Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 60 - Senior Graduation [END]

[Aiden POV]

"Rise and shine! Kau siap untuk menghadiri hari kelulusan Ezra?" Suara Nat terdengar dari speaker ponselku. Aku mengaturnya dalam mode loudspeaker.

"Ahu hiap." (Aku siap.)

Gadis itu tertawa. "Apa yang sedang kau lakukan?"

Aku berkumur-kumur dan membersihkan pasta gigi yang ada di mulutku, kemudian menjawab, "aku sedang menggosok gigi!"

"Jangan terlambat, okay? Aku juga ingin berpamitan pada senior lain selain Ezra."

Aku mengangguk. "Yes ma'am."

"See you, Cinnamon Roll."

"See ya, Sweetheart." Aku menutup teleponnya.

Beberapa minggu setelah prom, musim panas hampir tiba, akhirnya hari kelulusan para senior sudah tiba. Kami semua sudah menjalani ujian akhir, IPK kami juga sudah keluar. Nat akan menjadi senior, sedangkan aku akan menjadi junior saat musim gugur nanti.

Aku merasa gugup karena tahun ajaran selanjutnya aku akan menggantikan Ezra sebagai ketua klub band. Itu artinya aku akan menjadi ketua dan komposer sekaligus!

Aku bercermin sambil menghirup napas dalam-dalam. "You can do this, Aiden!"

******

Aku dan Nat sampai di sekolah tepat setelah acara kelulusan selesai. Kami menghampiri Ezra yang sedang berfoto bersama senior yang lainnya.

Nat berlari kecil menghampiri para senior, senyuman terukir di wajahnya. "Congrats, seniors!" Ia memberikan beberapa tangkai bunga untuk semua senior yang ada di depannya.

"Nat! OMG! Thanks!" Ezra menerima bunga pemberian Nat, kemudian memeluknya.

Setelah mereka selesai berpelukan, Aku dan Ezra melakukan bro hug

"Congrats, man," ucapku.

"Thanks, Man." Ezra melepas pelukanku. "Aku percayakan klub band padamu, okay? Aku akan mengunjungi kalian sesekali."

"Janji?"

Ezra mengangguk dan tersenyum. "I promise, Aiden."

"Di mana kau akan melanjutkan studimu?" Nat bertanya padanya.

"Aku diterima di Cleveland Institute of Music, Ohio, dengan beasiswa." Ezra tersenyum lebar.

"Kau beruntung sekali. Itu universitas yang kau inginkan!" ucapku.

Tiba-tiba, terdengar keributan di kerumunan dekat kami berkumpul. Kami semua menoleh ke arah Max yang sedang bertengkar dengan Kara. Di samping mereka berdiri Terrence dan Zoe yang terlihat kebingungan.

Nat berbisik di telingaku. "Aku hampir lupa berpamitan dengan mereka." Kemudian gadis itu berlari kecil ke arah mereka.

"Hei, tunggu!" Aku berlari mengikuti Nat.

Aku dan Nat berlari kecil menghampiri mereka, namun langkah kami terhenti karena suasana di sana sedang memanas.

"Ya ampun, kau masih marah padaku karena kau tidak memenangkan gelar prom queen?!" Max menghela napas kasar.

"Mengapa kau tidak mengawasi booth saat aku sedang mencari anak itu!?" Kara membentak Max.

"Karena kau yang menarik tanganku dan mengajakku untuk mencari anak itu, Babe!"

"Jangan panggil aku 'Babe'! Kita sudah putus!" Kara memelototinya.

"Oh, iya. Aku lupa!" Max menoleh ke arah Zoe. "Suruh sahabatmu untuk diam!"

Zoe menghela napas berat. "Kara, Max bilang kau harus diam."

"No way!" Kara membantah, ia menoleh ke arah Terrence. "Suruh si gendut ini untuk diam!"

"What?! Gendut?!" Max mengusap perutnya. "Ini otot!"

Terrence memutar bola matanya malas. "Kalian membuatku malu di depan murid Berry."

"What do you mean?" Kara memicingkan mata.

Terrence mengarahkan kedua maniknya pada kami dan membuat atensi mereka bertiga teralihkan pada kami. Kara dan Max terdiam.

"What do you want?" Kara bertanya dengan ketus.

"Tidak ada." Nat memberikan setangkai bunga masing-masing untuk Max, Kara dan Terrence. "Congrats untuk hari kelulusan kalian."

Senyuman kecil menghiasi wajah Kara selama satu detik. "I hate you, Nat."

Nat tersenyum simpul. "You're welcome." Kemudian gadis itu menatap Kara dan Max secara bergantian. "Kudengar kalian sudah putus? Mengapa kalian tetap bersama?"

Kara menggigit bibirnya. "Sebenci-bencinya dengan Max, aku tetap lebih benci pada kalian." Ia melirik Max. "Aku benci mengatakan ini, tapi hanya ia temanku sekarang. Begitu pula dengan Terrence dan Zoe. Aku juga tidak sudi berteman lagi dengan seseorang yang abusive seperti Brian."

"Aku ini mantanmu, bukan temanmu!" Max meninggikan suaranya. "Aku yakin nanti akan menemukan penggantimu di University of Michigan. Cheerleaders di sana pasti cantik-cantik!"

"Whatever! Aku yakin banyak mahasiswa yang lebih tampan dari kau di Hollywood International University--"

Sebelum Kara menyelesaikan kalimatnya, aku memotong. "Wait! Max, kau akan kuliah di University of Michigan? Julian juga diterima di sana!"

"What!?" Max membelalak. "Aku akan bertemu Julian lagi untuk empat tahun ke depan?!" Ia mengerang dengan putus asa. "Aku benci melihat anak itu di lapangan football!"

"Kudengar Caleb juga ingin kuliah di sana. Itu kan universitas olah raga terbaik di Amerika." Nat menambahkan.

Max menggerutu. "Tidak bisa kah aku berkuliah dengan damai tanpa kalian semua?"

Terrence tersenyum hangat dan merangkul Zoe. "Aku yakin di Manhattan School of Music juga banyak yang cantik, tetapi aku tidak peduli karena aku sudah punya Zoe."

"Aaaaaw, you're the best!" Zoe menoleh ke arah Terrence dan tersenyum lebar.

Aku dan Nat terkekeh. Kami diliputi keheningan selama beberapa saat.

"Nat." Kara memecah keheningan.

"Iya?"

Kara tersenyum tipis. "Bilang padaku kalau ada yang berbuat jahat padamu di Berry High tahun ajaran depan."

Nat mengernyit. "Why?"

"Karena hanya aku yang boleh menjahatimu." Kara menyeringai.

"So, itu artinya kau sudah menganggap Nat sebagai temanmu?" Aku bertanya pada Kara.

Senyuman di wajah Kara pudar, ia menunjukan ekspresi tidak suka. "No, that won't gonna happen, band geek."

Kami semua tertawa melihat respon dari Kara.

Terrence menyikut lenganku. "Arden."

Aku mengernyit. "Namaku Aiden! Bahkan sampai kau lulus, kau masih salah menyebut namaku!?"

Terrence tertawa lepas. "Aku tahu! Relax!"

Wow, baru kali ini aku melihat Terrence tertawa.

Pemuda berkacamata itu tersenyum hangat padaku. "Kalau kau tertarik untuk mempelajari musik sesudah lulus, daftarlah ke Manhattan School of Music. Aku akan menunggumu."

Aku membelalak. "Kau ingin satu kampus denganku?"

"Of course. You're an amazing composer, Aiden." Ia tersenyum tipis. "Aku senang jika komposer sehebat kau menjadi adik kelasku di kampus."

Nat dan Zoe saling bertatapan, mereka saling memberikan senyuman yang tidak kumengerti.

Terrence mengulurkan tangannya padaku. "Kutunggu kau di sana dua tahun lagi, freshman!"

Aku meraih tangannya dan bersalaman dengannya. "If you insist."

"Terrence has a new friend!" Kara mencibir Terrence.

Terrence mengangkat bahunya. "Setidaknya aku tidak munafik sepertimu, Kara, aku akan jujur jika aku kagum pada seseorang. Aiden memang bertalenta, kok."

Kara membelalak, gadis itu tersinggung dengan perkataan Terrence. Aku melihat semburat merah di pipinya, entah dia blushing karena malu atau marah.

Aku melihat perubahan yang besar pada Zoe dan Terrence. Kurasa kedua sejoli itu mempelajari sesuatu ketika bersekolah di Berry High sepanjang musim semi.

Mungkin Max dan Kara juga berubah, namun mereka tidak menunjukannya?

******

Setelah menghadiri hari kelulusan para senior, aku dan Nat mampir ke Golden Griddle untuk menikmati segelas milkshake.

"Kau sadar tidak kalau kita sudah bersama sepanjang musim semi? Sebentar lagi liburan musim panas benar-benar akan datang!" Aku membuka pembicaraan.

"Yeah! Waktu cepat sekali berlalu!" Gadis bersurai pirang di depanku mengaduk-aduk milkshake-nya. "Setelah liburan musim panas berakhir, aku akan menjadi senior dan kau akan menjadi junior sepertiku sekarang."

"Apa rencanamu di tahun ajaran depan, Nat?"

"Hmm, mungkin aku akan mencoba mengikuti ekskul teater?"

Aku mengernyit. "Kau yakin? Kau sudah menjadi senior, bagaimana caranya kau mengatur waktumu? Untuk band, teater, juga ujian akhir yang akan kau hadapi?"

"Aku tidak akan sesibuk kau, karena kau yang akan menggantikan Ezra menjadi ketua klub band. Kau akan menjadi ketua sekaligus komposer, I'm so proud of you, Aiden." Ia tersenyum.

Aku mendesah pelan. "Kita akan sibuk sekali tahun depan, apakah kita masih bisa menghabiskan waktu bersama seperti ini?"

"Tentu saja. Kau adalah prioritasku yang nomor satu!"

Aku tersenyum lebar dan meraih tangannya di atas meja, kemudian mengelus buku tangannya dengan lembut.

"Let's spend our summer holiday together until you get sick of my face." Nat tersenyum miring.

"Unfortunately, that won't gonna happen."

"Good."

"Movie marathon tonight? Stranger Things season 3 sudah rilis di Netflix." Aku bertanya.

Senyum Nat mengembang, ia mengangguk. "Sounds fun!"

"Di rumahku?"

"Di rumahku juga tidak apa-apa, tapi aku yakin Dad akan mengganggu kita sepanjang film."

Aku mengernyit. "Aku lupa kalau Scott selalu mengganggu kita. Baiklah, di rumahku saja!"

"Okay. Siapkan microwave-mu, aku akan membuat popcorn yang banyak sampai six pack di perutmu hilang."

"Hei!" Aku memelototi Nat, sedangkan yang dipelototi hanya tertawa renyah.

Tiba-tiba, pintu masuk Golden Griddle terbuka, aku dan Nat melihat dua orang yang sangat familier masuk ke dalam restoran.

Aku berbisik. "Apakah Maria dan Michael memang sering jalan berduaan?"

Nat mengernyit. "Tidak pernah. Kau tahu sendiri kan mereka seperti anjing dan kucing?"

"Dan Michael merangkul Maria?"

Nat tertawa kecil. "Kurasa ada sesuatu di antara mereka."

Tiba-tiba, atensi mereka berdua teralihkan pada kami yang sedang duduk.

******

[Michael POV]

Aku dan Maria baru saja menghadiri hari kelulusan Wes. Salah satu sahabatku akan pergi meningalkanku sendirian di sekolah ini. Tetapi tidak apa-apa, aku masih punya Morgan dan Maria. Serta Caleb, Emma, Nat dan Aiden.

Kurasa aku banyak berubah setelah apa yang terjadi akhir-akhir ini. Aku yang dulu hanya mau berteman dengan Wes dan Morgan saja, kini bisa dengan mudah membuka hati untuk orang lain. Aku tidak lagi membenci Caleb dan Aiden seperti dulu.

Aku membenci Caleb karena ia bintang football di sekolah ini. Ketika Brian mencari masalah denganku dulu, aku menganggap semua pemain football sama saja, sok populer dan meninggikan dirinya. Tetapi setelah mengenal Caleb lebih jauh, ternyata ia tidak seperti itu.

Kalian pasti tahu mengapa aku membenci Aiden. Yap, karena egoku sendiri yang tidak berhasil mendapatkan Nat. Aku merasa seakan-akan harga diriku runtuh karena dikalahkan anak seperti dia.

Aku memarkirkan motorku di depan Golden Griddle, kami berencana untuk makan sore sebelum pulang.

Maria melepas helmnya. "Ingat apa yang kubilang, Michael Harrison. Kalau kau pesan spicy wings lagi, jangan sampai noda sausnya mengenai jaketmu!"

"Iya iya! Lagipula aku sedang mood makan cheese burger sekarang."

"Cheese burger juga ada sausnya--"

"Ya sudah kita pulang saja." Aku kembali memakai helmku.

"Eh jangan! Aku lapar!" Maria protes.

Aku tertawa kecil dan meletakkan helmku di motor. "Good. Simpan tenagamu untuk menceramahiku lain kali. Kau lapar, kan?"

Maria mengangguk. Setelah banyak menghabiskan waktu dengannya, akhirnya aku tahu bagaimana cara membuat gadis ini diam.

Aku dan Maria berjalan memasuki Golden Griddle dan melihat ke sekeliling restoran untuk mencari bangku yang kosong. Dengan refleks tanganku merangkul bahunya.

Maria terkejut, namun tidak melakukan perlawanan apapun.

Tiba-tiba, pandangan kami bertemu dengan sejoli yang sedang duduk di sana, Nat dan Aiden. Kedua netra mereka terfokus pada tanganku yang sedang merangkul Maria, dengan cepat aku melepas rangkulanku.

Nat dan Aiden saling berpandangan, kemudian dengan cepat keduanya menunduk, berpura-pura tidak melihat kami.

Damn! Apakah aku baru saja tertangkap basah?

Dengan impulsif, Maria malah berjalan dengan cepat untuk menghampiri mereka. Aku menghela napas berat dan mengikutinya dari belakang.

Apa yang akan gadis ini lakukan?

"Hai, kalian." Maria berdiri di depan meja dan menyapa mereka.

Nat menoleh ke arahnya dengan canggung. "Oh, hai, Maria."

"Kami tidak melihat apapun, kok." Aiden menyeletuk.

Nat memelototinya, kemudian menendang kaki Aiden di bawah meja.

"Ouch!" Aiden meringis kesakitan.

"Lupakan apa yang kalian lihat barusan, kumohon." Maria terlihat panik.

Aku menepuk dahiku. Maria bodoh! Dengan berbicara seperti itu, malah terlihat mencurigakan, kan? Lagipula, memangnya kenapa kalau aku merangkul Maria? Kami kan bukan pasangan.

Tapi semoga saja ia mau menjadi pacarku.

"L-lihat apa?" Nat menahan tawa.

"B-bolehkah aku duduk bersama kalian?" Maria mengalihkan pembicaraan.

"Boleh saj--" Aiden menjawab.

Namun dengan cepat Nat menginterupsi. "No. Kami kan sedang berkencan, masa iya kami harus duduk bersama kalian?" Nat tersenyum jahil. "Kalian cari bangku yang lain saja."

Maria merengut kecewa. "Oh, baiklah kalau begitu."

"Jadi makan tidak? Aku lapar." Aku bertanya pada Maria.

"Baiklah." Maria menoleh ke arah mereka berdua. "Bye guys."

"Bye." Nat dan Aiden menjawab, kemudian mereka saling berpandangan dan melakukan high five sambil menahan tawa.

Kami berdua pergi meninggalkan Aiden dan Nat. Saat berjalan menuju bangku yang kosong, aku menoleh ke arah Maria yang sedang menggerutu.

Cantik, aku semakin gemas padanya.

"Those lovebirds, masa kita tidak boleh duduk dengan mereka?!" gerutunya.

"Memangnya kenapa? Kau tidak mau duduk berdua denganku?" Aku bertanya.

"Tidak apa-apa, sih." Gadis itu menoleh ke arahku dan menyikutku, kemudian tersenyum. "Aku kan memang datang bersamamu. Let's go, I'm starving!"

Maria mempercepat langkahnya menuju meja tersebut, aku berjalan mengikutinya dari belakang.

Aku tidak peduli jika Aiden dan Nat menyebarkan rumor tentangku dan Maria. Bukan karena aku ingin menunjukan pada Nat bahwa aku sudah move on dari dia, tetapi aku melakukan ini untuk diriku sediri. Aku berhak membuka lembaran baru bersama Maria, kan?

Semoga saja kali ini Dewi Fortuna berpihak padaku.

END.

******

BONUS

Brunette Aiden

Black Hair Michael

Setelah kedua makhluk ini tukeran warna rambut, gimana kalo sekalian tukeran kepribadian juga?🤔

Aiden jadi musisi tengil, Michael jadi bad boy yang pemalu.

Kira-kira readers penasaran ga?🤔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro