Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Pertahanan Hidup

Mata Kaili terpejam, sementara tangannya memeluk erat tubuh Shaka. Dia masih ingin hidup. Demi apa pun, pergi bersama Shaka adalah pilihan paling buruk karena selalu membuat nyawanya terancam! Musuh ada di mana-mana, Shaka pun sering kali membuat tubuhnya meninggalkan bekas luka. Pun dengan Ratu Annaki yang menghukumnya dengan hukuman militer hanya karena masalah sepele.

Dunia ini terlalu mengerikan untuk Kaili yang tidak mengerti apa-apa.

Kaili merasakan bajunya berkirbar-kibar, rambut yang sebagian masih terurai pun berterbangan sebab angin yang bertiup cukup kencang. Mata Kaili terbelalak saat perempuan itu menyadari Shaka membawanya melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan begitu cepat.

"INI TERLALU TINGGI!" Kaili berteriak saat irisnya melirik ke bawah. Jantungnya berdebar hebat. Mereka bukan berada di tengah-tengah pohon, Shaka tidak memijakkan kakinya dari dahan satu ke dahan yang lain. Dia hanya menginjak puncak pohon, sekali puncak pohon! Yang mana jika Shaka melakukan kesalahan nyawa mereka yang menjadi taruhan.

"Kalau kamu nggak mau mati, jangan ganggu konsentrasi saya."

Singkat, padat, menyebalkan;

Jawaban Shaka tidak pernah sesuai dengan apa yang Kaili harapkan. Laki-laki itu masih membawanya berlari di atas udara, tubuhnya seolah tidak memiliki beban hingga dengan mudah dia berpindah tempat.

Persetan dengan surat yang diberikan pada Shaka tadi. Kaili yakin, tindakan Shaka ini dikarenakan surat yang entah siapa pengirimnya. Namun, dari mimik wajahnya, isi surat itu tidaklah sederhana.

Kaili mengeratkan pelukannya kala Shaka tiba-tiba melompat turun. Jantungnya berdebar bertalu-talu kali lebih cepat. Kaili dibuat merinding sebadan-badan.

"SAYA NGGAK MAU MATI!" Kaili lagi-lagi berteriak, Shaka mengendurkan pelukannya. Namun, perempuan itu kembali mengeratkan pelukannya pada tubuh Shaka sampaimereka mendarat sempurna dan kakinya berhasil menginjak tanah tanpa merasakan cidera apa pun.

Embusan napas lega terdengar dari mulut Kaili. Sumpah demi apa pun, hal seperti tadi lebih menegangkan dibandingkan naik pesawat terbang untuk kali pertama. Ini baru permulaan, entah apa yang akan terjadi lagi nanti ke depannya.

"Kamu pikir saya bertindak seperti tadi untuk apa kalau bukan untuk menyelamatkan nyawa? Kalau saja kamu menguasai ilmu bela diri, saya tidak akan kesulitan membawa kamu." Shaka berujar diiringi dengan dengkusan kasar. Lantas laki-laki itu berjalan lebih dulu meninggalkan Kaili yang masih menggerutu sebelum akhirnya mengikuti langkah Shaka menuju kamp.

Namun, langkah Kaili terhenti seketika saat mendengar Shaka menyebutkan namanya.

"Lata! Hukum pelayan Kai. Beri dia cambukan sepuluh kali dan minta dia untuk kuda-kuda sampai matahari terbenam."

Mendengar perintah yang dikeluarkan oleh Shaka, mau tidak mau perempuan itu melayangkan protesnya.

"Tunggu sebentar. Atas dasar apa saya dihukum? Luka di punggung saya bahkan belum kering, tapi Yang Mulia sudah ingin menambahkannya? Yang Mulia ingin saya mati?" Bisa dikatakan mulut Kaili sangat lancang. Dia berani berbicara lantang hingga membuat prajurit yang semula latihan bela diri mengentikan aktivitas mereka, lalu dengan bergerak seperti bayangan, tiba-tiba saja semua ujung pedang diarahkan padanya.

Kaili tergugu. Matanya melotot tidak percaya dengan pemandangan gila yang ada di depannya. Pun jantungnya yang seperti akan lepas saking kerasnya berdentum dalam sana.

Keberanian perempuan itu menciut. Ujung pedang yang mengkilap itu benar-benar terlihat mengerikan. Nyawanya bisa saja langsung melayang hanya dengan sekali tebasan ringan. Tidak ada tanda-tanda kalau Shaka akan menolongnya. Sialan!

Apa aku harus berjuang sendiri?

Demi nyawanya, Kaili menajamkan pandangan. Dia belum menguasai ilmu bela diri. Namun, dia sering diajarkan ilmu pertahanan oleh gurunya.

"Fokus, tajamkan pandangan, jangan lengah terhadap serangan. Tajamkan juga pendengaran. Lakukan gerakan memutar untuk menghindari serangan. Menunduk dan ambil senjata, coba menyerang jika ada peluang. Kalau tidak memiliki peluang, tebarkan bubuk ini ke udara dan lari."

Selain belati, gurunya juga memberikan sekantong bubuk. Namun, selalu dia simpan di tempat teraman. Dan gurunya selalu berpesan agar menggunakan bubuk ini di waktu yang benar-benar genting.

Kaili menunduk, tangannya mengeluarkan belati dari pinggangnya. Pendengaran dia tajamkan, sementara matanya berputar mencoba mencari celah untuk menyerang. Salah satu prajurit mengayunkan pedang ke arah Kaili, perempuan itu lantas berputar sembari mengeluarkan kantong dari dalam bajunya. Lalu dengan gerakan cepat Kaili menaburkan bubuk itu ke arahnya sembari menahan napas. Dalam hitungan detik prajurit yang hendak menyerangnya tadi terjatuh.

Dia seperti kesulitan bernapas, matanya memerah sementara telunjuknya teracung ke arah Kaili sembari berujar dengan suara terbata, "Ra-cun da-rah." Setelahnya dia kehilangan kesadaran dan tubuhnya membiru.

Secara spontan prajurit lain mundur secara teratur seraya menutupi mulut dan hidung mereka.

"Cukup! Lata, kuburkan prajurit yang gugur dengan layak. Sementara yang lain, silakan ambil jeda sebelim kembali latihan." Shaka dengan lantang memberi titah.

Semua prajurit itu menunduk, menyatukan tangannya yang terkepal dengan tangannya yang memegangi pedang lalu berseru secara bersamaan, "Baik, Ketua!"

Jantung Kaili berdegup kencang setelah dia menyadari hanya berdua dengan Shaka. Tatapan mata laki-laki itu lebih tajam dari belatinya. Kaili meneguk saliva susah payah, kemudian dia menundukkan pandangan ke bawah, menunggu hukuman apa yang akan diberikan Shaka padanya.

Apakah aku akan dicambuk lagi? Dipukul dengan tongkat? Atau ... aku tidak mungkin dibunuh karena sudah menghilangkan satu nyawa prajuritnya, 'kan?

Isi pikiran Kaili berisik sekali sampai-sampai dia tidak mendengar Shaka berbicara apa barusan. Tahu-tahu laki-laki itu sudah berdiri di hadapannya sambil bersedekap dada serta alisnya yang terangkat sebelah.

Kaili hendak memundurkan langkah. Namun, tangan Shaka lebih dulu merangkul pinggangnya hingga dia hanya bisa berdiri tegang sambil menatap takut ke arah laki-laki itu.

"Ternyata ilmu pertahanan kamu lumayan juga. Meski kamu tidak bisa ilmu bela diri, tapi cara yang kamu pakai cukup cerdik. Tidak hanya menjatuhkan musuh, tapi juga melenyapkannya." Shaka berujar dengan suara rendah. Namun, terdengar menyeramkan di telinga Kaili hingga membuat bulu kuduknya berdiri.

Perempuan itu lantas berdehem, lantas mengangkat pandangan hingga matanya bertemu dengan iris hitam milik Shaka. Kaili mencoba menelan semua rasa takutnya, mencoba bersikap acuh tak acuh pada nasibnya di masa depan dengan memamerkan senyum miring serta melipat tangan di depan dada sebelum berkata, "Benar. Karena saya tidak akan membiarkan nyawa saya melayang begitu saja. Bukankah begitu maksud penyerangan secara dadakan ini, Yang Mulia?"

Kaili tidak tahu apa yang dia katakan akan membawa petaka atau justru berkah untuk dirinya di masa depan. Dia hanya mencoba mencari peruntungan. Entah setelah ini dia akan mati karena dipenggal atau justru mati karena cambukan. Semua itu belum bisa Kaili prediksi jika laki-laki di hadapannya hanya memiringkan kepala sembari terkekeh pelan.

"Ternyata kamu tidak selemah yang saya kira." Selanjutnya Shaka melepaskan rangkulan pada pinggang ramping Kaili, lalu berbalik arah dan berjalan menuju kamp. "Lata! Batalkan hukuman Kai, beri dia kitab untuk mempelajari jurus jarum mematikan."

Akhirnya Kaili bisa bernapas lega. Untuk hari ini, nyawanya masih aman. Tidak tahu bagaimana ke depannya. Namun, tidak apa-apa, Kaili akan tetap menjaga nyawanya sampai dia berhasil keluar dari dunia mengerikan ini. Kaili akan mencari seribu satu cara untuk mempertahankan hidupnya.

***

Selesai ditulis tanggal 15 September 2024.

Pendek, ya hehe. Lagi hectic banget. Bener-bener butuh suport dari kelen. Tapi meski bab ini pendek, semoga kalian bisa menikmatinya, yaaa.

Bonus foto Kaili.

See u!

Luv, Zea❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro