Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7 -Rencana penampilan

Kita berada di tempat yang sama dengan perasaan berbeda
...

Selamat membaca
Bab 7

Ada typo, seperti biasa, ya.

...

"Semuanya udah. Tapi gue nggak nemu apa yang spesial dari acara kita nanti," kata Donny diakhir rapat OSIS yang kedua ini.

"Maksud lo?" tanya Johan.

"Ya, apa ya, dari segi penampilan aja, kita dari anggota OSIS nggak nagsih satu penampilan pun. Harusnya kita harus tunjukin dong kalau kita tu punya bakat juga sebagai anak OSIS dan kita ikut berpartisipasi memeriahkan acara ini, " jawab Donny.

"Gue setuju sih," gumam Aleta.

Semua siswa yang berada di ruang sekretariatan pun tampak berpikir dan menimbang atas perkataan Donny.

"Gue tau," sahut Renata dengan semangat seperti baru saja mendapat harta karun.

Semua mata tertuju ke Renata menanti Renata untuk mengemukakan pendapatnya.

"Dari OSIS kita akan nampilin duet nyayi," kata Renata sambil tersenyum arti.

"Yang nyanyi lo?" tanya Dayni.

"Bisa ancur dunia," sahut Andi.

"Songong lo! Suara gue bagus, ya." Renata membanggakan dirinya.

"Meskipun suara gue cukup lumayan buat ditampilkan, tapi akan lebih afdol kalau yang duet ketua dan wakil ketua OSIS aja," lanjut Renata.

"No. Gue nggak bisa nyanyi," bantah Aleta.

"Tapi gue pernah sih lihat video coveran kalian di IG nya Renata. Dan suara lo bagus, Al, bagus banget malah," sahut Miko salah satu anggota.

Dalam hati Aleta mengumpat. Andai saja waktu itu dia menolak untuk membuat video bersama sahabatnya itu mungkin tidak akan ada yang tahu bahwa dia bisa bernyanyi. Ya, selama ini yang tahu hanya orang terdekatnya seperti Johan, Renata, Andi dan Donny.

"Itu yang spesial, Al. Ketua dan wakilnya langsung yang kasih penampilan, kalau menurut gue semua akan jadi lebih berkesan," jelas Renata.

"Kalau gue oke oke aja sih." Kini giliran Johan yang buka suara.

"Ayolah Al, ini kan demi OSIS juga," bujuk Dayni.

Aleta dilema. Dirinya tidak ingin tampil di depan banyak orang tapi perkataan Dayni ada benarnya, ini demi kepentingan OSIS, jika dia menolak maka dia seperti lari dari tanggung jawab.

"Oke gue coba," putus Aleta.

"Yes." Renata bersorak, sepertinya ini semua bagian dari rencananya.

***

"Latihan nyanyi di rumah gue. Oke?" Johan baru saja menghampiri Aleta di koridor sepulang sekolah.

"Kenapa nggak rumah gue aja, sih?" tanya Aleta.

"Mager gue."

"Ish, gue juga mager."

"Gak mau tau!" balas pria itu tak peduli pada Aleta.

Aleta berdecak sebal. Mengapa Johan sangat menyebalkan.

"Ya, gue pulang dulu mau ganti baju." Aleta menyelonong pergi usai mengatakan itu. Meninggalkan Johan tanpa respons pria itu.

***

Sepeninggalan Aleta Johan mengeluarkan motornya dari parkiran sekolah. Kemudian setelah melalu gerbang sambil menyusuri jalan pulang ia melirik ke arah halte menampilkan sosok perempuan yang dia kenali. Aleta.

"Lo belum pulang?" tanya Johan menghentikan motornya lalu membuka helmnya.

"Menurut lo?" Sewot Aleta.

"Buset santai dong. Udah bareng gue aja, langsung ke rumah gue nggak usah pakek pulang. Kalau udah kelar baru pulang."

"Alesan. Bilang aja pengen boncengin gue, kan?" goda Aleta.

"Pede banget lo. Yang bener itu lo lama kalau mau nunggu metro mini dulu."

"Ya udah kalau maksa." Aleta beranjak dari tempat duduknya kemudian menaiki motor Johan. Sejujurnya dia pun malas berlama-lama di halte menunggu metro mini.

"Dih," cibir Johan. Kemudian mereka berlalu membelah jalanan kota Jakarta.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang mulai untuk berbicara. Hanya bunyi kendaraan berlalu lalang yang memenuhi indra pendengaran masing-masing.

Angin dengan lancang menerpa rambut Aleta sehingga dirinya kewalahan merapikan rambut karena kebetulan dirinya tidak memakai helm.

Dari kaca spion Johan dapat melihat Aleta yang kewalahan memegangi rambutnya tapi dirinya tak ambil pusing, biarkan itu menjadi urusan perempuan yang berada di belakangnya ini.

Tak lama waktu akhirnya mereka sudah sampai di kediaman Johan.

"Gila! Lo bawa motor ikhlas nggak, sih? Rambut gue kaya singa jadinya," dumel Aleta ketika turun dari motor milik Johan.

"Salah lo nggak pakek helm." Johan ikut turun dari motor lalu berjalan menuju pintu utama.

"Ya mana gue tau kalau bakal naik motor," kesal Aleta yang mengikuti Johan dari belakang.

"Assalamualaikum, Johan pulang!" teriak Johan setelah menginjakkan kaki di ruang tamu sembari meletakkan tas ke sembarang arah dan membuka sepatu yang ia kenakan.

Dari dalam muncul Mama Johan menyambut kepulangan putranya itu. "Waalaikummussalam, eh ada Aleta," sapa sang Mama melihat Aleta yang masih berdiri.

"Iya Tante," jawab Aleta sopan kemudian menyalami tangan Martia–Mama Johan.

"Udah lama, lho, nggak ke rumah. Ayo duduk dulu Sayang." Martia mempersilakan gadis itu duduk.

"Kemarin lagi sibuk Tante baru sempat." Aleta menanggapi perkataan Martia sebelumnya prihal dirinya yang sudah lama tak berkunjung.

"Kita mau latihan Ma, mau duet buat acara OSIS," ujar Johan.

"Oh gitu. Ya udah di ruang atas aja. Nanti Bibi antarin camilan." Ketika sudah Mendapat anggukan dari sang anak, Martia pun kembali ke kamarnya.

Sedangkan Johan dan Aleta segera pergi menuju ruangan atas.

Setibanya di ruangan itu, Aleta mendudukkan dirinya di salah satu sofa. "Udah lama nggak di datangin, ya, ini ruangan?" tanyanya.

"Lumayan. Terakhir waktu kita main gitar dua hari sebelum putus.” Johan menimpali  sambil mengambil gitar.

"Pantes," gumam Aleta sambil mengangguk-angguk.

Ruangan ini bukan ruangan musik, hanya ada beberapa musik di sini seperti gitar, piano dan drum. Lalu ada dua rak buku, meja yang di atasnya ada komputer kemudian satu lemari yang tidak tahu apa isinya karena sebelumnya lemari itu tidak ada di ruangan ini seingat Aleta. Kemudian ada dua sofa yang nangkring juga. Cukup besar memang.

Semua peralatan di sini sudah terlihat agak berdebu dan sangat rapi seperti tidak pernah digerak sedikit pun.

"Mau nyanyi lagu apa?" tanya Johan yang duduk bersila di samping Aleta memeluk gitar.

"Apa aja. Gue nurut."

"Gue main gitar doang. Lo yang nyanyi jadi lo bisa tentukan sendiri," balas pria itu sambil memetik senar gitar satu persatu. Sekedar mengecek bunyinya kemudian menyetel kunci gitar jika dirasa suaranya kurang pas.

"Ish curang banget lo, kan duet mana ada lo main gitar doang. Yang ada lo ngiringin gue nyanyi kalau gitu," kata Aleta mengubah posisinya menghadap Johan dan menatap pria itu dengan tatapan intimidasi.

"Ya nggak pa-pa lah."

"Nggak. Nggak ada! Lo harus nyanyi juga sambil main gitar."

"Males ngafal lagu gue."

"Salah sendiri lo nge-iyain pendapat Renata. Cowok tu ya, omongan yang dipegang," cibir Aleta.

"Oke, siapa takut. Gue cowok, ya."

"Bagus."

"Tapi menurut gue biar lebih spesial sih, lo juga sambil main gitar.” Johan tiba-tiba menyeletuk yang membuat Aleta menatapnya tak suka.

"Lo lama-lama minta dibunuh, ya? Lo kan tau gue nggak bisa main gitar ogeb. " Kesal Aleta.

Johan mendekatkan wajahnya kepada Aleta sembari menatapnya begitu lekat. "Lo lupa? Mantan lo ini pernah ngajarin lo main gitar?" tanyanya lengkap dengan senyuman percaya dirinya.

Aleta mendorong kasar wajah Johan dengan tangannya. "Enggak usah deket-deket juga kali."

Johan mencibir. "Bilang aja takut baper terus bulshing deh." Kekehan terdengar dari Johan.

"Ngarep banget, ya, Pak?"

...

Sampai jumpa.

Salam

Nunik Fitaloka ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro