Bab 26
Aleta pikir setelah apa yang dikatakannya di kantin akan menuai perhatian Johan atau setidaknya Johan akan memperingatkannya untuk tidak mencari masalah dengan pacar barunya, tapi justru setelah tiga hari berlalu pun Johan tak ada membahas soal itu bahkan berbicara dengan dirinya saja tidak.
Mengumpul bersama juga tidak menjadi rutinitas lagi. Kini Johan lebih sering terlihat bersama Rani dan tentu saja Donny dan Andi mengekor. Lalu Aleta hanya bersama Renata dan Pricille.
Aleta tahu ini semua imbas dari malam ulang tahunnya waktu itu. Perkataannya berhasil membuat Johan menjauhinya atau bahkan sudah melupakannya.
Aleta tidak masalah untuk itu. Itulah yang ia inginkan hanya saja yang Aleta tidak habis pikir adalah mengapa Johan sampai menjalin hubungan dengan Rani yang jelas-jelas sangat tak Johan sukai. Masalahnya Aleta hanya takut kalau ternyata perempuan itu akan menjadi mainan Johan.
Aleta mengalihkan pikirannya, dia tak ingin memikirkan hal-hal mengenai Johan lagi. Memang seharusnya begitu. Dia dan Johan telah berakhir.
"Jadi latihan, kan?" Riki menghampiri Aleta yang tengah merapikan buku di atas mejanya.
"Latihan apa Al?" tanya Renata yang belum beranjak dari bangkunya.
"Gue ada janji sama Riki mau bantuin dia," jawab Aleta seadanya.
"Oh jadi kamu nggak pulang bareng kita?" tanya Pricille.
Aleta menggeleng. "Hari ini nggak dulu deh, ya, kalian hati-hati." Tepat setelah Aleta mengatakan itu Renata dan Pricille lebih dulu keluar dari kelas.
"Yuk," ajak Aleta sembari menenteng tasnya.
Riki hanya mengangguk sembari mengekori Aleta.
Aleta sudah membuat janji kepada Riki bahwa dia bersedia membantu Riki dalam lomba piano itu. Hari adalah latihan pertama mereka dan Riki sudah memilihkan lagu mana yang pas untuk mereka bawakan.
"Hai," sapa Revan ketika Aleta tengah menunggu Riki mengambil mobil di parkiran mobil.
"Eh, hai," jawab Aleta sedikit terkejut.
"Pulang bareng gue aja." Riki menawarkan.
Aleta tersenyum. "Gue pulang bareng temen, thanks."
Belum lama, Riki sudah kembali dengan mobilnya. Kemudian Aleta segera pamit dengan Revan dan memasuki mobil Riki. Perlahan mobil itu berlalu dari gerbang Pelita.
***
Aleta duduk sambil memainkan ponselnya. Kini dia sudah berada di rumah Riki rumah ini sangat sunyi. Tidak ada orang yang Aleta temui sedari Riki meninggalkannya untuk mengganti pakaian.
Rumah yang cukup besar seperti ini sangat membosankan jika hanya ditinggali dengan satu orang. Tidak ada pekerja rumah jenis apapun di rumah ini sama seperti di rumah Aleta. Namun Aleta masih bersama Oma sedangkan Riki? Dia sepertinya sendiri.
Tak ada foto atau lukisan yang menggantung di dinding rumah ini pun dengan album keluarga yang terletak di atas meja atau lemari ruang tamu misal. Semua sisi ruangan tampak plong tidak ada aksen untuk menghias.
Bagaimana Riki bisa tinggal di rumah sebesar ini sendiri? Pikir Aleta.
"Sori lama, ya," ucapan Riki menyadarkan Aleta.
"Ah, enggak kok."
"Lo tinggal di rumah ini sendiri?" tanya Aleta setelah Riki duduk di sofa di hadapannya.
Riki mengangguk.
"Lo anak tunggal? Orang tua lo?" tanya Aleta lagi.
"Enggak gue punya adik, eum ... saudara mungkin, kembar dan nyokap ada tapi nggak di sini," kata Riki.
"Saudara kembar lo ke mana?" Sepertinya Aleta penasaran dengan kehidupan laki-laki di hadapannya ini.
"Ah, lo salah. Bukan saudara kembar gue tapi gue punya dua saudara dan mereka kembar." Riki meralat.
Aleta mengangguk-angguk. "Di mana mereka?"
"Ada." Dari Jawaban Riki Aleta tahu bahwa laki-laki itu tidak suka privasi keluarganya di kulik oleh orang asing dan Aleta paham itu. Oleh karena itu Aleta menghentikan pertanyaannya. Dia diam.
"Masih mau diam? Mending kita latihan sekarang, nanti keburu sore." Riki memecah keheningan yang sempat tercipta antara mereka.
"Ayo."
***
"Assalamualaikum. Aleta pulang," Aleta membuka knop pintu yang ternyata terkunci.
"Oma," panggil Aleta.
"Iya sebentar," sahut Arna dari dalam.
Aleta hanya menunggu di kursi yang terdapat di teras rumahnya. Hari sudah setengah enam sore, dia pulang di antar Riki. Ternyata menyanyi di iringi piano menyenangkan. Riki juga sangat pandai menekan-nekan tuts-tuts piano.
"Baru pulang Al?" tanya Arna yang langsung di salami oleh Aleta. "Iya Oma habis latihan," jawab Aleta.
"Lho bukan dari jenguk Johan?" tanya Arna sambil mengerutkan dahinya.
Aleta yang mendapat pertanyaan itu juga ikut heran. "Maksud Oma jenguk?"
"Tadi teman kamu Pricille kalau nggak salah nelpon ke rumah. Dia nanyain kamu di mana katanya mau bareng jenguk Johan. Johan kecelakaan," jelas Arna.
"Kecelakaan?" Spontan Aleta terkejut mendengar pernyataan dark sang Oma.
Seketika Aleta langsung mengecek ponselnya dan benar saja ternyata ada dua belas panggilan tak terjawab dari Renata maupun Pricille. Dia tidak mendengar saat ponselnya berdering, ia hanya fokus latihan bersama Riki.
Saat Aleta akan mengembalikan ponselnya ke saku tiba-tiba sebuah pesan masuk dan langsung menyita perhatian Aleta.
Private number
Masih permulaan dan belum seberapa. Sekarang Johan lalu berikutnya?
Seketika tubuh Aleta menegang. Pikirannya buyar. Ternyata ini semua bersangkut dengan orang misterius ini. Tapi, mengapa Johan? Jelas-jelas Aleta sangat mengingat orang misterius itu mengatakan orang yang Aleta sayangi. Apa Johan termasuk dalam katagori itu?
Arna menyentuh pundak Aleta. "Kamu kenapa Sayang? Nggak enak badan? Atau ..." ucapan Arna menggantung dan mendapat tatapan dari Aleta.
"Aleta nggak apa kok, Oma. Aleta masuk dulu, ya. Mau bersih-bersih." Usai mengatakan itu Aleta masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang berkecamuk. Orang misterius ini benar-benar menyita pikirannya. Mengapa harus melibatkan orang lain? Mengapa bukan hanya dirinya yang terlibat.
Sampai di tengah tangga Aleta berbalik badan dan menatap Arna yang baru tiba dari pintu depan. "Oma, mulai besok Pak Anung mantan supir Oma dikerjakan lagi aja," kata Aleta.
Arna terlihat mencerna perkataan Aleta. "Kenapa memangnya Al?"
Aleta menggeleng juga tersenyum. "Biar Oma ke mana-mana ada yang nemenin."
Lalu detik berikutnya Aleta menaiki anak tangga dan segera masuk ke kamarnya. Sampai di dalam kamar Aleta berusaha keras bagaimana agar ia segera tahu siapa orang misterius ini.
Cara yang paling aman untuk melindungi Omanya dari orang ini juga msih di pikirkan oleh Aleta. Hanya Oma kemungkinan terbesar yang akan orang misterius tuju adalah Omanya. Hanya Oma yang dia miliki saat ini tentu saja hanya Oma yang paling besar menyita kasih sayang Aleta.
Kepala Aleta terasa pening memikirkan semua ini. Dia terduduk lemas di lantai dan menyender di tiang tempat tidurnya sambil memegangi kepalanya. Semua ini terasa menyulitkan untuknya.
Berusaha meredam rasa pening di kepalanya Aleta mencoba meraih ponselnya. Dia berniat menanyakan bagiamana keadaan Johan kepada Renata. Dia tidak bisa ke sana. Orang misterius ini pasti mengawasinya dan jika ia menemui Johan akan sangat terlihat bahwa Johan termasuk orang yang berpengaruh di hidupnya. Itu akan semakin membahayakan laki-laki itu.
Jalan satu-satunya hanya bertanya kepada Renata. Lima menit akhirnya mendapat jawaban bahwa Johan di rawat tetapi tidak terlalu parah hanya tangannya yang sedikit sukar digerakkan. Aleta bernapas lega. Setidaknya Johan tidak akan menanggung sesuatu yang parah hanya karena terlibat di kehidupannya. Lepas dari itu semua kepala Aleta semakin berdenyut nyeri dan sangat terasa pening. Aleta mencoba merangkak untuk berdiri tapi percuma karena tepat setelah itu gelap menyergap lalu perlahan tubuhnya ambruk.
...
Salam sayang
NunikFitaloka
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro