Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 42 - List Nama

Udah dua minggu nggak up, kan, ya?

Atau lebih hehe maapkan. Kita lanjut lagi, ya.

Siap?

Typo, kasih tau aja.

...

Aleta turun dari motor setelah motor itu menepi di pekarangan rumah Renata. Mereka baru saja kembali dari minimarket untuk membeli beberapa camilan. Mereka juga menggunakan motor Donny. Johan ikut turun dan Aleta berjalan lebih dulu ke teras rumah Aleta. "Buru-buru banget. Rumah Renata nggak akan lari kali, Al," kata Johan sambil meletakkan helmnya di motor.

Aleta menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Johan. "Gue nggak punya banyak waktu," jawab Aleta tapi Johan justru bergerak mendekatinya.

"Iya yang sibuk. Cuma helmnya copot dulu," kata Johan tepat di hadapan Aleta.

Aleta menatap ke arah atas. Dia baru menyadari bahwa dia belum melepaskan helm. Saat tangan Aleta sudah bergerak ingin melepaskan kaitan tali helm Johan dengan cepat mengambil alih.

Aleta terdiam saat wajah Johan tepat di hadapannya dengan jarak sedekat ini. Matanya tak menatap mata Aleta. Dia memperhatikan tangannya yang melepaskan kaitan tali helm yang Aleta gunakan.

"Nggak usah lihatin gue gitu. Nanti makin cinta," goda Johan sambil menatap Aleta sedangkan tangannya bergerak mengangkat helm dari kepala gadis itu.

Aleta sontak mengalihkan pandangan matanya sambil meneguk liurnya. Dia tertangkap tengah memperhatikan laki-laki itu.

"Lo lucu kalau lagi ngalihin perhatian gini." Johan memegang helm dengan satu tangannya kemudian tangan yang lainnya mengacak rambut gadis itu dengan gemas.

"Ish, selalu aja." Aleta berdecak sambil mengerucutkan bibirnya.

Johan hanya menanggapi dengan senyum sekilas lalu meletakkan helm yang Aleta gunakan tadi ke atas motor. Lalu Aleta segera menuju rumah Renata.

Aleta berjalan menghampiri teman-temannya yang tengah duduk di sofa sambil memainkan ponsel masing-masing. Sedangkan Johan di belakang Aleta sambil menenteng kantong plastik yang berisikan camilan yang mereka beli beberapa menit lalu.

"Lama amat," desis Andi sambil merampas plastik dari tangan Johan lalu mengacak isinya sambil memilih yang mana yang akan ia makan.

Aleta duduk pun dengan Johan. "Kok Pricille nggak ikut?" tanya Johan.

Renata menoleh. "Kenapa emangnya? Lo mau dia ada di sini?"

"Aneh aja, sih, dia nggak ikut," ucap Johan lalu meraih satu camilan dan membukanya.

"Gue nggak mau aja dia tau soal ini." Perkataan Renata sontak membuat semua mata melihat kepadanya. Terkecuali Donny.

"Kenapa?" tanya Aleta.

"Bukannya dia udah jadi temen kita, ya?" tambah Andi.

"Gue udah bilang ini, sih, sama Donny. Gue nambahin Pricille ke list orang yang patut di curigai," jelas Renata.

"Maksud lo? Nggak logis banget. Apa untungnya dia ngelakuin ini ke Aleta?" tanya Johan.

Renata menatap Johan tajam. "Lo kok sewot banget? Kenapa? suka sama dia?"

Johan memutar malas bola matanya dan ingin menyangkal perkataan Renata tapi Donny langsung angkat suara. "Nggak usah ke mana-mana dulu pembahasannya. Kita fokus dulu ke masalah utama. Orang yang ngintai Aleta," kata Donny.

Andi mengangguk setuju dan berikutnya Renata mengambil kertas dan meletakkannya ke atas meja.

Kertas itu bertuliskan nama-nama orang. Ada lima nama orang yang tertera di sana. "Ini list nama yang dicurigain," ucap Renata.

Semua mata memperhatikan kertas itu dan membaca satu per satu nama yang tertera di sana.

1. Riki
2. Rani
3. Revan
4. Pricille
5. Musuh nyokap atau bokap Aleta.

Napas Aleta berhenti sejenak membaca list nomor lima. Bagaimana mungkin semua ini ada hubungan dengan kedua orang tuanya. Bukannya selama ini mereka sudah sangat menelantarkan Aleta, meninggalkan tanpa pernah kembali.

"Ini baru dugaan tapi feeling gue emang salah satu dari mereka pasti. Paling enggak terlibat." Renata kembali berbicara.

"G... Gue nggak tau kenapa ada list ke lima," kata Aleta yang terlihat kaku.

"Ini bisa jadi Al. Selama ini kita tau orang tua lo nggak pernah kembali dan mungkin mereka punya alasan untuk itu. Bisa jadi mereka ingin lo aman karena mereka punya musuh yang mungkin ingin menyingkirkan lo," jelas Donny.

"Itu nggak akan mungkin. Gue lihat mereka beberapa waktu ini. Mereka aman dan damai. Harusnya kalau mereka ingin melindungi gue nggak harusnya mereka pergi melainkan tetap ada di sisi gue. Atau ... mungkin mereka nggak pernah munculkan wajah mereka di hadapan gue, nggak usah satu kota dengan ... gue." Aleta menahan deru napasnya. Ingatannya kembali ke waktu di mana dia melihat Ibu dan juga Ayahnya.

Perih itu kembali menghampiri ulu hatinya. Sakit itu kembali terasa. Bagaimana mungkin dia hidup dalam kehidupan penuh luka ini?

Semua mata menatap Aleta dengan tatapan prihatin. Aleta menyadari itu tentu saja dia tak menyukai tatapan itu. Dia tidak ingin terlihat begitu menyedihkan. "Gue baik-baik aja. Kita bahas empat list yang lainnya," ujar Aleta.

"Gue nggak sependapat untuk Riki. Dia nggak mungkin terlibat dengan ini semua. Gue tau dia dengan baik," kata Aleta sambil menatap satu per satu temannya.

"Bisa aja dia sengaja baik untuk menikam lo," kata Johan dengan tajam.

"Johan, gue tau dia. Riki-"

"Dia tetap masuk list sebelum kita bisa buktikan." Johan terlihat tak ingin membahas lebih jauh mengenai Riki.

"Oke. Kalau Rani? Kita semua tau dia tergila banget sama Johan. Dia pasti akan lakukan apapun untuk dapatin apa yang dia mau, kan?" Kini giliran Andi yang buka suara.

"Iya gue juga mikir ke sana. Apalagi ingat apa yang udah dia lakukan ke Aleta waktu itu. Gue makin yakin sama ini cewek," jawab Renata.

"Gue belum yakin, sih, gue udah ngamatin ini dan gue juga udah nekan Rani buat ngaku tapi dia tetap nggak mau ngaku bahkan gue udah ancam dengan ancaman yang paling parah dia tetap nggak mau ngaku. Ini kemungkinan emang bukan dia, kan?" sela Johan.

"Tapi bisa aja itu semacam pengelakkan supaya kita nggak curiga, kan?" tambah Donny.

"Maybe," gumam Johan.

"Oke skip dulu. Ini yang lebih menarik." Renata Melingkari nama di list ke tiga dan ke empat di kertas itu.

"Gue pernah lihat mereka berdua ketemu di belakang sekolah." Renata menatap teman-temannya satu per satu.

"Al, lo waktu itu pernah nunggu Revan, kan? Ngomongin apa?" tanya Johan.

"Revan pernah nemuin gue di kantin waktu itu dan bilang kalau dia lihat ada yang ngikutin gue dan nyuruh gue hati-hati," jawab Aleta.

"Kalau gini terdengar dia mau lindungin Aleta, dong?" Andi memangut-mangutkan bibirnya.

"Dan untuk apa dia ketemu Pricille waktu itu?" gumam Renata.

"Pricille nggak akan ada hubungan sama ini. Selama ini dia baik itu yang gue tangkap. Lagian dia anak baru nggak akan tau detil tentang Aleta," bela Johan.

"Justru karena dia anak baru," kata Donny, "Logikanya kenapa dia harus pindah? Padahal Singapura jauh lebih maju dari Indonesia. Pendidikan serta kehidupan pasti lebih baik," lanjut Donny.

"Itu berarti dia punya tujuan pindah ke sini," sambung Renata.

"Orang tua gue kenal baik dengan keluarga Pricille. Dia pindah karena emang nyokap dia yang minta karena nyokap dia butuh teman di Indo, bokapnya sering ke luar kota maupun negeri." Johan kembali bicara.

"Lo dari tadi bela dia mulu. Kenapa? Udah mulai suka?" tandas Renata.

"Ta, ini bukan soal itu. Gue-"

"Gue ngeh kok selama Aleta nggak ke sekolah lo sering bareng Pricille. Lo tau? Ini bisa jadi senjata dia buat nikam Aleta."

"Nggak mungkin Renata."

"See? Lo bahkan nggak mau mikir lagi ucapan gue dan langsung nyangkal. Lo beneran suka dia?"

Semua yang ada di sana hanya melihat Renata dan Johan yang adu mulut dari tadi. Aleta pun hanya diam tampak mencerna semua perkataan teman-temannya.

"Kalau lo mikir Pricille bisa lakukan itu berarti lo juga bisa, kan?" Perkataan itu keluar begitu saja dari mulut Johan.

Aleta bisa melihat raut wajah Renata yang berubah memerah seperti menahan sebuah gejolakan. Aleta tahu pasti Renata kecewa dengan ucapan laki-laki itu barusan.

"Lo curiga ke gue? Lo udah berapa lama kenal gue?" tanya Renata dengan suara serak.

...

Salam sayang
NunikFitaloka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro