4. Perjalanan Dimulai
Dia bukan ibuku.
Memiliki nama yang sama, wajah yang serupa, bukan berarti dia orang yang sama, bukan berarti dia orang yang Kaili cari selama ini. Ibu dan ayahnya menghilang sejak dia masih balita, tidak banyak memori tentang mereka. Hanya saja, foto dalam bingkai kalung namanya yang membuat Kaili bertekad untuk mencari keberadaan mereka.
Setelah bertemu dengan Ratu Annaki, tepat setelah Kaili memperkenalkan diri, wanita itu menyuruh pengawal untuk memukulnya dengan papan. Hukuman militer untuk pelayan yang berani menatap mata sang ratu.
Di dunia ini, mana ada ibu yang sekejam itu. Mana ada ibu yang tidak mengenali anaknya lewat tatapan mata. Wajah Kaili tidak jauh berbeda saat dia masih kanak-kanak. Perubahannya tidak terlalu signifikan sampai bisa membuat orang-orang tidak mengenalinya.
Setelah keluar dari istana, Shaka membawanya ke ruang rahasia. Laki-laki itu kembali mengobati luka baru Kaili. Padahal luka bekas cambukan saja belum mengering, tapi Ratu Annaki sudah menambahkan hanya karena mata Kaili bersinggungan dengan mata Ratu Annaki.
"Ratu Annaki memang sesuai rumor. Tapi ngomong-ngomong, kenapa Ratu Annaki sangat perhatian sama kamu dibandingkan saudara kamu yang lain?"
Saat masih di dalam istana, sebelum Kaili dijatuhi hukuman, dia sempat melihat Pangeran Erdu, adik kedua dari Shaka. Sambutan Ratu Annaki terhadap Erdu tidak seramah sambutannya pada Shaka yang penuh kelembutan. Kentara sekali kalau Ratu Annaki lebih menyayangi Shaka.
"Kamu tidak memili kualifikasi untuk mempertanyakan hal itu pada saya." Sahutan datar yang keluar dari mulut Shaka berhasil mengundang dengkusan kasar Kaili.
Dia lupa akan status barunya. Mana bisa pelayan rendahan berteman dengan majikannya yang merupakan seorang pangeran.
Perempuan itu lantas bangkit padahal Shaka masih sibuk mengolesi luka di punggungnya. Dia membenahi pakaiannya lalu menatap ke arah Shaka yang menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya apa maksud dari tindakannya barusan.
"Maaf, Yang Mulia. Saya tidak punya kualifikasi untuk diobati langsung oleh Yang Mulia." Tubuh perempuan itu membungkuk, seolah memberi penghormatan pada Shaka yang kini menarik satu sudut bibirnya ke atas. Lantas laki-laki itu meletakkan kotak obat yang di ranjang sebelum keluar meninggalkan Kaili.
"Lata, beri titah pada Kai untuk memimpin jalan keluar dari ibu kota." Suara nyaring Shaka menggema di seluruh ruangan, membuat Kaili sangat bernafsu melemparinya dengan batu besar agar laki-laki itu berhenti bersikap menyebalkan.
Kalau saja bukan karena membutuhkannya untuk menjalankan misi, Kaiki mana mau mengikuti Shaka pergi bahkan menjadi pelayan pribadi.
"Pelayan Kai, ini barang-barang milik ketua. Bawa barang bawaan kamu, dan pergi lewat lorong menuju kediaman ketua. Kami akan menunggu di luar gerbang ibu kota." Lata menyerahkan buntalan yang berisikan pakaian milik Shaka.
Menuruti apa yang diintruksikan oleh Lata, Kaili berjalan melewati lorong panjang, lalu menaiki tangga dan keluar di sebuah kamar yang cukup besar. Sepertinya ini kamar Shaka. Matanya menjelajah mencari laki-laki itu hingga samar-samar dia melihat bayangan dari balik tirai yang Kaili duga dia adalah Shaka.
"Yang Mulia, apakah butuh bantuan?" tanya Kaili sembari mengayunkan langkah mendekat ke arah bayangan itu. Namun, baru beberapa langkah dia mendekat, sebuah anak panah menembus tirai itu. Secara spontan, Kaili menghindar dan netranya melihat anak panah itu tertancap di salah satu tiang kamar.
"Refleks yang bagus. Ke depannya kamu harus lebih sering di latih seperti ini." Shaka muncul dari balik tirai dengan busur panah di tangannya. Laki-laki itu tersenyum tipis pada Kaili yang masih mengatur debaran dalam dada.
"Bagus, sih, bagus. Tapi kalau aku mati bagaimana?!" Kaili tersulut emosi. Laki-laki ini ... bisakah kalau melakukan sesuatu dipikirkan dulu? Jangan main panah-panah saja. Kaili masih sayang dengan nyawanya.
"Lata yang akan urus pemakaman kamu. Oh, satu lagi. Tolong ganti gaya bahasa kamu agar terdengar lebih sopan. Ingat, kamu pelayan, bukan kerabat."
Enteng sekali Shaka berkata demikian. Ini nyawa orang, nyawa manusia. Ah, sudahlah. Lagi pula berdebat dengan laki-laki macam Shaka memang tidak memberi untung sama sekali. Ikuti saja apa maunya. Jangan dilawan, jangan dibantah kalau mau tetap berada di sisinya. Mengembuskan napas panjang, Kaili berjalan tergesa mengikuti Shaka. Berjalan satu meter di belakangnya.
Kediaman Shaka ini bisa dibilang sangat indah dan asri. Banyak tanaman-tanaman hias yang ditanam di sisi kanan dan kiri jalan yang dia lalui. Para pelayan, laki-laki dan perempuan berjejer berdiri sembari membungkuk mengiringi kepergian Shaka.
"Salam, Pangeran. Semoga selalu diberi perlindungan dan kembali lagi ke kediaman dengan selamat," ucap mereka bersamaan. Shaka mengangguk, lalu berjalan keluar gerbang.
Barang bawaan milik Shaka yang dibawa Kaili diambil oleh salah satu pengawal, lalu meminta perempuan itu untuk masuk ke dalam kereta kuda Shaka.
"Pangeran sudah memberi titah. Silakan masuk ke dalam kereta bersama pangeran." Begitu kata pengawalnya. Kaili hanya mengangguk, lalu dengan senang hati dia masuk dan duduk di kereta, berhadapan dengan Shaka. Barang yang tadi dipegang oleh pengawal yang memintanya naik sudah diberikan lagi pada Kaili.
"Perjalanan dari ibu kota ke Kota Mucuna, normalnya memakan waktu satu bulan. Dalam tiga puluh hari ke depan, kamu akan saya latih secara khusus. Ratu Annaki memiliki banyak musuh. Meski mereka tidak secara terang-terangan menyerang, mereka pasti menunggu kesempatan untuk menyerang anggota kerajaan. Akan sangat bahaya kalau kamu tidak bisa menguasai satu pun ilmu bela diri." Begitu kerta kuda berjalan, Shaka langsung menjelaskan.
"Selain di ibu kota, dari sekian banyaknya penduduk di Negara Euphorbia hanya sedikit yang memiliki kekuatan tenaga dalam. Sisanya mereka hanya mengandalkan kemampuan bela diri untuk bertahan hidup. Di ibu kota pun kastanya ada terbagi menjadi tiga bagian. Kasta paling rendah adalah manusia yang hanya bisa mengendalikan air. Kasta nomor dua, yang berada di tengah-tengah adalah manusia yang bisa mengendalikan kekuatan tanah, angin, dan air menjadi satu.
"Rata-rata penduduk di ibu kota hanya bisa mencapai kasta tengah. Belum ada yang menduduki kasta tertinggi kecuali Ratu Annaki ...."
Penjelasan yang dijabarkan Shaka mengenai dunia ini benar-benar membuat Kaili terperangah. Ternyata di dunia ini banyak manusia luar biasa yang memiliki kemampuan khusus. Bahkan kasta terendah sekalipun sudah memiliki kemampuan luar biasa. Mengendalikan air. Kaili jadi penasaran, kekuatan apa yang dimiliki Ratu Annaki hingga berada di kasta tertinggi?
"Kasta tertinggi itu artinya manusia yang memiliki banyak kemampuan? Apa saja yang harus dipelajari agar bisa menduduki kasta tertinggi?" tanya Kaili.
Sejenak Shaka bergeming. Pandangan laki-laki itu lurus ke depan, seolah tengah membayangkan sesuatu. Tangannya bertumpu di atas paha, sebelum mengalihkan arah pandang kepada Kaili.
"Banyak. Sangat banyak. Di kasta tertinggi, banyak yang harus dikuasai baru bisa diakui. Memiliki ilmu membelah air dengan pedang atau bisa juga dinamakan ilmu pedang air. Menguasai dan bisa mengendalikan tanah dan angin, menjadikan dua elemen itu sebagai senjata mematikan. Menguasai ilmu waktu, ilmu khusus mengendalikan semua pergerakan waktu yang ada di dunia ini. Menguasai ilmu bayangan, yang memiliki pergerakan secepat kilat dan seperti bayangan.
"Dan yang terakhir menguasai ilmu panas dan dingin. Ilmu yang terakhir ini tidak bisa dilakukan oleh satu orang. Mereka harus berpasangan. Yang satu harus memiliki darah dingin, dan yang satu harus memiliki darah panas barulah bisa mengendalikan dan menguasai ilmu ini."
Jika ingin menguasai ilmu panas dan dingin, tidak bisa dilakukan oleh satu orang. Itu artinya, meski Ratu Annaki berada di kasta tertinggi, dia masih belum bisa menguasai ilmu ini. Kaili lantas menarik senyum tipis, dia mendekatkan kepalanya ke arah Shaka sebel berbisik, "Berati Ratu Annaki tidak benar-benar berada di kasta ter-"
Belum sempat Kaili menuntaskan ucapannya, tangan kekar Shaka langsung merangkulnya, menekan punggungnya hingga wajah Kaili berada di pangkuan laki-laki itu. Kaili ingin protes atas tindakan Shaka yang tiba-tiba. Namun, sebuah anak panah langsung menerobos masuk, lalu mendarat tepat di belakang tubuh Shaka.
Jantung Kaili berdebar cepat. Matanya melotot melihat anak panah yang tertancap di kusen jendela kereta. Demi apa pun, kalau Shaka tidak membantunya menghindar, Kaili mungkin sudah sekarat saat ini.
Kaili masih bertahan pada posisinya saat Shaka mengambil kertas yang tertancap di ujung anak panah. Laki-laki itu lantas membacanya dengan kening yang berkerut dalam. Shaka mendesis, lembaran kertas di tangannya kini sudah menggumpal diiringi dengan rahangnya yang mengeras.
Kaili lantas bangkit dari posisinya, takut kalau-kalau dia menjadi sasaran amarah Shaka. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja Shaka beranjak dari duduknya lalu dengan gerakan cepat kakinya menendang atap kereta hingga atap itu terbang. Belum sempat Kaili mencerna, Shaka sudah menarik tangannya, merangkul pinggang Kaili dengan erat.
"Peluk saya erat-erat, jangan pernah dilepas kalau kamu mau selamat."
***
Selesai ditulis tanggal 10 September 2024.
Update lagiiiii. Hari ini nggak banyak, cuma nyampe serebu tiga ratusan. Semoga sukaaaaa❤
Ada yang penasaran sama kelanjutannya?
Bonus foto Shaka dan Kaili.
Anggap adegannya begini🤣🤣🤣. Bisa bayangin dong.
See aja deh, ya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro