Chapter 6 - First Performance
Jumat malam, satu jam sebelum pertandingan football melawan Statton High, seluruh anggota band dengan pakaian seragam lengkap sudah bersiap membawa alat musik masing-masing bersiap di tepi lapangan. Grupku sudah menempati posisi di kiri lapangan, begitu pula dengan grup Ezra yang sudah bersiap di sisi lain lapangan. Aku duduk di samping kiri Nat, sedangkan Myra berdiri di depanku.
"Hai, Nat."
Aku menoleh ke arah kananku dan melihat Michael menyapa Nat. Dengan cepat aku memalingkan pandangan ke sisi lain lapangan dan menguping.
Nat berdiri dari bangkunya, ia sedikit kebingungan. "Mike? Apa yang kamu lakukan di lapangan? Seharusnya kau duduk di tribun, kan?"
"Tentu saja untuk memberimu dukungan, Nat."
Secara otomatis, kedua alisku bertaut.
Nat mengangkat salah satu alisnya. "Really?"
"Yeah." Ia menunduk dan tersenyum. Sambil mengusap tengkuk lehernya dengan gugup, ia melirik ke arah Nat. "Terlepas apa yang terjadi pada band beberapa minggu ini, jangan dipikirkan. Lakukan saja yang terbaik. Oke?"
"Bagaimana kau tahu--"
"Aku bersahabat dengan Wes, kau lupa? Dia kan tahu segalanya yang ada di sekolah ini."
Nat tertawa canggung. "Right. I forgot. Sorry."
"Sampai jumpa sesudah pertandingan." Michael hendak melangkah pergi, namun langkahnya terhenti. Ia kembali dan tersenyum pada Nat. "Ngomong-ngomong, kau terlihat keren dengan seragam band."
Nat sedikit terkejut. "Uh, thanks."
Setelah Michael pergi, aku melirik ke arah Myra di depanku, yang ternyata sudah menatapku cukup lama.
"What?" Aku menggerakan bibirku tanpa suara.
"Make a move!" Myra menggerakan bibirnya tanpa bersuara, kemudian menghela napas. Myra melipatkan tangannya di dada kemudian tersenyum saat Nat memalingkan pandangan ke arahnya.
"Apa?" Nat mengerutkan dahi dan berbicara pada Myra.
"Kau dan Mike?" Myra bertanya padanya.
Nat tertawa. "Nah. Bad guy bukan tipeku."
"Lalu tipemu seperti apa?" Myra bertanya padanya.
Nat menggigit bibir dan bergumam. "Um--"
"Prodigy? Maybe virtuoso? Or maybeee, trumpet player?" Myra menyeringai, pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya.
Aku merasakan jantungku berhenti berdetak, dengan spontan aku menendang kaki Myra. Ia merintih kesakitan.
"Aw! Aiden, what's your problem?" cicitnya.
Nat melirik ke arahku dan menyadari kalau aku sudah bertindak bodoh. Ia tertawa canggung, lalu aku menunduk dan mengusap tengkuk leherku, berusaha menyembunyikan wajahku yang memerah.
Myra berdehem, ia mengalihkan pembicaraan. "Jadi, apa rencanamu dan Mike sesudah pertandingan?"
"Tidak tahu, mungkin ia mau mengajakku ke suatu tempat." Nat mengangkat bahu.
"Kau tidak harus merespon kalau kau tidak suka, kan?" Myra tersenyum pada Nat.
Nat terdiam menatap Myra, kemudian mengangguk. "Yeah, I know."
Kami bertiga terdiam dan tidak saling bicara, tidak terasa waktu pertandingan sudah semakin dekat. Seluruh anggota band yang berada di grupku mulai mempersiapkan instrumen mereka dan menyadarkanku dari lamunan.
"Hei, bersiap. Para pemain sudah memasuki lapangan, "Myra berbisik.
Kami semua berdiri dari bangku masing-masing dan mengambil posisi untuk membentuk formasi. Sebelum berbaris, aku mengejar Nat yang sudah berjalan di depanku, tiba-tiba jantungku berdebar-debar. Aku meraih pergelangan tangannya, ia menoleh ke belakang.
"Huh?" Ia tampak terkejut.
"Hei, good luck."
"What?"
"Good luck!"
Nat terdiam memandangku selama beberapa detik, kemudian tersenyum hangat. "You too."
Aku tersenyum dan melepas genggamanku, kemudian berbaris membentuk formasi yang sudah ditentukan dengan senyum lebar. I know what you think, I look like a fool, right?
Myra yang berdiri di sampingku, mencondongkan tubuhnya ke arahku dan berbisik di telingaku. "Nice move, Aiden. Lain kali, pastikan kau lebih dulu melakukannya daripada Mike."
Aku melakukannya? Apakah ini artinya aku membenarkan perkataan Myra bahwa aku menyukai Nat? Atau aku hanya memberikan dukungan biasa kepada sesama anggota band? Tetapi, mengapa aku hanya mengatakannya pada Nat? Kenapa tidak mengucapkannya juga pada Myra dan anggota band yang lain?
Semua pemikiran ini membuat kepalaku sakit. Aku menggelengkan kepala, kemudian bersiap meniup trumpetku. Aku memberikan aba-aba untuk grupku, namun sebelum hitungan ketiga, grup band Ezra sudah memainkan Fight Song terlebih dahulu. Aku mengangkat tanganku, mengisyaratkan anggota grupku untuk berhenti.
"Crap. Seharusnya kita melakukan negosiasi dengan Ezra, siapa yang akan bermain duluan, dan kapan giliran bagi yang lainnya. Akan aneh kalau kita memainkannya secara bersamaan." Myra mendengkus kesal.
Nat berbisik. "Kurasa Ezra tidak akan mau bernegosiasi. Kita bermain di babak selanjutnya saja."
"Copy that." Aku mengangguk.
Setelah Fight Song selesai dimainkan, cheerleader bersorak dan mulai melakukan koreografi mereka. Aku melihat Emma sedang mengangkat seorang flyer di sana.
"Go Tigers, go go!" teriak Emma.
"Woooohooo, beat them!" teriak anggota cheerleader yang lain.
Cheerleaders bersorak, pertandingan pun dimulai.
Tigers bermain dengan bagus di awal pertandingan, mereka juga mendominasi bola. Dengan adanya Brian di team, kurasa tim football sekolah kami bisa mengalahkan siapapun, bahkan Hearst High nanti, musuh bebuyutan kami. Terlepas dari bagaimana kelakuannya, Pemuda itu tetaplah quarterback yang berbakat. Statton High School adalah lawan yang mudah bagi kami.
Brian berlari sambil membawa bola, namun beberapa murid Statton High menghadangnya. Ia melihat ke sekeliling, mencari pemain yang terbebas dari penjagaan musuh.
Caleb melompat dan melambaikan tangan. "I'm free!"
Brian melemparkan bolanya pada Caleb, ia menangkapnya, kemudian berlari ke tepi lapangan.
"Good job, buddy!" Brian berteriak.
Caleb menoleh ke belakang, ia mengernyit, menatap mantan sahabatnya yang tiba-tiba memujinya.
Bukankah mereka sedang bermusuhan? Oke, aku sama bingungnya dengan kalian.
"Thanks, buddy-- ah!" Seorang pemain lawan menubruk Caleb, ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Kini bola berada di tangan lawan.
Julian menghampiri Caleb dan membantunya bangun. Brian berlari ke arah Caleb, kemudian mendorongnya hingga terjatuh lagi.
Caleb mendarat di atas rumput, ia meringis kesakitan dan membentak Brian. "What's wrong with you?"
Brian membentaknya, "apa yang kau lakukan tadi!? Kita hampir berhasil mencetak skor!"
"Maaf, aku--"
Belum selesai Caleb berbicara, Brian pergi meninggalkan Caleb. Beberapa penonton berteriak "Boooooooooo!" untuk Brian.
"Oh, no." Nat berbisik.
Pertandingan dimulai kembali, kini lagi-lagi Brian yang menguasai bola. Brian melirik ke sekitar untuk melihat peluang. Pemain lain dihadang oleh beberapa musuh, yang dapat menerima bola dengan bebas hanya Caleb.
Caleb berteriak. "Brian, lemparkan padaku!"
Brian tidak menghiraukan Caleb dan terus berlari ke sisi lapangan. Ia diapit oleh 3 musuh. Sebelum sampai di garis akhir, tim musuh mengeroyoknya dan membuatnya terjatuh. Lagi-lagi, kami gagal mencetak skor.
Myra menggelengkan kepalanya dengan frustasi. "Aku tidak tahan melihat ini! Brian dan Caleb membawa masalah pribadi mereka ke tengah lapangan!"
Menit demi menit berlalu, sepanjang babak pertama Berry High kesulitan mencetak skor, hal ini terjadi karena sebagian besar kesalahan dilakukan oleh Brian. Ia tidak mau melempar bola ke arah Caleb saat ia dihadang musuh. Pemuda itu lebih memilih membawa bola sendirian atau mengopernya pada orang lain.
Skor sementara 42-7 untuk Statton High.
Brian berlari ke sisi lapangan, kemudian ia membuka helm dan melemparkannya ke rumput. Rahangnya mengeras, ia menatap Caleb dengan tajam.
Caleb yang merasa disalahkan kemudian membentaknya. "Bukan begitu caranya bermain football! Kau seharusnya mengoper--"
"Aku lebih baik mengoper pada orang lain atau berlari sendirian daripada mengoper bolanya padamu!" Brian membentak Caleb, suaranya tidak kalah nyaring. "Hanya ditubruk sedikit saja seperti tadi, kau langsung jatuh?!"
"What the hell, dude?! You always give the ball to me!"
"Not again, you sucks! Seharusnya kau diam saja di rumah dan--"
Brian dan Caleb hampir saja berkelahi, namun Coach Burke menghentikan mereka. Ia berteriak, "Shut up! Both of you!"
Nat berbisik padaku. "Fokus. Kurasa ini giliran kita bermain."
Myra menatap grup band Ezra dari kejauhan. "Uh, kurasa tidak."
Ezra dan grupnya bersiap memainkan Fight Song untuk kedua kalinya. Benar saja, ia mulai menabuh drum-nya, diikuti oleh alat musik lain. Aku mengepalkan tangan, amarah menguasaiku. Berminggu-minggu kuciptakan lagu ini, dan hasilnya sia-sia?
Aku membalik badan menghadap seluruh anggota band di belakangku. "Kita bermain sekarang!"
Myra membelalakkan matanya dan meninggikan suaranya. "Apa? Kau gila!"
"Tapi, Ezra dan grupnya sedang bermain," ucap Nat.
"Lalu kita harus bagaimana?" Aku meninggikan nada suaraku. Seluruh anggota band saling pandang, pada akhirnya mereka mengangguk.
Kami mulai memainkan musik, laguku dan Fight Song menggema di udara. Seluruh penonton terlihat kebingungan, beberapa menyoraki kami. Aku mencoba mengabaikan seluruh tatapan sinis dan sorakan penonton. Hingga akhirnya, lagu yang kami mainkan selesai. Penonton, cheerleader, bahkan pemain football masih menatap kami dengan bingung.
Tiba-tiba, Nat menarik tanganku, membuat badanku bergerak ke arahnya.
"Awas!" teriak gadis itu.
Dengan cepat aku menoleh ke depan dan melihat sepasang stik drum melayang di udara. Aku melindungi kepalaku dengan tangan dan menangkis benda tersebut, membuatnya jatuh ke tanah.
Ezra berlari ke arahku, wajahnya dipenuhi amarah. Ia membentakku. "Apa yang kau lakukan!? Kau merusak stik drum-ku!"
"Stik drum-mu hampir merusak wajahku!" bentakku tak kalah kerasnya.
Ezra mendekatiku, wajahnya hanya beberapa inchi dari wajahku. Ia menunjuk dadaku dengan kasar. "Karena lagu bodohmu, laguku dan lagumu bercampur di udara, tidak enak didengar!"
"Ini tidak akan terjadi kalau kalian memberikan kami kesempatan untuk bermain!"
Seorang murid perempuan dengan gaya rambut undercut berwarna biru elektrik dan memakai lipstick berwarna coklat tua berdiri di bangku tribun, kemudian ia berteriak, "Hei, lagu kalian berdua lebih payah daripada anak kecil yang memainkan kazoo!"
Aku menoleh ke arah Ezra dam menyindirnya. "Kau dengar? Kau lebih payah daripada anak kecil bermain kazoo!"
Ezra mengepalkan tangan dan hampir meninjuku, tetapi hal ini tidak terjadi karena Vice Principal Isa datang menghentikan kami.
"Stop! Atau saya dan Principal Hughs akan memaksa kalian untuk membantu Maria menjadi anggota komite homecoming!" desisnya.
Kami berdua saling menjauh dan terdiam. Mengirim murid bermasalah untuk menjadi anggota komite homecoming adalah salah satu program Principal Hughs. Berbuat sesuatu yang produktif dinilai lebih baik untuk troublemaker dibanding hanya menerima hukuman biasa. Hampir seluruh anggota komite homecoming adalah murid bermasalah, seperti Brian, Michael dan Wes. Hanya Maria yang dengan sendirinya mencalonkan diri.
Kini aku mengerti mengapa Maria terlihat stress. Mungkin para troublemaker sulit untuk diatur.
Ezra mengambil stik drumnya di tanah lalu berjalan mundur, kemudian membalikan badannya dan kembali ke sisi lain lapangan.
Nat yang berdiri di sebelahku menghela napas berat, ia menekuk wajahnya. "Bolehkah aku pulang sekarang? Penampilan pertamaku di band hancur berantakan."
Aku membalikan tubuhku ke arahnya. "No no no, itu bukan salahmu!"
Nat menatapku dengan matanya yang berkaca-kaca. Aku mengusap air matanya dengan kedua ibu jariku.
"Bertahanlah sebentar lagi, okay? Satu babak saja," bisikku.
"Bagaimana bisa kau merasa begitu positif di situasi seperti ini?" Suaranya bergetar.
Aku tersenyum. "Kau yang mengajariku, remember?"
"Kau benar." Nat terdiam selama beberapa saat, kemudian tersenyum lemah dan mengangguk. "For the band."
Tidak lama kemudian babak kedua dimulai. Permainan di babak kedua tidak berbeda jauh dengan babak pertama. Statton High mendominasi kepemilikan bola, sedangkan Brian masih saja bermain sesukanya. Terkadang lemparan bolanya malah meleset menuju ke arah lawan.
Suara penonton yang bersorak dan mencibir kami lebih keras daripada teriakan anggota cheerleader. Babak kedua berakhir dengan skor 64-10 untuk Statton High. Seluruh tim football Statton High bersorak dan merayakan kemenangan, sedangkan tim football sekolah kami kembali ke bangku masing-masing dengan kesunyian.
Anggota grupku kembali ke bangku di tepi lapangan untuk beristirahat. Ya, kami kalah.
Nat dan Myra duduk di bangku, sedangkan aku berdiri untuk mengambil minum di ranselku. Beberapa anggota football, salah satunya adalah Caleb dan Brian bertengkar dan saling berteriak di tempat duduk yang letaknya tidak jauh dari kami.
Dari arah tribun, Michael mendatangi kami. Ia berjalan menuju ke arah Nat dan berhenti di hadapannya, membuat gadis itu mendongak ke arahnya.
"I'm sorry about the game," lirih Michael.
Nat tersenyum lemah, ia memalingkan pandangannya dari Michael. "It's okay. Pertandingan hari ini juga sudah cukup buruk tanpa kami."
Michael berjongkok, kini wajahnya sejajar dengan wajah Nat. "Do you want to talk about it? Aku akan mentraktirmu milkshake cokelat di Golden Griddle."
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Aku sedang tidak mood untuk segelas milkshake, lagipula, aku akan pulang bersama Dad."
Wajah Michael berubah muram. "Kau yakin?"
"Hei, Mike. Kurasa ia memang tidak mau." Aku menyeletuk.
Myra menoleh ke arahku dengan cepat, kedua netranya membulat sempurna. Gadis itu berbicara tanpa mengeluarkan suara. "What were you thinking, idiot?!"
Oh, no. Itu artinya aku sudah berkata hal yang bodoh, kan?
"Hei," ucap Michael dingin. "Mind your own business."
Seorang lelaki berusia sekitar 40 tahunan menghampiri kami, ia berdiri di samping Michael dan menoleh ke arah Nat.
"You okay, kiddo?"
Nat melirik ke arah lelaki tersebut kemudian berdiri dan menghampirinya. "Dad?"
Lelaki paruh baya itu tersenyum, ia mengelus pucuk kepala gadis di depannya. "I'm so proud of you. Dad tetap bisa mendengar suara saxophone-mu."
Nat tersenyum lemah. "Kau hanya berusaha menghiburku."
"No, I'm being honest!"
Tiba-tiba, gadis itu memalingkan pandangan ke arah kami. "I forgot. Everyone, Meet my Dad." Kemudian menoleh ke arah lelaki itu. "Dad, ini Myra, Aiden dan Mike."
"Ha-halo Mr. Winchester." Aku menunduk dan memberi salam, begitu pula dengan Myra. Michael berdiri dan memberi salam pada Mr. Winchester.
Mr. Winchester mengangguk dan tersenyum hangat pada kami, kemudian mengalihkan pandangannya pada Nat. "Dad akan menunggu di mobil. Berpamitanlah dengan teman-temanmu." Kemudian beliau pergi keluar dari lapangan.
Nat menggigit bibirnya dan berbisik pada Michael. "Sorry."
Salah satu anggota tim football berteriak dan membuat kami menoleh ke arah mereka. Kami melihat helm milik Brian melayang di udara, terlempar ke arah Michael. Pemuda itu dengan cepat menangkap helm tersebut dengan kedua tangannya, kemudian melemparnya kembali ke arah Brian.
Caleb yang berada di depan Brian dengan sigap menangkap helmnya, ia membelalak. "Wow. Lemparan yang bagus, Mike!"
"Tolong ajari mantan sahabatmu itu tata krama." ucap Michael dingin.
"Kurasa tak ada yang salah dengan tata kramaku, Harrison." Brian menyeringai.
Michael melirik Brian dengan sinis, membuat pemuda itu menunduk, tidak berani menatap mata lawan bicaranya secara langsung.
"You never change, Crandall," desis Michael.
Wow, baru kali ini aku melihat Brian sangat takut pada seseorang! Oke, aku jadi penasaran ada apa dengan mereka.
Michael memalingkan pandangannya kembali pada Nat. "Pulanglah dan beristirahat."
Nat mengangguk, ia mengambil ranselnya kemudian berpamitan pada kami semua. Michael kembali ke arah tribun menuju Wes dan teman-temannya, sedangkan Brian mengambil ponselnya dari saku dan melakukan panggilan telepon.
"Dad? Aku ingin pindah sekolah ke Hearst High," ucap Brian pada seseorang di seberang telepon.
"..."
"Sekarang!"
"Wait, what?!" Caleb protes.
"Okay. Thank you, Dad!" Kemudian pemuda berambut merah tersebut menutup teleponnya.
Caleb dan Julian mendekati Brian bersama beberapa anggota football lainnya. Mereka terlihat sangat marah.
"Kau akan pindah ke Hearst?! Jadi setelah drama yang kau buat sendiri, kau ingin lari begitu saja?!" bentak Julian,
Brian memutar bola matanya. "Tim football Statton High tidak ada apa-apanya dan kita kalah? Lebih baik pindah ke Hearst High yang kemampuan timnya di atas kita dan menjadi quarterback mereka!" Ia melirik caleb sambil menyeringai. "Aku juga bisa bertemu Zoe tiap hari."
"How dare you! You can't do this to us!" Caleb membentak Brian.
Brian mendengkus dan tersenyum sinis. "Too late. Dad bilang aku akan mulai bersekolah di Hearst High minggu depan. Selamat mencari quarterback baru!" lalu ia tertawa histeris.
Rahang Caleb mengeras, sedangkan Julian terlihat sedang mengepalkan tangannya dengan amarah.
"Wait, you can't. Karena akulah quarterback terbaik di Berry High!" ucap Brian lagi, kemudian meninggalkan Julian dan Caleb di sisi lapangan.
Myra berbisik padaku. "Karir tim football kita berakhir hari ini. Karena pertandingan selanjutnya kita akan melawan Hearst High."
Aku menghela napas dan berbisik pada Myra. "Oh, no. Kurasa pertandingan selanjutnya akan lebih buruk dari hari ini."
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
GLOSSARIUM
KAZOO: Alat musik tiup kecil yang kalau ditiup suaranya menyerupai trumpet tahun baru :')
******
BONUS
Maria dan Brian: Edisi Akur
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro