Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 40 - Kembali sekolah

Pasca kemoterapi Aleta harus menunggu sekitar satu minggu untuk tahap pemulihan, dan sekarang seminggu itu telah berlalu. Akhirnya Aleta dapat melakukan kegiatannya seperti semula yaitu sekolah salah satunya.

Aleta tidak lagi berangkat ke sekolah menggunakan metro mini. Oma menjadi lebih protektif kepadanya semenjak selesai kemoterapi jadi Oma meminta Pak Anung mengantarkan Aleta ke sekolah.

Aleta menyusuri koridor kelas, banyak yang dia rindukan dari sekolah ini. Sudah begitu lama ternyata tidak menginjakkan kaki kemari.

Aleta tersenyum melihat Renata di kejauhan melambaikan tangan ke arahnya. Dia bergegas menemui sahabatnya itu. Dia sangat merindukannya.

Renata langsung berakhir di pelukan Aleta saat jarak mereka sekitar lima kilan lagi. "Gue kangen banget sama lo," ucap Renata.

"Iya gue juga." Aleta membalas pelukan sahabatnya itu.

Renata melepaskan pelukan lalu menatap Aleta dan mengerucutkan bibirnya. "Gue sengaja nggak jenguk lo ke rumah sakit," katanya.

"Iya nggak papa, kok," jawab Aleta.

"Ish, lo tu, ya. Lo nggak nanya gue sengaja nggak jenguk kenapa?" tanya Renata dan semakin mengerucutkan bibirnya.

"Iya, sengaja kenapa?" tanya Aleta akhirnya.

"Ah lo tu emang ya nggak ada perasan bersalah sedikitpun. Gue sengaja nggak mau jenguk lo ke RS. Lo aja nggak kasih tau gue kalau lo masuk RS yang lo kasih tau Riki. Cih," desis Renata.

"Bukan gitu Ta-"

"Iya gue tau. Lo udah sama Riki jadi makin lupa sama gue," sindir Renata.

"Apaan, sih lo. Gue itu nggak sempat kasih tau Ta, gue nggak megang HP. Serius." Aleta mengatakan dengan sungguh.

"Terus Riki? Nggak mungkin dia tau tanpa lo kasih tau. Dia bukan peramal kali, Al." Lagi-lagi Renata terdengar menyindir Aleta.

"Huft. Lo ribet banget deh, Ta. Gue hari itu pulang bareng Riki dan lo ingatkan apa yang Rani lakuin di hari sebelumnya? Nah, gue hari itu emang udah nggak enak badan karena ulah Rani dan pas gue di mobilnya Riki gue pingsan." Alibi Aleta.

"Oh jadi gitu. Tapi lo lama banget tau nggak dirawatnya seminggu lebih," ujar Renata.

Aleta menjadi tegang mendengar perkataan Renata. Dia harus mencari alasan apa lagi agar Renata tidak mencurigai tentang penyakitnya ini. "Al, kalau lo cuma enggak enak badan sampai pingsan lo cuma tiga hari paling lama dirawat kecuali kalau ternyata lo ada penyakit lain. Lo sakit apa?" tanya Renata lagi.

Aleta meneguk liurnya dan lidahnya seolah kelu, tak tahu harus mengeluarkan kata-kata apa lagi. "Al, lo sembunyiin sesuatu dari gue?" tanya Renata bertubi-tubi.

Aleta mengendalikan dirinya sebaik mungkin, jangan sampai Renata menangkap gerak-geriknya yang tengah merasa tegang karena takut ketahuan akan sesuatu. "Gue nggak sakit apa-apa Renata. Gue dirawat cuma empat hari kemarin itupun karena Oma yang minta sebenarnya udah bisa pulang pas dua hari dan untuk sisanya lo tau kan Oma gue protektifnya gimana kalau udah nyangkut kesehatan? nah gue di rumah belum di bolehin ke sekolah sama Oma," jelas Aleta.

Renata mengangguk mengerti. "Tapi lo yakin, kan, nggak ada yang lo sembunyiin dari gue?" tanya Renata sekali lagi.

"Nggak ada Ta," jawab Aleta menampilkan senyuman manisnya.

***

"Ini, tadi gue bawa makanan kebetulan nyokap masak banyak," ujar Renata meyodorkan kotak makan ke arah Aleta.

Guru yang mengajar sudah ke luar dari kelas beberapa menit lalu. Karena Aleta tak ingin di ajak ke kantin maka Renata akhirnya mengeluarkan kotak makan itu.

Aleta mengambil kotak itu dan memakan isinya. Rasa nasi goreng buatan Ibunya Renata selalu sama seperti sebelumnya. Selaku enak. Renata memakannya dengan lahap. "Lo beneran nggak mau?" tawar Aleta sekali lagi kepada Renata yang sedari tadi selalu mengatakan bahwa nasi itu untuk Aleta.

"Iya. Udah habisin gih," jawab Renata.

Aleta akhirnya memakan nasi goreng itu lagi. Namun saat sendok memasuki mulutnya tiba-tiba perutnya terasa mual. Semua isi perutnya seolah meminta untuk di keluarkan.

"Lo nggak papa?" tanya Renata melihat Aleta yang muntah-muntah.

Aleta menggeleng dan meletakkan sendok nasinya ke dalam kotak dan menelan nasi yang sudah berada di dalam mulutnya meski mual tetap saja ia rasakan. "Gue ke toilet dulu, ya," kata Aleta saat ia selesai minum.

"Mau gue temenin nggak?" tawar Renata.

Aleta menggeleng pelan lalu melangkah keluar kelas dan sedikit berlari di koridor menuju toilet. Perutnya benar-benar terasa mual.

Sampai di toilet Aleta mencoba memuntahkan isi perutnya di wastafel tapi tak ada makanan yang keluar, dia hanya merasa mual.

Ini adalah efek dari kemoterapi yang ia jalani. Usai kemoterapi banyak perubahan dari tubuhnya. Nafsu makannya seolah menghilang dan sekali datang akan diiringi rasa mual seperti tadi contohnya. Tubuhnya juga terasa jauh lebih lemah dari sebelumnya. Selama di rumah tak ada pekerjaan berlebihan yang ia lakukan kecuali berjalan turun tangga untuk mengambil sesuatu atau berjalan mengganti pakaian. Namun, tetap saja dia merasa tubuhnya lemah dan lelah. Setiap ia menyisir rambutnya selalu ada beberapa helaian rambut yang tersisa di sana.

Aleta mematikan keran lalu berdiri memandang dirinya melalui cermin di wastafel. Dia membasuh wajahnya dengan sekali siraman air. Lalu dilihatnya dengan teliti inchi demi inchi wajahnya. Ternyata sudah jauh lebih tirus dari sebelumnya. Jika dia menimbang berat badannya pasti hasilnya akan jauh turun dari yang dulu.

Tangan Aleta menarik rambutnya yang di kuncirnya dan ada beberapa helai rambut tersisa di tangannya. Gadis itu menatap tangannya dengan lesu kemudian dia menyiram rambutnya menggunakan keran wastafel lalu mengambil tisu dari sakunya dan mengelap wajahnya.

Setelah selesai akhirnya dia keluar dari sana.

***

Saat Aleta masih menyusuri koridor menuju kelasnya tiba-tiba terdengar suara orang teriakan seseorang yang menyuruh semua siswa berkumpul di depan kelasnya.

Aleta berjalan lebih cepat untuk mengetahui apa yang terjadi. Saat sampai di kerumunan dia menyelip untuk berada di tengah kerumunan dan melihat Rani sudah berdiri di hadapannya. "Sekarang waktu lo," kata Johan yang muncul dari sebelah kiri. Perlahan kerumunan memencar agar lebih banyak yang dapat melihat apa yang akan terjadi.

Orang di lantai tiga juga melihat ke bawah sini. Aleta semakin bingung di buatnya. "Gue-" Rani menjeda perkataannya.

"Lo cuma punya waktu sebentar." Johan memperingati sambil meletakkan tangannya di dada.

"Gue minta maaf atas perilaku gue yang tempo hari," kata Rani.

"Yang mana?" tanya Aleta meskipun dia sudah tahu yang di maksud Rani.

"Yang waktu gue bully lo," jawab Rani dan membuat semua mata membola karena terkejut.

"Gue benar-benar minta maaf dan nggak akan ngulangin itu lagi. Lo juga bisa minta apapun dari gue sebagai permintamaafan gue," kata Rani lagi.

"Oh yang itu. Gue nggak butuh apapun cukup lo berjanji nggak akan melakukan ini lagi," jawab Aleta.

"Lo yakin nggak minta apapun?" tanya Rani sambil melirik Johan dari ekor matanya.

Aleta mengikuti arah mata Rani. Lalu berkata, "iya. Gue nggak minta apapun. Seharusnya lo minta maaf atas dasar kemauan lo bukan orang lain," kata Aleta.

Rani hanya bungkam.

"Oke udah kelar. Ini peringatan untuk semua siswa, nggak ada satupun yang boleh menjadi pelaku atau korban dari pembulian. Video lo udah di tangan kepala sekolah, silakan tunggu prosesnya mengenai hukuman apa yang akan lo dapat," ujar Johan.

Rani terlihat geram dan menatap Johan dengan raut wajah yang memerah padam. "Lo tenang gue udah diskusi sama guru BK untuk nggak ngasih hukuman ngeluarin lo dari sekolah karena lo udah kelas tiga. Mungkin lo cuma di skor," lanjut Johan.

Rani berjalan meninggalkan keramaian yang menontoninya sejak tadi. Lalu perlahan semua orang ikut pergi dari sana.

Johan mendekati Aleta dan menatapnya dengan lekat. "Gue udah tau semuanya yang selama ini lo sembunyikan," ujarnya yang terus menatap dalam manik mata Aleta.

...

Salam sayang
NunikFitaloka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro