Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 39 -Sebuah clue

"Johan kamu baru pulang?" tanya Martia saat Johan baru saja memasuki rumah.

"Iya, Ma."

"Tumben pulang udah mau maghrib gini. Oh iya kamu cepat bersih-bersih, ya, habis maghrib kita cek up kesehatan ke rumah sakit, udah lama nggak cek," kata Martia memperingati sang anak.

"Iya, Ma." Lalu Johan memasuki kamarnya.

Keluarga Johan memang selalu melakukan cek kesehatan setiap tiga bulan sekali. Namun kali ini sudah enam bulan mereka belum cek.

Johan mengganti pakaiannya setelah melaksanakan ibadah salat maghrib. Dia memasang jaket untuk membalut tubuhnya dari kaos yang ia kenakan.

Sejujurnya Johan sangat malas harus cek kesehatan, entah menurutnya mendatangi rumah sakit hanya jika sakit saja dan selama tubuhnya tak merasakan sakit harusnya dia tak perlu mengunjungi tempat itu.

Anak tangga satu persatu Johan lalui dan ternyata Ibunya sudah menunggu di sofa ruang TV. "Udah siap, Han?" tanya Martia.

"Iya. Papa mana, Ma?" tanya Johan yang tak melihat sosok Ayahnya sedari tadi.

"Papa tadi pagi udah cek up duluan karena sore tadi Papa harus keluar Kota," jawab Martia.

"Jadi kita berdua aja?"

"Iya. Ayok." Martia lebih dulu berjalan menuju garasi mobil.

***

Kini Johan dan sang Ibu sudah sampai di rumah sakit. Johan memandang bangunan itu dari parkiran. Ah, Johan melupakan bahwa ternyata rumah sakit ini adalah rumah sakit yang dia kunjungi kemarin. Rumah sakit yang sama dengan rumah sakit tempat di mana Aleta di rawat.

"Johan, Ayok kok malah ngelamun," ujar Martia sambil membenarkan sweater yang ia kenakan.

Johan mengangguk lalu berjalan bersama Martia memasuki area rumah sakit.

Johan tiba di ruangan yang bertuliskan nama sang Dokter. Mereka masuk setelah di persilahkan seorang suster. "Hallo selamat malam, Bu Mar," sapa sang Dokter.

"Selamat malam Dokter Nugraha, maaf, ya, Dok. Karena kami Dokter harus sampai malam begini," jawab Martia.

"Ah, nggak papa kok, Bu. Kebetulan saya tadi juga masih menunggu Dokter Maya," ucap Dokter Nugraha.

Dokter Nugraha memang merupakan Dokter keluarga Johan. Mereka selalu mengandalkan Dokter Nugraha jika terjadi sesuatu dengan kesehatan.

"Ah, begitu rupanya," kata Martia sambil tersenyum.

Lalu setelahnya Martia bergantian dengan Johan untuk di periksa Dokter Nugraha. Setelah di periksa ternyata Martia mengalami tensi darah rendah. Martia mengungkapkan keluhannya belakangan ini kepada Dokter Nugraha seperti sering merasakan gelap ketika baru bangun dari duduk atau tidur.

Dokter memberikan obat dan menyarankan Martia untuk mengonsumsi makanan yang bisa membantu menaikan tensi darah seperti daging atau kacang-kacangan.

Usai itu Martia dan Johan segera pamit pulang tapi setelah keluar ruangan Dokter Nugraha Johan berujar, "Ma, kita lihat Aleta sebentar, ya," pintanya.

Martia mengangguk lalu mereka berjalan menyusuri ubin demi ubin menuju ruangan rawat Aleta.

Saat tiba di rungan rawat Aleta ada Arna yang duduk di kursi depan. Johan dan Martia menghampiri lalu menyapa. "Bu," Martia menyalami Arna.

"Oma, Aleta udah mendingan?" tanya Johan.

"Iya alhamdulillah. Kamu mau jenguk?" tanya Arna. Namun Johan menggeleng sambil tersenyum. "Enggak Oma. Johan harus buru-buru pulang. Ya, kan, Ma?" Johan melihat ke arah Ibunya.

Martia hanya mengerutkan dahi karena merasa mereka sedang tidak terburu-buru seperti yang Johan bicarakan.

"Oma tau kamu nggak mau kalau Aleta tau kamu ke sini. Oma nggak akan kasih tau Aleta, sekarang dia lagi tidur kalau kamu mau liat," jawab Arna.

Martia mengelus lengan puteranya sambil tersenyum mengangguk menandakan bahwa lebih baik Johan melihat kondisi Aleta.

"Johan masuk dulu," pamit Johan.

Perlahan Johan memasuki ruangan rawat Aleta dan berhenti setelah di samping brankar. Dia menatap Aleta dengan teliti dari atas sampai bawah. Terlihat gadis itu sedang lelap di atas brankar. Dadanya naik turun stabil. Rambutnya terurai di bantal. Wajahnya sedikit lebih tirus dari sebelumnya serta bibirnya pucat.

Tangan Johan bergerak ingin menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi mata Aleta tapi diurungkannya. Dia hanya takut Aleta akan terbangun dan tahu bahwa dirinya ada si sini.

Dia tak ingin Aleta merasa kehadiran dirinya akan mengganggu gadis itu. Dia akan menemui Aleta terang-terangan jika semua sudah jelas. Jika semua alasan di balik semua ini sudah terungkap. "Gue nggak tau kenapa gue sayang banget sama lo," kata Johan sambil tersenyum.

Johan berniat ke luar ruangan tapi terhenti ketika layar ponsel Aleta yang berada di atas nakas menyala menampilkan sebuah pesan. Johan penasaran dan berniat mengambil ponsel itu tapi diliriknya Aleta. Apa dia tak apa membuka ponsel gadis itu?

Johan meraih ponsel Aleta setelah menimbang. Dia pikir mungkin dia akan menemukan sesuatu dari ponsel Aleta. Sesuatu yang menjadi alasan di balik ini semua.

Private number

Bagaimana? Permainan kita belum selesai
Mungkin akan lebih seru jika lebih banyak korban?

Johan geram saat membaca isi dari pesan yang di kirim dari private number ini.

Johan bisa membuka ponsel Aleta, ternyata gadis itu belum mengganti sandi ponselnya. Masih sama seperti sebelumnya.

Johan mencoba menelpon nomor itu tapi mendapat jawaban otomatis dari operator bahwa nomor yang di tuju sedang tidak aktif. Johan menghapus pesan itu setelah dia mengirmkan tangkap layarnya ke ponsel Johan melalui aplikasi WhatsApp. Tak lupa juga menghapus jejak dari WhatsApp Aleta.

Apa ini alasan yang sebenarnya? Johan segera meletakkan kembali ponsel Aleta ke nakas. Dia ke luar ruangan. "Udah selesai, Han?" tanya Martia.

"Iya, Udah, Ma. Makasih, ya, Oma. Johan mohon Aleta jangan sampai tau kalau Johan malam ini ke sini," kata Johan.

Arna mengangguk tersenyum. "Iya Nak Johan."

"Kalau begitu kita pamit dulu Bu," ujar Martia kepada Arna. "Iya sekali lagi terima kasih sudah menyempatkan datang ke sini," jawab Arna.

"Iya sama-sama, Bu. Semoga Aleta cepat sembuh, ya," kata Martia. Lalu Johan ikut berpamitan sampai akhirnya mereka meninggalkan ruang rawat Aleta.

Di perjalanan menuju parkiran Martia bertanya kepada Johan mengenai alasan puteranya itu yang tak ingin Aleta mengetahui dirinya tadi menjenguk gadis itu. "Enggak Ma, Johan hanya perlu memastikan sesuatu dan sampai semua itu terpastikan Johan nggak mau kalau Aleta tau Johan masih memperhatikan dia," jawab Johan.

"Kamu masih sayang Aleta, ya?" tanya Arna yang membuat langkah Johan terhenti dan beralih memandang Ibunya.

"Keliatan banget, ya, Ma?" kekeh Johan.

Martia ikut terkekeh lalu mengelus pundak anaknya sambil melanjutkan jalan mereka kembali.

Tiba di depan mobil, saat Johan akan membukakan pintu mobil untuk Ibunya, Martia berujar, "Kamu boleh sayang sama seseorang tapi jangan sampai rasa sayang itu membuat orang yang kamu sayangi justru enggak nyaman."

Johan mengangguk. Lalu mempersilakan Martia masuk. Meski begitu perkataan ibunya selalu melekat dalam otaknya sepanjang malam itu. Apa dia sudah membuat Aleta tidak nyaman?

...

Salam sayang
NunikFitaloka

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro