjang berulang kali guna menghilangkan rasa sesaknya. Padahal, mereka sudah putus sejak lama, tapi Taehyung baru merasakan sebegini hancurnya ketika wanita itu sudah tak ada di sini.
Mungkin saat itu, ia masih bisa mendengar cerewetannya, menerima caciannya dan mendapat makiannya. Tapi kini, melihat sosoknya pun sulit baginya. Sekarang, bukan lagi goresan tinta dan dinding yang membatasi mereka, melainkan bentangan jalan luas yang entah sampai kapan bisa tertebus.
"Argghh sadarlah Taehyung! Hubungan itu sudah berakhir!" Lelaki itu merutukki dirinya sendiri.
Andai saja. Andai saja ia bisa memutar waktu. Mungkin ia akan memperlakukan gadis itu sebaik mungkin dan menghilangkan egonya.
Tapi sayangnya, tidak ada kata andai saja di kehidupan nyata. Semuanya telah berakhir dan menyisakan penyesalan.
Penyesalan yang mungkin, sulit sekali untuk mendapatkan penawarnya.
Begitu Sana sampai di alamat yang diberikan oleh Momo, wanita itu langsung disambut dengan hangat oleh si gadis Hirai. Kedunya telah bertemu beberapa kali, jadi baik Sana maupun Momo sudah tidak canggung lagi. Momo terus berbicara sembari menunjukan seluruh isi flatnya.
Untuk biayanya, mereka hanya perlu membayar tiap bulan dengan biaya yang telah dibagi dua. Sedangkan untuk tugas membereskan dan membersihkan flat pun dilakukan sesuai waktu luang—mereka sepakat untuk melakukannya bergantian setiap hari.
"Oh iya, barang-barangmu kapan sampai kemari?" Momo menyesap cokelat panas buatannya sendiri. Sementara Sana baru memasukan kopernya ke dalam kamarnya. "Sepertinya nanti sor—"
Ting-Tong!
Suara bel berbunyi, membuat Momo menghentikan acara minum cokelatnya lantas bangkit berdiri. "Kau tunggu dulu di sini," ucapnya pada Sana lalu berjalan menuju pintu. "Nugu seyo—"
"Apa Sana ada di dalam?' Momo sempat terdiam saat membukakan pintu, memperhatikan lelaki yang kini tengah berdiri di depan flatnya itu dari atas hingga ke bawah. Alisnya masih bertaut bingung, "Maaf, tapi anda siapa?"
"Uhm—aku … teman se-flatnya dulu. Bolehkah aku … masuk? Sana ada di dalam, kan?"
Momo langsung menyilahkan lelaki itu masuk setelah beberapa saat. "Ah, iya, tentu." Lalu menutup pintu kembali setelah lelaki itu masuk.
Sana langsung berdiri dari duduknya ketika melihat Taehyung. "Yak! Kenapa kau bisa kesini?"
Taehyung memasukan kedua tangannya ke dalam saku, maniknya lantas menyapukan pandangan ke seluruh bagian flat ini dengan teliti. "Jadi mulai hari ini kau akan tinggal di sini? Hmm … tidak terlalu buruk."
Sana langsung memukul bahu Taehyung kesal. "Yak! Aku tanya untuk apa kau kemari?"
Taehyung berdecak, "Bukankah kau seharusnya berterima kasih kepadaku? Aku kemari sembari mengantar barang-barangmu yang tertinggal." Supaya aku juga tahu dimana kau akan tinggal.
"Aku sudah memesan kurir untuk mengantarnya nanti sore. Kenapa kau malah jadi repot sendiri." Terkadang, Sana tak habis pikir dengan kelakuan Taehyung itu. Berlagak sudah tak suka tapi masih sok peduli. Taehyung mengendik acuh, lalu beralih menatap Momo. "Kau yang akan jadi teman tinggalnya nanti?" Momo mengangguk. "Ck, kau harus berhati-hati dengannya, dia itu selalu mengomel karena masalah kecil."
"Yak!"
"Lihat, dia juga tidak sopan kepadaku yang satu tahun lebih tua darinya. Selain itu, dia juga gila kerja, jadi kau jangan heran jika pulang-pulang ia sudah seperti singa betina yang tidak ingin diganggu."
"Ya! Kim Taehyung!"
"Dia juga suka marah-marah. Pokoknya, kau jangan membuat kesalahan supaya ia tidak—aww!—lihat! Dia juga tega memukul kepalaku!" Sana sudah jengah, ia langsung menarik tudung hoodie Taehyung hingga lelaki itu tercekik, menyeretnya keluar dari flat dengan kekesalan yang memuncak.
"Yak! Lepaskan—akkhh—yak!" Taehyung tak berhenti berontak tapi Sana sudah masa bodoh.
Sementara Momo hanya menggaruk kepalanya bingung melihat tingkah keduanya.
Mungkin emg udh telat tapi—barangkali ada yg mau ditanyakan pada mereka yang baru ulang tahun? Wkwk
Anyway,
Happy new year 🎉
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro