Bab 16 - jalan-jalan
Bab 16
Ternyata semesta masih menyimpan berjuta kenangan prihal bahagianya kita yang pernah ada
...
Johan memarkirkan mobilnya lalu turun diikuti oleh Aleta. Aleta melihat sekelilingnya dan tanpa sadar senyuman terukir di wajahnya. Rasanya sudah lama dia tidak kemari. Tempat yang biasanya selalu dirinya dan Johan kunjungi. Kota Tua.
"Ayo," ajak Johan menarik tangan Aleta.
Aleta hanya menurut dan mengikuti langkah Johan. Sembari berjalan Aleta melirik ke kanan dan kiri, tempat ini dipenuhi dengan orang, ada yang tengah berdua bersama pasangan, beramai dengan keluarga atau segerombol anak muda yang tengah berfoto ria.
Suasana malam hari di kota tua sangat sejuk dan terasa syahdu. Sinar lampu yang menyala di berbagai arah menambah keindahan kota tua.
"Mau naik sepeda nggak?" tanya Johan menghentikan langkah mereka.
"Emang masih ada yang nyewain?" tanya Aleta.
"Nggak tau, dicari lah."
Aleta hanya mengangguk saja meskipun dirinya yakin bahwa sepertinya tidak akan ada lagi orang yang menyewakan sepeda. Ini kan malam, mungkin sangat jarang orang datang kemari hanya untuk menaiki sepeda pikirnya.
Sudah lima belas menit Aleta dibawa keliling oleh Johan mencari sepeda. "Gue capek ah, kayanya emang nggak ada lagi deh yang nyewain sepeda jam segini," kata Aleta melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul setengah Sembilan kurang.
"Harusnya ada dong," timpal Johan.
Aleta hanya memutar malas bola matanya. Dia dan Johan biasanya kemari waktu sore hari dan tentu saja pada waktu itu di kota tua masih banyak yang menyewakan sepeda. Sedangkan ini untuk pertama kalinya dia dan Johan kemari pada saat malam hari.
Aleta memutuskan untuk duduk. Dia terasa lelah.
Johan meninggalkan Aleta lalu sejenak dan kembali menghampiri Aleta dengan membawa sebotol gelembung sabun. "Kalau nggak ada sepeda kita main ini aja," kata Johan.
Aleta mendongak, "gelembung sabun?"
Johan hanya mengangkat alisnya sembari tersenyum.
"Tapi gue capek," keluh Aleta, " tapi mau main gelembung juga."
"Lo putus dari gue jadi lebay, ya," cibir Johan.
Aleta hanya menghela napas kemudian dia berdiri menghampiri Johan. "Ya udah ayok," ajak Aleta mengambil gelembung sabun yang berada di genggaman Johan.
Mereka bermain gelembung sabun. Tidak lebih tepatnya hanya Aleta. Johan hanya memperhatikan Aleta yang mengembus balon sabun itu. Tak jarang Aleta mundur dan maju bahkan berlari kecil atau hanya memutar badannya seraya mengibaskan tangannya ke udara.
Kapan terakhir mereka menghabiskan waktu bersama seperti ini? Sudah sangat lama. Senyuman tak henti terukir di wajah gadis mungil itu. Sepertinya dia begitu menikmati permainan meniup gelembung sabun ini.
Sembari meniup gelembung, Johan mengajak Aleta untuk menyusuri kota tua. Sembari berjalan Aleta terus meniup gelembung itu dengan Johan yang mengiringinya di belakang.
Sudah lumayan jauh perjalanan menyusuri kota tua, akhirnya Aleta menghentikan langkahnya. Dia menutup gelembung sabun yang berada di genggamannya lalu dia duduk di sembarang tempat.
Johan yang melihat itupun ikut duduk di samping Aleta. Diperhatikannya raut wajah Aleta yang seolah mengontrol napas. Dia tampak kelelahan.
"Capek, ya?" tanya Johan.
Aleta hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah Johan.
Diletakkannya gelembung sabun di antara Johan dan dirinya, kemudian Aleta mengibaskan rambutnya ke belakang.
"Lo lagi sakit, ya?" tanya Johan yang sedari tadi terus memperhatikan pergerakan Aleta.
Aleta menoleh lalu menjawab, "enggak. Kenapa emangnya?"
Johan menggeleng sejenak, "Lo mudah kecapekan dari biasanya."
Aleta hanya mengangguk mengerti. Dia juga sependapat dengan Johan akhir-akhir ini tubuhnya sangat mudah kelelahan. Belum lagi banyak hal yang menguras otak dan pikirannya.
"Mau pulang atau gimana?" tanya Johan memastikan.
"Gue masih mau main tapi bentaran, gue istirahat dulu sejenak," jawab Aleta.
Johan hanya memberikan respons dengan mengangguk. Lalu beberapa detik kemudian dia menoleh ke arah Aleta. "Lo masih mau tiup gelembung, kan?" tanya Johan yang mendapat anggukan dari Aleta.
"Berdiri," kata Johan sambil berdiri dan menarik tangan Aleta.
Aleta hanya mendengkus kesal sambil berdiri pasalnya dia sudah bilang bahwa dia ingin istirahat sejenak dan sekarang Johan malah menyuruhnya untuk berdiri. Dan berikutnya Johan kembali jongkok membelakangi Aleta. "Sekarang naik," ujar Johan sambil menepuk-nepuk pundaknya.
Aleta melongo sesaat. "Gue?" tanya Aleta.
"Iyalah, Al. siapa lagi." Johan memutar bola matanya dengan malas.
"Mau ngapain?" tanya Aleta.
"Katanya masih mau main. Buruan aelah." Johan tampak mulai kesal melihat Aleta tak kunjung naik ke punggungnya.
Akhirnya Aleta hanya menurut. Dia naik ke punggung Johan lalu Johan berdiri dan Aleta mulai memainkan gelembung sabunnya. Dia meniup lalu mengibaskan gelembung sabun itu ke udara. Johan memutar tubuhnya agar gelembung sabun itu terbang bebas di udara. Senyuman juga selalu terukir di wajah Aleta. Dia begitu bahagia malam ini dan semua itu karena Johan.
Merasa sudah cukup bermain gelembung, Aleta mendekatkan tubuhnya dan melingkarkan tangannya ke leher Johan agar Johan bisa mendengar perkataannya. "Han," panggilnya dan Johan langsung mencondongkan kepalanya ke belakang membuat pipi kanan Johan dan pipi kiri Aleta menempel. "Kenapa?" tanya Johan.
"Gue berat nggak?" tanya Aleta yang tidak mengubah posisi badannya.
"Lumayan, sih."
"Haha, emang berat badan gue naik tiga kilo," kata Aleta dengan kekehan kecilnya.
"Nggak mungkin," sanggah Johan.
"Lho kenapa?"
"Cekungan mata lo mulai tampak, belum lagi kondisi badan lo yang mudah kecapekan. Kalau orang naik berat badan otomatis makannya banyak, kalau orang makan banyak otomatis pasti kuat nggak mungkin lemah kaya lo sekarang," kata Johan panjang lebar.
"Ish. Lo nggak ikhlas gendong gue?" tanya Aleta sambil mengerutkan bibirnya.
"Gue nggak bilang gitu," bela Johan.
"Intinya sama aja."
"Gue cuma mengajukan supaya lo jujur. Nggak semuanya harus di tutupi dan di sembunyikan, Al."
Aleta hanya menghela napas kemudian tidak menjawab lagi. Apa Johan bisa melihat bahwa dia sedang dalam keadaan yang tidak baik? Aleta melupakan bahwa Johan memahaminya dengan baik dibanding dirinya sendiri.
"Lo udah puas main gelembungnya?" tanya Johan dan Aleta hanya mengangguk.
"Kalau gitu kita pulang. Udah malam."
Aleta mengangguk menyetujuinya dan berniat ingin turun dengan melepaskan tangannya yang semula melingkar di leher Johan. Namun detik berikutnya dicegah oleh Johan. "Biar gue gendong ke parkiran," kata Johan.
Beberapa detik Aleta tertegun lalu kemudian tersenyum lebar lalu melingkarkan kembali tangannya di leher Johan. Berikutnya Johan melangkah menuju parkiran dan di sepanjang perjalanan mereka tak bercengkrama. Hanya terdengar embusan napas Johan yang sepertinya kelelahan menggendong Aleta.
Aleta hanya tersenyum menyadari Johan yang kelelahan. "Semangat Johaannnn," katanya terkekeh.
"Gue ngantuk, gue tidur, ya?" kata Aleta sembari mengeratkan lingkaran tangannya di leher Johan dan menyenderkan kepalanya di pundak Johan. Jaga-jaga agar dirinya tidak terjatuh dari tubuh kekar milik Johan.
Johan hanya mengangguk sebagai respons karena untuk menuju parkiran lumayan masih jauh. Ternyata mereka cukup jauh berkeliling bermain gelembung.
***
Aleta sudah sampai di rumah sekitar pukul sepuluh malam. Suasana rumah sangat sepi, sunyi. Jika biasa setelah Aleta pulang Oma selalu menantinya dan membukakan pintu lain dengan malam ini, dia membawa kunci rumah sendiri lalu kemudian membuka pintu juga sendiri.
Johan sudah pulang setelah mengantar Aleta dan kini Aleta sudah tiba di depan pintu rumahnya. Mata Aleta membulat melihat sebuah kotak berwarna cokelat sudah di atas kursi yang berada di teras.
Aleta melirik sekeliling rumah, mungkin saja dia bisa menemukan sesuatu mengenai kotak ini. Tapi tak ada apapun dan siapapun. Perlahan Aleta mengambil kotak itu tapi tak ada tanda pengirim. Karena penasaran akhirnya Aleta membuka kotak tersebut.
Seketika kotak itu terhempas. Jantung Aleta berdegup kencang. Kakinya melemas dan tangannya memegang dinding sebagai penopang. Dia tidak tahu apa maksud seseorang yang mengiriminya ini. Dia hanya terpaku sembari tetap berpegangan di dinding dan menunggu ketika tubuhnya sudah stabil dan kakinya sudah tidak lemas lagi.
...
Salam sayang
NunikFitaloka
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro