18. Meyakinkan Penduduk Kota
"Apa yang terjadi?" Kaili bertanya pada Shaka setelah memasuki kota. Matanya menyipit saat melihat banyak orang berkerumun di jalan sambil berbisik-bisik. Entah apa yang mereka bicarakan serta apa yang menjadi objek tontonan hingga membuat banyak orang berkumpul di sana.
Shaka membuka tirai jendela di sisinya, lantas laki-laki itu memanggil Lata untuk menanyakan situasi di depan sana. "Apa yang terjadi?"
"Ada pedagang yang mati disiksa oleh pasukan walikota karena tidak mau bayar upeti." Lata memberi tahu, Shaka mengangguk lalu mengayunkan tangan meminta pengawal rahasianya itu segera pergi melanjutkan pekerjaan.
"Sepertinya reputasi walikota Louyan memang sesuai dengan rumor yang beredar." Shaka mengembuskan napas panjang. Tangan laki-laki itu terangkat mengambil tangan Kaili untuk digenggam. Pandangannya naik hingga mata mereka bertemu. "Saya yakin kamu sudah tahu apa yang harus dilakukan. Namun, pekerjaan ini tidak mudah."
Ada sorot khawatir yang ditampilkan Shaka. Namun, berhasil membuat senyum Kaili mengambang. Dia lantas menangkup tangan Shaka yang masih menggenggam tangannya yang lain, lalu berkata dengan senyum yang terpatri di bibir, "Saya akan berhati-hati. Selama bersama kamu, saya tidak takut untuk menghadapi apa pun." Kaili yakin, Shaka akan selalu melindunginya.
"Lakukan dengan hati-hati. Lata akan menjaga kamu." Shaka mengaitkan anak rambut Kaili ke belakang telinga. Lalu tersenyum lembut sebelum berseru, "Hentikan keretanya!"
Setelah kereta kuda benar-benar berhenti, barulah Shaka melepaskan genggaman tangan mereka, membiarkan Kaili keluar dari kereta kuda. Sementara Shaka melanjutkan perjalanan untuk bertemu walikota Louyan di kediaman.
Kaili segera berjalan mendekati kerumunan. Tidak ada satu orang pun yang berani mendekati keluarga korban yang kini hanya bisa menangis tersedu sembari mengucapkan kata, "Kami akan hancur." Secara berulang.
"Apa yang akan terjadi pada mereka?" Kaili bertanya pada seorang perempuan sebaya yang berdiri di sampingnya.
"Semua penduduk kota tahu, jika kepala keluarga dibunuh oleh prajurit walikota karena melanggar aturan yang dibuat, mereka semua akan menanggung akibatnya. Seluruh aset keluarga akan disita oleh walikota dan mereka akan menjadi gelandangan," ungkapnya. Kaili tercengang usai mendengarkan fakta yang ada di Kota Louyan. Terlalu kejam.
"Lantas ... mengapa tidak ada yang berani membantu mereka?" Kaili kembali bertanya.
"Apa kamu orang baru?" Perempuan sebayanya tidak langsung menjawab melainkan melontarkan tanya yang hanya dijawab Kaili dengan anggukan. "Kalau begitu, dengarkan saya. Sebagai orang baru, kamu harus berhati-hati. Mereka yang berani membantu orang yang sudah melanggar aturan akan disiksa karena dianggap membela kejahatan."
Kaili tercengang. Dunia ini ... benar-benar mengerikan. Dunia yang aturannya jauh berbeda dengan dunia yang dulu dia tempati. Banyak penindasan yang dilakukan oleh orang berkuasa. Yang lemah dan tidak memiliki wewenang akan kalah, sementara yang kuat dan memiliki kuasa bisa menindas rakyat sesuka hati.
"Ternyata begitu." Kaili tersenyum, lantas dia pamit untuk pergi. Sekarang belum saatnya dia beraksi. Informasi yang dia kantongi sudah berhasil membuatnya paham akan situasi kota saat ini.
"Pergi dan cari penginapan. Saya masih ingin melihat-lihat pasar di jalan ini." Kaili memberi titah pada Lata yang berdiri di belakangnya.
"Baik, Nyonya." Lata lantas pergi menjalankan apa yang dia minta. Sementara Kaili berjalan sendiri melihat keadaan Kota Louyan. Selagi statusnya belum diketahui oleh orang luar, Kaili akan baik-baik saja meski berjalan sendiri tanpa pengawasan. Lagi pula dia bukan orang lemah. Kaili memiliki bekal ilmu bela diri yang bisa melindunginya.
Mata perempuan itu menjelajah ke segala arah. Banyak pedagang di jalan ini. Setiap kanan dan kirinya dipenuhi dengan beragam makanan, aksesoris, serta toko-toko yang menjual pakaian dan kain. Terlihat ramai dan menyenangkan. Kaili bahkan singgah untuk membeli manisan yang dijual, lalu beralih ke penjual aksesoris setelah membayar manisan buah di tangannya.
"Berapa harga gantungan giok ini?" Perhatian Kaili tertuju pada gantungan giok berwarna hijau. Terlihat cantik. Namun, ada kesan pemberani. Giok yang berbentuk seperti ujung panah dan hati di bawahnya seperti ini tidak pernah dia temui di dunianya.
"Pandangan Nona sangat bagus. Giok ini hanya dijual di tempat saya. Proses pembuatan giok ini pun sangat unik, berbeda dengan giok la—" Belum sempat pedagang perempuan itu menuntaskan kalimatnya, suara lantang dari seseorang mengintrupsi, membuat dia berhenti berbicara bahkan lekas membereskan barang dagangannya. Hal itu lantas membuat kening Kaili berkerut.
"Ajudan walikota telah tiba! Semua harap dengarkan pesan walikota yang dibawa!" Teriakan itu tidak hanya membuat pedagang yang di hadapan Kaili nampak kalut, melainkan hampir semua dari mereka yang tidak memiliki toko membereskan dagangan.
"Nona, maafkan saya karena tidak sopan. Namun, jika saya tetap membuka lapak, mereka akan meminta upeti sebanyak tujuh puluh persen dari penjualan." Perempuan itu lekas pergi dari hadapan Kaili usai mengemas semua barangnya. Kaili hanya mengangguk menanggapi, sebelum kemudian perhatiannya dia fokuskan pada ajudan walikota yang datang menggunakan kuda. Bahkan di belakangnya banyak pengawal yang memegang tongkat panjang yang berjaga.
"Mulai hari ini, upeti pedagang akan dinaikkan lima persen dari sebelumnya. Yang menentang akan dihukum cambuk seratus kali dan keluarganya akan diasingkan!" usai membacakan pesan walikota, pengawal yang dibawa oleh ajudan langsung bergerak meminta upeti di setiap toko dan pedagang yang berjualan. Tidak ada yang berani melawan. Mereka tetap memberi upeti meski enggan.
"Perbuatan mereka benar-benar keji." Kaili menggeram. Tidak menyangka dia melihat langsung ketidakadilan serta penindasan yang dirumorkan. Namun, dia tidak boleh bertindak sembarangan. Shaka sudah mewanti-wanti agar tidak melakukan kesalahan.
"Nyonya, penginapan sudah dipesan. Silakan Nyonya pergi untuk beristirahat." Lata datang ke hadapan Kaili. Dia menatap Lata sekilas, lalu mengangguk. Kaili melangkah dipenuhi amarah. Hatinya geram. Namun, para orang gila itu justru terbahak usai menerima upeti dari semua pedagang.
"Kumpulkan semua pedagang besok pagi. Katakan kepada mereka kita akan membantu melawan walikota dan ajudan-ajudannya." Kaili memberi titah pada Lata sebelum menginjak pelataran penginapan.
"Baik, Nyonya. Tapi, ketua ...." Lata menggantung ucapannya, membuat Kaili berbalik hingga mendapati pengawal rahasia Shaka sedang menundukkan pandangan.
"Saya akan baik-baik saja. Bagaimanapun juga, saya harus memanfaatkan situasi ini untuk membantu Shaka." Setelah mengatakan demikian, barulah Lata pergi.
Masalah membujuk dan menghasut seseorang bukanlah hal yang sulit. Hanya saja, Kaili tidak tahu apakah dia akan berhasil meyakinkan orang-orang itu mengikutinya untuk melakukan pelatihan tertutup di Kota Mucuna dan menjadi bagian dari pasukan bayangan.
***
"Terima kasih atas sambutan Walikota. Saya akan menyampaikan kebaikan Walikota pada ibunda ratu." Shaka berdiri usai mengatakan maksud dan tujuannya datang ke Kota Louyan.
"Terima kasih atas pujian yang Pangeran Pertama berikan. Semua ini juga karena utusan ratu sudah mengirimi saya pesan dua minggu lalu sejak keberangkatan Pangeran Pertama. Mohon Pangeran Pertama jangan sungkan. Besok izinkan saya menyiapkan jamuan untuk Pangeran Pertama sebelum pergi dari Kota Louyan." Walikota Louyan membungkuk sambil menyatukan dua tangannya di depan dada, memberi hormat pada Shaka.
"Baik. Kalau begitu, saya permisi." Shaka pamit pergi dari kediaman walikota, laki-laki yang semula memasang senyum palsu di wajah demi menunjukkan ketulusan pada sang pemimpin kota kini berubah menjadi datar.
Louyan adalah kota yang sering dikunjungi Ratu Annaki, juga merupakan kota yang selalu tunduk pada perintahnya. Shaka tidak boleh secara terang-terangan menunjukkan kemampuannya di depan musuh atau kebohongannya yang berpura-pura sakit selama belasan tahun ini akan terbongkar. Demi mencapai sesuatu yang besar, terkadang dia harus mengorbankan banyak hal termasuk reputasinya selama ini yang hanya dikenal dengan pangeran penyakitan.
"Ketua, nyonya memerintahkan saya untuk mengumpulkan orang-orang berbakat dari para pedagang." Lata melapor setelah Shaka tiba di depan penginapan yang disiapkan oleh walikota.
Shaka tersenyum kecil mendengar laporan yang disampaikan Lata. Tidak sia-sia dia melatih Kaili selama ini. Perempuan itu benar-benar memahami apa yang dia butuhkan.
"Lakukan dan jaga nyonya. Jangan sampai dia celaka. Ingat, statusnya jangan sampai diketahui oleh walikota dan seluruh pengikutnya." Shaka kembali melanjutkan langkah masuk ke dalam kamar penginapan.
Kurangnya pasukan sudah ditangani oleh Kaili dan Lata. Besok setelah menghadiri perjamuan yang disiapkan oleh walikota, mereka harus segera pergi menuju Kota Mucuna.
***
Seratus orang. Tinggal seratus orang lagi, pasukan bayangan berjumlah sepuluh ribu. Secara jumlah, pasukan bayangan akan kalah dengan pasukan milik Ratu Annaki. Namun, pelatihan yang diberikan Shaka secara langsung akan membuat pasukan bayangan menjadi pasukan terkuat di dunia ini.
Kaili menghentikan langkah sejenak saat tiba di depan pintu gudang milik seorang pedagang yang menjadi mata-mata Shaka di Kota Louyan sejak lima tahun lalu. Shaka sudah menceritakan perihal pasukan bayangan yang tersebar di seluruh penjuru dunia ini. Tujuan dia merekrut pasukan selama perjalanan menuju Kota Mucuna adalah untuk menambah pasukan elite, pasukan yang memiliki kekuatan paling besar di antara pasukan bayangan lainnya.
Kota Louyan adalah kota para pasukan militer. Sejak muda, orang-orang di Kota Louyan sudah dilatih. Hanya saja tidak semua dari mereka yang bisa bekerja di pemerintahan. Terlebih setelah pergantian walikota, hanya orang-orang dipilih langsung oleh pemimpin kota yang bisa menjadi pasukan militer di pemerintahan.
Sekarang, Kaili hanya perlu menjalankan titah Shaka untuk membujuk mereka agar mau bergabung ke dalam pasukan bayangan. Melakukan pemberontakan pada Ratu Annaki dan menegakkan keadilan bagi rakyat di dunia baru nanti.
"Nyonya, silakan." Lata mempersilakan Kaili masuk usai membuka pintu. Kaili mengangguk, lalu berjalan masuk dengan tatapan tegas tanpa meninggalkan jejak kekhawatiran di wajah, Kaili memandang satu persatu orang-orang yang berkumpul di tempat ini. Banyak wajah-wajah muda yang berkumpul, ada pula yang sudah separuh baya.
"Apa mereka semua orang-orang yang diminta hadir?" Sebelum memberikan arahan pada mereka, Kaili bertanya lebih dulu pada Lata.
"Sebagian besar hanya pelayan yang berada di sisi mereka. Sebagian lagi pedangan yang tidak memiliki toko." Kaili mengangguk usai mendengarkan jawaban Lata.
Perempuan itu lantas tersenyum sebelum berbicara, "Semuanya, saya adalah istri dari seorang pedagang yang dibunuh dengan kejam oleh penguasa di kota ini. Selama lima tahun saya hidup di perasingan, tanpa harta, tanpa rumah, dan tanpa pakaian yang layak. Selama setahun terakhir di pengasingan, saya bertemu dengan Pangeran Pertama, dia memberi saya sebuah jalan agar saya bisa hidup dengan baik dan tenang.
"Pangeran Pertama selalu memenuhi kebutuhan saya. Dia selalu berkasih pada orang-orang tidak mampu, orang-orang yang terusir dari kampung halaman karena kekejaman dari pemimpin kota. Namun ... sekarang Pangeran Pertama tidak berdaya. Dia selalu ditekan oleh Ratu Annaki hingga sulit melakukan kebajikan. Semakin hari, semakin banyak korban ketidakadilan yang terjadi di dunia ini. Tapi Ratu Annaki hanya berdiam diri, tidak memedulikan rakyat sama sekali." Kaili berhenti berbicara sejenak. Dia memperhatikan orang-orang yang kini nampak membenarkan ucapannya.
"Dari dulu hingga saat ini, orang-orang lemah dan berstatus rendah selalu mendapat ketidakadilan. Kami hanyalah sekelompok orang tidak berdaya. Bagaimanapun juga, pemimpin dunia ini adalah Ratu Annaki." Seorang pria paruh baya bersuara. Dari raut wajahnya menampakkan kemarahan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh penekanan.
"Oleh karena itu Pangeran Pertama ingin berjuang menegakkan keadilan untuk kita yang lemah dan tidak memiliki kekuasaan. Dia mengutus saya, mengajak kalian untuk bekerja sama melawan Ratu Annaki. Pangeran Pertama memiliki sembilan ribu sembilan ratus pasukan bayangan yang sudah terlatih. Dia mengutus saya untuk mencari seratus orang yang bersedia masuk menjadi bagian dari pasukan bayangan untuk melakukan pemberontakan terhadap Ratu Annaki." Kaili berbicara dengan lantang dan tegas agar semua orang yang berhadir di sini bisa yakin dengan ucapannya.
"Apa jaminan Pangeran Pertama jika kami bersedia mengirim anak-anak kami berkoalisi dengannya melakukan pemberontakan? Siapa yang akan menjaga kami nantinya jika mereka tidak ada?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh wanita yang cukup berumur.
Kaili menanggapinya dengan santai. Dia bahkan tersenyum tenang sebelum kembali berujar, "Selama keluarga kalian pergi, Pangeran Pertama akan menjamin keselamatan kalian. Pasukan rahasia yang diutus oleh Pangeran Pertama sudah berjaga sejak semalam. Mereka akan tinggal dan menjaga keamanan serta keselamatan kalian sampai Pangeran Pertama memperoleh kemenangan. Waktu kalian berpikir tidak banyak, jika kalian ingin berkontribusi menegakkan keadilan, saya akan menunggu di luar Kota Louyan.
"Kalian harus pergi secara diam-diam agar tidak menimbulkan kecurigaan. Jika kalian masih belum merasa yakin, saat ini Pangeran Pertama sedang menghadiri perjamuan di istana walikota. Tujuannya agar mempermudah saya mengajak kalian untuk bekerja sama. Silakan pertimbangkan baik-baik. Jika menang, hidup kita akan aman, damai, dan sejahtera. Jika kalah, usaha kita untuk menegakkan keadilan akan dihargai oleh tetua yang sudah lebih dulu meninggal karena ketidakadilan."
Kaili sudah selesai melakukan tugasnya. Dia sudah mengucapkan apa yang harus diucapkan. Sisanya hanya bergantung pada takdir baik Shaka. Jika langit memberkati, hati mereka akan tergerak untuk berkoalisi dengan Shaka.
****
Selesai ditulis tanggal 24 Oktober 2024.
Sejujurnya menulis adegan begini cukup menguras otakku. Tapi gpp, karena bentar lagi ending, akan kuusahakan menulis dengan baik supaya kalian nggak kecewa sama endingnya.
See u!
Luv, Zea😘🔥🔥🔥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro