Nikah
''Andai Bayu belum punya pacar....''
Kalimat itu terus diulang hingga yang mendengarnya pun merasa jengah. Galau yang diderita Dinda memang sudah tingkat kronis. Dirinya merasa diPHP oleh lelaki bernama Bayu Saputra. Janji-janji yang diucapkan Bayu hanya isapan jempol. Buktinya? Sudah jelas sangat menyayat hati seorang Adena Dinda Mahesty.
''Terus kalo Bayu belum punya pacar lo mau apa? Ngejar dia?''
Vara yang sampai saat ini menjadi korban kegalauan Dinda. Vara layaknya tong sampah yang siap menampung berbagai macam khayalan tingkat dewa dari sahabatnya.
''Semuanya kan udah jadi pilihan lo, Din. Lo yang milih tetep sahabatan sama Bayu.''
''Gue cuma gak mau ngubah nasib. Kalo misal gue jadi pacarnya Bayu, gue takut jadi penghalang cita-citanya karena gue cewek manja--"
''Tapi nyatanya, setelah Bayu berhasil meraih impiannya, dia malah mendatangkan cewek baru kan?''
Dinda mendesah. Vara memang benar. Dinda yang bodoh. Saat Bayu meminta Dinda menunggu sampai cowok itu selesai mengejar impiannya, dengan sangat mudah Dinda mengatakan iya, gue mau nungguin elo. Dan setelah Bayu menjadi arsitek--sesuai dengan harapannya--Bayu melupakan janjinya. Menghempaskan Dinda hingga gadis itu tak bisa bangkit kembali.
''Terus, kalo nanti lo udah jadi dokter, lo bakalan ninggalin Bima?''
''Maksud lo? Kenapa jadi ke Bima sih?''
''Maksud gue, kita ini kan sama-sama berambisi mengejar impian dan mengesampingkan soal cinta. Kalo lo udah berhasil nanti, lo bakalan kayak Bayu apa gak?''
Vara diam. Paham dengan isi pikiran sahabatnya itu. ''Gue nggak sejahat itu, Din.''
''Berarti kalo Bima datang ngelamar--'' Kalimat Dinda terputus karena Vara melempar bantal ke wajahnya.
''Ngelamar dari hongkong! Gue masih harus jadi dokter koas dulu!''
''Woy Vara, yang namanya jodoh itu gak pandang bulu waktu dan tempat. Bisa aja kan pas lo koas Bima datang ke rumah lo dan bujuk Om Hendra buat merestui hubungan kalian. Terus pas lo selesai kalian langsung dinikahkan.''
''Please deh Dinda, galau ya galau aja. Nggak usah mikirin masa depan gue.''
''Ah lo nggak asik!''
''Terserah lo, Din.''
======
Vara kebingungan melihat penghuni rumahnya wara-wiri kesana-sini. Terutama sang Bunda. Vara juga heran kenapa ruang tamu didekor sedemikian cantiknya. Dan ditambah kehadiran Dinda dan Maminya.
''Bang, tumben semua pada repot. Emang ada apa sih?'' Vara bertanya pada abangnya. Si Al sedang sibuk mengganti gorden jendela.
''Nanti bakal ada tamu. Kamu dandan yang cantik.''
''Lho kenapa Rara?''
''Aduh udah deh jangan banyak bacot. Abang lagi susah nih.''
Vara mencebik. Ia lalu melangkahkan kakinya menuju kamar. Saat Vara membuka pintu kamar, ia terkejut melihat Dinda sudah duduk di kasur.
''Lo ngapain di kamar gue?''
''Gue ditugasin Bunda buat dandanin elo.''
''Hah?''
Dinda kemudian menduduki Vara di kursi rias. ''Udah, lo nurut aja sama gue. Lo harus tampil cantik di depan tamu nanti.''
Dinda membubuhkan fondation ke wajah Vara. Lalu memberikan sedikit eyesshadow ke kelopak mata. Lalu lipstic, dan terakhir Dinda memberikan hiasan jepitan di rambut Vara.
''Oh ya, aduh tadi kenapa gak ganti baju dulu.'' Dinda mengambil dress berwarna pastel yang tergeletak di atas kasur, ''Ya udah nih lo ganti baju sana, tapi awas ya make up-nya jangan sampai luntur.''
Vara menerima dress itu lalu berjalan menuju kamar mandi.
''VARA JANGAN PAKE LAMA!'' Suara Dinda tiba-tiba naik dua oktaf dan membuat Vara menutup kedua telinganya.
Yaelah Din, tamunya kan masih nanti. Kenapa gue yang diribetin? Emang tamu itu penting buat gue?
Vara keluar mengenakan dress tadi. Dinda kemudian membimbing Vara berdiri dihadapan cermin. Kedua matanya menatap bayangan Vara.
''Ra, lo cantik. Cantik banget.''
''Baru sadar ya lo?''
''Idih. Enak aja! Masih cantikan gue tuh!'' Dinda bergaya sambil membelai rambut panjangnya.
''Ah lo labil.''
Tiba-tiba pintu kamar Vara terbuka dan muncul sang Bunda dari balik pintu.
''Ayo Vara, kamu udah disuruh keluar sama Ayah.''
Vara menurut. Gadis itu mau saja digandeng bundanya keluar menuju ruang tamu. Padahal Vara masih bingung kenapa ia dilibatkan di acara orang tuanya.
Setibanya di ruang tamu, Vara kaget melihat lelaki yang duduk di antara pria dan wanita paruh baya. Di meja pun sudah ada bingkisan yang mirip seperti ... seserahan.
''Vara, nak Bima sengaja datang ke sini bersama kedua orang tuanya untuk meminang kamu menjadi istrinya.'' Ira kemudian menjelaskan maksud kedatangan para tamu siang ini. Dan Vara, ia tak menunjukan reaksi apa-apa. Gadis itu masih mencerna baik-baik kalimat bundanya.
''M-maaf, saya ke belakang dulu.''
Vara memilih pergi. Semua menjadi rusuh karena yang akan dipinang melarikan diri. Ira hendak mengejar putrinya dihalang oleh Al. Sementara Bima mengikuti arah kemana gadis itu pergi.
======
Vara menenangkan diri di taman belakang rumahnya. Entah kenapa Vara justru memilih melarikan diri. Harusnya gadis itu senang karena ada lelaki yang datang memberanikan diri berhadapan dengan ayahnya. Namun lagi-lagi otak dan hatinya masih belum bisa menerima.
Umurnya sebentar lagi menginjak angka dua puluh tiga. Angka yang ideal untuk memulai biduk rumah tangga. Namun abangnya sudah berumur dua puluh enam, dan belum menikah.
''Vara.''
Vara menoleh. Terperanjat melihat Bima berani menyusulnya.
''Maaf Vara kalau aku datang tiba-tiba.''
Vara mendengus. ''Kenapa? Kenapa kamu kayak gini?''
''Aku cuma mau buktiin kalo aku bener-bener serius sama kamu.''
''Tapi bukan kayak gini caranya!!'' Nada bicara Vara meninggi.
''Terus harus dengan cara apa?'' Bima mengatur napasnya agar tidak tersulut emosi. Vara diam, tak bisa menjawab.
''Vara, jangan egois. Aku tersiksa sama perasaan ini. Berapa kali aku coba mengalihkannya ke perempuan lain--sesuai saran kamu--tapi gak ada hasilnya. Hatiku masih milih kamu. Dan sebentar lagi kamu koas, kalau aku datang nengokin kamu terus ada yang nanya 'kamu siapanya Vara?' kamu mau jawab apa? Teman? Hanya sedikit yang percaya sama jawaban kamu.''
Vara menunduk. Sedikit mencerna kalimat lelaki itu. Vara juga yang memberikan saran konyol itu, dan Bima sudah mencobanya sampai tiga kali tapi hasilnya gagal semua. Bahkan ada yang mengecap Bima cowok tukang PHP.
''Tapi maaf--" Vara akhirnya angkat bicara, ''aku gak mau ngelangkahin Abang.''
Bima mendesah lesu. Kalimat tadi meruntuhkan semua harapannya. Penolakan kembali yang terdengar. Padahal ia sudah bergerak sampai sejauh ini, tapi tidak berhasil menghancurkan dinding tak kasat mata yang menghalangi jalan mereka berdua.
''Abang nggak papa kok.''
Vara dan Bima menoleh. Mendapati Al sudah berdiri didekat mereka berdua.
''Kalo kamu nunggu Abang yang nikah duluan, kamu bakal jadi perawan tua. Abang ini kan cowok, masih mau hidup bebas.''
''Abang--"
''Rara, Abang malah bahagia kalau kamu yang nikah duluan. Karena ada seorang cowok yang bersedia melindungi kamu seperti Abang. Kesempatan itu nggak datang dua kali. Kalau kamu nolak, belum tentu kan besok dia datang lagi dengan niat yang sama.''
''Abang....'' Vara menghambur kepelukan Al, lalu menumpahkan air mata haru yang sejak tadi ditahan. Al kemudian mengusap rambut adiknya, tapi kedua matanya menatap si calon adik ipar.
Bima paham arti tatapan itu. Dan kini ia berani menghela napas lega. Berhasil memiliki gadis pujaannya bukanlah akhir dari perjuangan. Tapi justru ini menjadi awal dari perjuangan yang sesungguhnya.
END
Tengkyu banget buat kalian yang udah baca cerpen ini.
Ini gak gantung kan? Ya gak dong. Namanya aja cerpen, jadi harus dibuat sesingkat-singkatnya.
Yang mau ngucapin HWD buat Vara dan Bima, nanti ya di NF. Bakal ada part khusus buat mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro