Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[14] End

Woojin segera mengaktifkan panggilan video pada Chaeyeon. Namun gadis itu seperti yang diduganya tak mau menerima panggilan itu. Otak Woojin menjadi tak terkendali memikirkan yang tidak-tidak. Berulang kali dia bolak-balik di depan pintu apartemennya, ragu ingin keluar dan pergi ke Busan saat ini juga.

"Park Woojin, bisakah kau tetap diam?" tanya Jihoon, terganggu karena pandangannya pada TV terhalang. Sedari tadi Woojin mondar-mandir tak jelas sambil berpikir cukup lama di depan TV yang menayangkan acara sepak bola.

"Eo?" sungut Woojin tetap terpaku di depan TV, membelakangi layar TV.

"Hyung, bisakah kau minggir?" Daehwi melempar bantal sofa ke wajah Woojin. Woojin mengalah, ikut duduk di salah satu kursi yang tak menghadap ke layar TV.

"Apa yang kau pikirkan Woojin-ah?" tanya Jisung menyadari kegundahan Woojin. Namja itu tak seceria sebelumnya. Dahinya selalu berkerut terlalu memikirkan sesuatu yang tak diketahui olehnya.

"Hyung, bisakah aku pergi ke Busan malam ini?" pinta Woojin menatap lurus Jisung. Kemudian seisi ruang yang ramai mendukung jagoan masing-masing terdiam.

"Pergi ke Busan, kapan?" tanya Jisung tak lagi terpaku pada layar TV.

"Ada sesuatu yang harus aku urus malam ini juga."

"Apa itu?" tanya Guanlin penasaran.

"Ini adalah tindakan manusia yang sejati mendapatkan cintanya dengan sepenuh hatinya." Woojin menekankan setiap katanya dengan intonasi rendah.

"OHOOO Park Woojin... Jadi kau menyukai yeoja?" balas Sungwoon membelalakkan mata tak percaya. Woojin mengangguk sekali dan berdiri, mondar-mandir tak jelas di depan TV.

"Pergilah!" usir Daehwi jengkel, ia tak bisa menonton sepak bola kalau salah satu hung-nya mengganggu penglihatannya.

"Baiklah Hyung, aku pergi ke Busan." Sebelum Woojin membuka pintu apartemen, Jisung menarik kerah bajunya.

"Apa kau gila? Besok kita ada wawancara. Dan aku yakin Manajer Kang akan marah besar."

"Jangan khawatir, kalau kondisi Daniel masih belum sehat aku yakin wawancara itu akan ditunda. Dan kalau pun Daniel baik-baik saja, besok jam 12 siang aku sudah kembali ke Seoul." Woojin bersikeras dengan pemikirannya.

"Bagaimana kalau ada yang mengenalimu dan terjadi sesuatu?" cegah Jisung masih menyakinkan Woojin agar tetap tinggal di asrama.

"Kalaupun ada yang mengenaliku, dengan senang hati aku akan minta tolong pada mereka untuk mengantarkanku ke Busan tanpa dipungut biaya." Woojin tersenyum menyebalkan. Dilihatnya Jihoon maupun Daehwi terpana memandang keluguan dari Woojin. Jisung menggelengkan kepala sebal.

"Aku pergi dulu Hyung. Annyeong," kata Woojin dengan gesit kabur dari apartemen, menghindari deathglare milik Jisung.

"Yaaaaa... PARK WOOJIN !"

***

Chaeyeon sedang membaca novel klasik ketika Yulhwa memasuki kamarnya dengan wajah serius. Perempuan yang bekerja sebagai dosen itu berdiri di depan pintu kamar.

"Chaeyeon-ah, ada apa selarut ini temanmu menemuimu?"

"Siapa Eomma?" tanya Chaeyeon ingin tahu dan melipat ujung lembar buku yang dibaca. Diletakkannya buku tebal yang ditulis oleh Shakespeare dan ikut keluar dari kamar mungilnya. Yulhwa menggelengkan kepalanya tak tahu, karena dirinya tak mengenal laki-laki muda di halaman rumahnya. "Baiklah akan aku temui dia."

Chaeyeon menuruni tangga spiral rumah dan memakai mantel tebal yang tergantung di tiang khusus pakaian tak jauh dari rak sepatu. Tangan mungilnya dimasukkan ke dalam saku mantelnya, mencari kehangatan di antara malam yang terus dingin. Bibirnya langsung kering dihantam angin dingin.

"Woojin-ah? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Chaeyeon terkejut, matanya membelalak lebar karena mendapati sosok yang tersembunyi di balik masker merah, topi rajut dan kacamata tebal.

"Annyeong, Chaeyeon-ah," sapa Woojin canggung. Kalau saja ada kesempatan, ia ingin sekali memeluk gadis yang amat disayanginya, terlebih waktu mereka amat terbatas untuk bisa bertemu.

"Ne annyeong," balas Chaeyeon mengeryitkan dahi bingung mendengar sapaan Woojin yang kaku seperti itu.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Woojin. Ia mengatur detak jantungnya yang berdegup kencang agar berdetak lamban.

"Baik. Mengapa kau bertanya soal itu?"

"Aku merasa kau sudah berubah Chaeyeon-ah. Kau sudah tak seperti dulu yang selalu ada di dekatku."

"Memang." Chaeyeon menjawab langsung. "Aku sudah berubah, memangnya kenapa Woojin-ah?"

"Jadi benar kalau hatimu sekarang sudah terpaku pada orang lain?"

Dada Chaeyeon seperti dihantam palu yang besar. Meremukkan semua tembok yang ia bangun untuk menghalangi perasaannya tetap ada pada Woojin. Mendengar pertanyaan seperti itu, Chaeyeon tak berkutik. Ia tetap diam dan mengepalkan tangannya di dalam saku mantel.

"Kalau berita itu benar, bolehkah aku memelukmu sekali saja Chaeyeon-ah? Setelah itu aku akan melepaskanmu."

"Hajima," cegah Chaeyeon menengadahkan kepalanya, matanya yang sayu menatap mata tajam Woojin. "Aku salah, mianhae," ucap Chaeyeon menggelengkan kepalanya.

Woojin mencoba untuk bicara lagi, tapi Chaeyeon mengunci bibirnya melalui tatapan sendunya. Melarang Woojin mengatakan kata-kata seperti itu. Egois kah dirinya? Menyukai namja lain tanpa sepengetahuan Woojin, di saat yang bersamaan melarang Woojin berhenti untuk mencintai Chaeyeon dengan tulus.

"Jangan katakan kau akan pergi dari hidupku Woojin-ah," pinta Chaeyeon menggigil pelan, hatinya luruh saat bibirnya berkata demikian. "Aku menyesal telah melukai perasaanmu. Aku pikir kalau aku bisa bersikap dingin padamu, aku akan membuatmu pergi. Tapi kenapa ini sulit. Maafkan aku Woojin-ah."

Woojin tersenyum mendengar ucapan Chaeyeon. Didekapnya gadis yang ada di depannya. Chaeyeon merasakan bibir hangat Woojin yang mencium puncak kepalanya.

"Kau tak salah. Aku tak bisa menjagamu karena kesibukanku yang padat."

"Tidak... Aku saja yang bersalah. Mengira aku tak benar-benar penting."

"Benarkah begitu? Kalau aku jauh-jauh dari Seoul untuk menemuimu di Busan, benarkah kau tak penting bagi hidupku?"

Chaeyeon menggelengkan kepalanya, membenarkan kata-kata Woojin. Woojin tak pernah salah. Chaeyeon harus memahami Woojin yang memiliki banyak pekerjaan sehingga ia harus mengalah. Bagi pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh seperti mereka, terkadang untuk saling mengerti itu sulit.

"Chaeyeon-ah, kau harus percaya padaku."

"Aku akan mempercayaimu Woojin-ah, kau mencintaiku kan?"

Woojin tersenyum lebar dan mengacak puncak kepala Chaeyeon, senang bahwa gadis itu dengan percaya dirinya mengatakan kalimat yang akan diucapkan oleh Woojin. "Ya, aku mencintaimu."

Setidaknya hidup menjadi lebih mudah ketika salah satu saling memahami satu sama lain.

"Tunggu aku beberapa tahun nanti. Aku akan mengencanimu tanpa khawatir salah satu dari kita terluka. Saat ini aku punya prioritas penting. Kau bisa kan?"

"Eo. Aku akan menunggumu," jawab Chaeyeon, benar-benar lega dengan kepastian di antara mereka sekarang.

Jadi cukuplah tahun ini kencannya ditunda. Dia akan menagih janji Woojin nanti. Toh Woojin tidak akan lari darinya.

******

End

******

Lho lho lhoooooo~~~~
Kok udah end?
Iyeeee.
Singkat amat?!
Iyeeeeeeeeee.....

Emang sengaja.

Minta digiling sama Woojin nih ye.

Boleh, sini aku pelukin dulu si Dedek Ujin, biar gelundung bareng sebelum jadi tempura goreng.

Lhaaa malah ujung-ujungnya Daniel nawarin diri, saking sayangnya ke aku. Gak boleh pelukan sama namja lain katanya #plak

Mau jadi tempura aja udah ganteng. Uwuuuu~~~

Oh yeeee.... Makasih udah ikutin cerita ini. Singkat tapi bermakna.

Hoeeeekkkk enggak kalo di mata rabun saya. Ada banyak plot hole, beneran. Pengen diobok-obok dari nol. Tapi kaga tau mulai dari dari mana?

Apa adanya dulu deh. Fokus ke cerita baru.

Btwwwwww~~~~~

Chaeyeon mania, merapat hayuuu~~~~ Ada cerita lagi. Kali ini kesampean juga saya ngeshipperin Chaeyeon-Sungwoon.

THE LOVE CHASER

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro