3. Mencari Cara
"Kamu harus segera menemukan seseorang yang bisa meredakan racun darah kamu dengan darahnya. Jika kamu memiliki darah yang mengandung racun mematikan, maka orang itu memiliki darah yang mengandung penawar berbagai macam racun. Ikuti dia, buat dia bekerja sama dengan kamu untuk menuntaskan misi."
Kata-kata gurunya sebelum Kaili pergi ke dunia ini kembali terngiang. Perempuan itu melempar tatapan ngeri pada Shaka yang berjalan perlahan sambil menyeret pedangnya hingga menghasilkan suara ngilu yang mengganggu indra pendengaran.
"Percaya atau tidak, saya akan membunuh kamu kalau Lata kehilangan nyawanya!" Shaka berteriak murka. Laki-laki itu mengangkat pedangnya, bersiap mengayunkannya ke arah Kaili.
Jantung perempuan itu berdebar kencang, otaknya berusaha berpikir keras untuk membalikkan keadaan. Bagaimanapun caranya dia harus bisa membuat Shaka menghentikan niatnya untuk membunuh Kaili.
Mata Kaili melotot kala melihat Shaka mengayunkan pedang ke arahnya. Dengan cepat dia berujar, "Penawar dari racun darah itu cuma satu!"
Napas perempuan itu tercekat saat iris kecokelatannya melihat ujung pedang nyaris mengenai lehernya. Dia meneguk saliva susah payah, lalu mengembuskan napas lega setelah Shaka menjauhkan pedang itu.
Tangan bebas Shaka mencengkram rahang Kaili dengan kuat sebelum berkata dengan suara rendah, "Jangan pernah sekali pun kamu berbohong sama saya. Cepat katakan apa penawarnya!"
Shaka melepaskan cengkramannya pada rahang Kaili. Laki-laki itu kembali berdiri sembari bersedekap dada menyaksikan Kaili yang terbatuk-batuk.
"Darahku ini cukup istimewa. Darah yang mengandung racun mematikan. Hanya dalam waktu beberapa menit, orang terkena racun darahku akan mati. Penawar dari racun ini hanya satu, yaitu darah dari seseorang yang mengandung obat. Darah itu bisa menawarkan berbagai macam racun di dunia." Kaili menjelaskan.
Dia tidak tahu bagaimana nasibnya di masa depan. Kaili sengaja memberitahukan perihal manusia yang memiliki darah istimewa, darah yang bisa mengobati berbagai macam racun. Jika sesuai dengan tebakannya, laki-laki gila ini akan mencarikan orang yang memiliki darah istimewa itu demi Lata, pengawal setianya.
Matanya memicing beberapa saat sebelum akhirnya berbalik menghampiri Lata. Dengan sengaja dia mengayunkan pedang untuk melukai tangannya, lalu menitikkan beberapa tetes darah ke dalam mulut Lata. Tidak butuh waktu yang lama, darah Shaka langsung bereaksi pada tubuh Lata. Pengawal itu lantas memuntahkan cairan pekat warna hitam dari mulutnya.
"Ketua," ujar Lata dengan suara lemah. Dia perlahan bangkit dari posisi berbaring, lalu membungkuk memberi hormat sebelum kembali berkata, "Maafkan saya yang sudah lalai."
Melihat hal itu membuat mulut Kaili menganga tidak percaya. Ternyata orang yang ingin dia cari sudah ada di depan mata. Tidak peduli bagaimana caranya, Kaili harus bisa bertahan di sisi Shaka. Dia ... harus bisa menjadi orang kepercayaan Shaka.
"Kembali kekediaman, istirahat yang cukup. Biar saya yang akan mengurus perempuan ini." Shaka menepuk pundak pengawal pribadinya, membiarkan laki-laki bertubuh kekar itu mengangguk lalu beranjak pergi meninggalkannya dan Kaili di tempat ini.
***
Ternyata perempuan itu bukan perempuan biasa.
Setelah menyuruh Lata pergi, Shaka berbalik melihat Kaili yang tergeletak tidak sadarkan diri. Ada banyak darah yang keluar dari luka sayat di telapak tangannya. Perempuan ini cukup nekat. Dia bahkan berani melukai diri sendiri agar bisa membebaskan diri.
Sembari mengembuskan napas panjang, Shaka mengangkat tubuh perempuan itu ke atas tempat tidur. Lantas mengambil kasa yang dia simpan di sudut ruangan ini. Sebelum Shaka membalut lukanya sendiri, laki-laki itu membuka mulut Kaili, meneteskan darah ke dalam sana.
Lata pernah mengatakan kalau perempuan ini keracunan. Dia sudah memakan mawar hitam. Namun, reaksi dari bunga itu belum stabil jika tidak dicampur dengan darahnya.
"Aneh. Darahnya mengandung racun, tapi dia sendiri masih tidak kebal terhadap racun?" gumam Shaka usai membalut lukanya dan luka di tangan Kaili.
Kening laki-laki itu berkerut saat melempar tatap ke arah perempuan itu. Dia lantas berdecak heran. Kenapa rasanya sangat tidak masuk akal? Setidaknya jika darah dalam tubuh perempuan ini mengandung racun, dia pasti akan kebal terhadap racun apa pun.
"Tunggu kamu sadar, saya akan ungkap siapa kamu sebenarnya."
***
Guyuran air di kepala berhasil mengembalikan kesadaran Kaili. Perempuan itu lantas terbatuk ketika air masuk ke dalam hidungnya, lalu meringis saat merasakan kencangnya ikatan pada tangannya.
Matanya terbelalak kala melihat sekitar. Tempat ini gelap, hanya ada seberkas cahaya yang masuk menerangi. Bau anyir darah membuat perutnya yang tidak diisi makanan sejak kemarin terasa mual.
Kepalanya mendongak, melihat ke arah tangannya yang terikat di atas kepalanya. Dengan posisinya yang seperti orang tergantung, tangan diikat pada balok yang berada di atas kepala sedangkan kaki tidak benar-benar menyentuh permukaan tanah hingga urat perutnya terasa kencang dan itu menyakitkan.
"Lepas! Lepasin aku!" Kaili berteriak, tubuhnya bergerak berusaha melepaskan ikatan di tangannya. Namun, semakin dia berontak, semakin sakit pula tangannya sebab terkena gesekan dari tali tambang yang digunakan untuk mengikatnya.
"Akhirnya kamu sadar juga." Shaka berjalan masuk, tangannya dia lipat di depan dada sembari memasang senyum miring, lalu berhenti tepat di hadapan Kaili.
"Apalagi mau kamu?! Lepasin aku!" Teriakan Kaili spontan membuat Shaka menjauhkan diri dari perempuan itu.
Dia berdecak sambil menggelengkan pelan kepalanya.
"Keinginan saya dari awal tidak pernah berubah. Siapa kamu, dan apa tujuan kamu masuk ke ibu kota? Kamu tau, di ibu kota punya aturan khusus. Perempuan tidak boleh berkeliaran di luar, jika ketahuan pasti akan langsung eksekusi di tempat. Ratu tidak pernah suka melihat perempuan dan laki-laki bersama. Dan kamu sebagai perempuan ... berani sekali berkeliaran. Pasti alasannya tidak sepele, bukan?" Pertanyaan telak itu dilemparkan oleh Shaka tepat di depan wajahnya. Kaili bahkan sempat berpaling saat merasakan embusan napas itu mengenai pipinya.
Laki-laki ini ... dia bukan orang biasa. Dia sama seperti Kaili, memiliki kekuatan pada darahnya. Juga memiliki kekuatan yang membuat dirinya seperti bayangan. Jika Kaili salah dalam berucap, kemungkinan besar nyawanya akan melayang begitu saja di tangan Shaka. Namun, dia juga tidak bisa terlalu jujur dengan mengungkap identitas aslinya.
Kaili meneguk salivanya saat merasa tenggorokannya mulai kering. Otaknya bekerja keras mencari alasan yang masuk akal untuk diberikan pada laki-laki di hadapannya ini.
"Dari awal, aku sudah pernah bilang kalau aku tersesat. Tiba-tiba aku pingsan setelah mendapatkan pukulan di kepala, lalu aku sudah masuk ke wilayah kamu." Kaili berhenti sejenak, membasahi bibir bawahnya. Dia lantas kembali berujar, "Sejak bangun, ingatanku menjadi samar. Hanya nama dan keistimewaan darahku yang kuingat. Sisanya ... aku lupa. Dari mana aku berasal, mengapa aku bisa tersesat."
Kekehan lolos dari mulut Shaka usai Kaili menuntaskan perkataannya.
"Hilang ingatan? Alasan kamu terlalu bodoh untuk diberikan pada saya, Kaili. Kalau kamu benar-benar hilang ingatan, kenapa kamu mengatakan kamu butuh mawar hitam?"
Skakmatt! Kaili lupa bagian itu. Tidak bisa, dia harus berusaha lebih ekstrak dengan memasang wajah datar agar bisa dipercaya.
"Hilang ingatan, bukan berarti tidak memiliki pengetahuan, bukan? Yang kutau bunga mawar hitam memang bisa untuk menawar racun. Saat memasuki wilayah ini, tubuhku merasa tidak nyaman. Denyut nadiku tidak beraturan. Aku tau, aku sudah keracunan. Kebetulan aku melihat mawar hitam itu ada di sana. Karena aku begitu mencintai nyawaku, barulah aku berani mengambil langkah impulsif ini."
Semoga saja setelah memberikan penjelasan panjang lebar pada Shaka, laki-laki itu bisa menaruh sedikit kepercayaan untuknya. Setidaknya untuk kali ini sebelum dia menemukan cara yang tepat untuk terus berada di sisi Shaka.
"Lata, cambuk dia sebanyak tiga puluh kali untuk hukuman tindakan impulsifnya. Lalu antarkan dia ke kamar dan berikan dia pakaian laki-laki serta makanan." Shaka berkata sembari berlalu keluar dari ruangan.
***
Untuk saat ini biarlah Shaka bersikap mempercayai alasan yang Kaili berikan. Namun, ke depannya dia harus tetap waspada terhadap perempuan beracun itu. Meski Shaka memiliki penawar dalam tubuhnya, dia tetap tidak ingin merasakan sakit terkena racun darah.
"Lapor, Ketua. Nona pingsan setelah mendapat sepuluh kali cambukan." Lata datang membawa kabar yang membuat Shaka berdecak mendengarnya.
"Lemah. Dia terlalu lemah untuk menyamar menjadi seorang laki-laki. Bawa dia ke kamarnya di ruang rahasia."
Usai memberi titah, Shaka mengambil belati milik Kaili yang sengaja dia ambil saat perempuan itu tidak sadarkan diri. Untuk membuat Kaili berada di sisinya, di harus melatih langsung perempuan itu agar bisa ilmu bela diri. Ilmu tenaga dalamnya pun harus dilatih agar bisa bermanfaat untuk memuluskan rencananya di masa depan.
Kaili memiliki belati ini, dia selalu membawanya. Itu artinya perempuan itu tidak begitu lemah. Setidaknya Shaka punya harapan untuk Kaili ke depannya. Tidak peduli seberapa sulit mengajari Kaili, asalkan dia berguna, Shaka tidak keberataan.
"Besok harus segera keluar dari ibu kota menuju Kota Mucuna."
***
Ringisan kecil dari mulutnya keluar saat Shaka membantu mengobati luka cambukan yang ada di tubuhnya. Laki-laki ini ... sejujurnya Kaili masih belum bisa menilai. Apakah dia jahat atau sebaliknya? Kaili juga belum menemukan jawaban mengapa gurunya meminta dia untuk mengajak Shaka kerja sama dalam menjalankan misi.
"Hari ini kamu ikut saya menghadap ratu. Mulai hari ini nama kamu bukan lagi Kaili. Tapi Kai, hanya Kai. Status kamu sebagai pelayan sekaligus pengawal pribadi saya."
Ucapan keluar dari mulut Shaka membuat tangan Kaili yang membenarkan pakaiannya terhenti. Perempuan itu lantas memutar pandangannya hingga bertemu tatap dengan Shaka.
"Pengawal pribadi? Bagaimana dengan Lata?" tanya Kaili dengan kerutan samar di keningnya.
"Lata memang pengawal saya. Tapi statusnya tidak diketahui. Dia adalah pengawal rahasia. Yang ratu tau, saya tidak memiliki pelayan dan pengawal pribadi," ujarnya menjelaskan, "cepat ganti pakaian kamu. Setelah itu kita pergi ke istana. Semua barang bawaan akan disiapkan oleh Lata."
Kaili mengangguk paham, dia lantas mengambil pakaian laki-laki yang disiapkan Lata usai Shaka keluar dari kamarnya. Pakaian ini terlalu kuno. Kaili sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa dia akan memakai pakaian ini.
Setelah mengenakan pakaian, Kaili mengikat separo rambutnya. Melepas anting yang dia kenakan serta kalung nama yang menggantung di leher. Tidak lupa Kaili memasukkan belati miliknya ke dalam pakaian sebelum berjalan keluar menemui Shaka.
Perempuan itu cukup tercengang dengan penampilan Shaka yang berubah seratus delapan puluh drajat dengan penampilan sebelumnya. Rambut yang semula dikepang banyak, berubah menjadi cepolan rapi di atas kepala khas pangeran. Belum lagi pakaiannya yang terlihat elegan alih-alih menyeramkan, bahkan wajah Shaka terlihat pucat pasi. Andai saja Kaili tidak memiliki janji temu dengan laki-laki itu, sudah dipastikan dia tidak akan mengenali Shaka.
"Ikuti saya. Ingat, jangan berbicara apa pun. Mengerti?" Shaka memberi peringatan sebelum mereka berjalan menuju istana.
"Dimengerti."
***
Dalam bayangan Kaili, istana adalah tempat mewah dan megah seperti yang ditontonnya dalam drama. Namun, istana di dunia ini benar-benar berbeda. Terlihat menyeramkan, tapi juga nampak mewah. Cahaya ungu kebiru-biruan melingkupi tempat itu. Hawa dingin sudah mulai menusuk kulit padahal dia baru menginjakkan kaki di anak tangganya.
Kaili sangat dibuat penasaran dengan sosok Ratu Annaki. Dari pembicaraan Shaka, Ratu Annaki bukanlah pemimpin yang baik hati. Dia tidak akan sengan menghabisi nyawa seseorang yang menghalangi rencananya atau membuatnya marah. Makanya Kaili dilarang berbicara.
Kata Shaka saat memberi briefing, "Diam lebih baik daripada mati di tangan Ratu Annaki."
"Ingat, saat masuk istana kamu harus berada dari jarak satu meter di belakang saya. Jangan mengangkat kepala sedikitpun kalau tidak mau dipenggal." Shaka kembali memberi instruksi saat mereka akan memasuki istana.
Dari ekor matanya, Kaili bisa melihat satu wanita yang duduk di singgasana. Pakaiannya serba hitam yang membuat aura sang ratu nampak lebih mengerikan dari apa yang dia dengar.
"Ananda memberi salam pada Ratu." Shaka membungkukkan badannya saat menghadap Ratu Annaki. Sesuai briefing yang diberikan Shaka, Kaili ikut membungkuk memberi penghormatan.
"Kemarilah." Ratu Annaki meminta Shaka mendatanginya. Sementara Kaili masih berdiri dengan pandangan tertunduk.
Ratu Annaki mengibaskan tangannya hingga memunculkan sesuatu yang terlihat asing bagi Kaili. Dia menyerahkan benda itu pada Shaka sebelum berkata, "Ini adalah pagoda yang dibuat khusus untuk melindungi kamu dari berbagai bencana. Simpan ini di kantong kun milik kamu."
"Terima kasih hadiahnya, Ibunda. Saya akan menyimpannya." Shaka menyimpan pagoda itu ke dalam kantong kecil yang dibawanya. Dia lantas menunjuk ke arah Kaili sembari berkata, "Kenalkan, Ibunda. Dia adalah Kai, pelayan sekaligus pengawal pribadi yang saya angkat. Kai yang akan menemani saya pergi ke Kota Mucuna. Kai, beri salam pada ratu."
Mendengar intrupsi itu, Kaili lantas mengangkat pandangannya hingga iris kecokelatannya bersinggungan dengan mata biru milik Ratu. Sejenak perempuan itu bergeming, lalu bergumam, "Ibu?"
***
Selesai ditulis tanggal 6 september 2024.
Finaly! Ini bab terpanjang kutulis. Nyaris dua ribu kata. Yuhu~ semoga kalian suka. Jangan lupita sama vote dan komennya ya gesss.
Spil foto istananya dulu.
See u aja deh, ya!
Luv, Zea❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro