Chapter 55 - Michael Harrison [Part 2]
[Flashback, Michael POV]
Setelah seribu purnama, akhirnya aku berhasil mengajak Nat untuk hangout bersamaku, meskipun hanya bermain skateboard setelah jam sekolah berakhir. Tentu saja bersama kedua sahabat bandelku, Wes dan Morgan.
Ternyata, gadis itu tertarik untuk belajar bermain skateboard. What a perfect date!
Sulit sekali untuk bisa akrab dengannya. Aku bahkan baru merasa akrab dengannya saat kami mencuri spirit stick milik cheerleaders Hearst High minggu lalu. Yeah, malam yang membuatku sangat kesal, Aiden selalu mencuri-curi kesempatan untuk berduaan dengannya!
Aku dan Nat berjalan menghampiri kedua sahabatku di lapangan belakang sekolah.
"Hai, Nat." Wes melompat dari skateboard-nya dan berjalan menghampiri kami. "Care to join us to the dark side?"
"Hei, jangan takuti dia." Aku protes.
Nat tertawa. "It's okay, aku tidak takut."
"Kau yakin?" Aku menunjuk ke arah mereka berdua, "Lihatlah Morgan, ia memakai lipstick berwarna hitam dan boots Doctor Martens serta jaket kulit dan ripped jeans!"
Nat mengangkat bahunya. "Memangnya kenapa? Ezra juga sering memakai jaket kulit dan ripper jeans."
Morgan terkagum-kagum. "Wow, kau tidak men-judge kami karena kami adalah anak-anak nakal di sekolah ini?"
Nat tertawa kecil. "Tentu saja tidak! Mengapa juga aku harus men-judge kalian? Kalian tidak berbuat jahat padaku."
Wes berbisik di telingaku. "Aku suka anak ini, Mike!"
Tentu saja! Pilihanku tidak pernah salah, termasuk dalam hal memilih pacar!
Morgan tersenyum, ia menyerahkan skateboard-nya pada Nat. "Kau keren, Nat. Cobalah berseluncur dengan kami!"
"Tapi, aku tidak pernah bermain skateboard sebelumnya." Nat menjawab.
"Mike, ajari dia!" Gadis itu memerintahku.
"Baikla--" Aku berhenti berbicara ketika menyadari satu hal. Aku menunduk untuk melihat ke arah jeans hitam yang kupakai. "--Oh, no."
"Kenapa?" Nat bertanya.
Aku terdiam. Ini adalah celana jeans limited edition yang kubeli tahun lalu dan bahannya ternyata sangat nyaman untukku. Itu sebabnya aku sangat mencintai jeans ini.
Pada awalnya, aku tidak menyangka Nat akan memintaku mengajarinya bermain skateboard, aku hanya berencana untuk pergi ke Golden Griddle bersamanya dan menikmati segelas milkshake.
Aku berdecak kesal. "Ini adalah jeans kesukaanku, aku tidak ingin terjatuh dan merusaknya."
Semua orang menertawaiku, kecuali Nat.
"Seriously, Mike? Itu hanya sebuah celana! Kau bisa beli lagi!" Morgan mencibirku.
Alisku bertaut. "You don't understand! Ini jeans kesayanganku, hanya satu-satunya celanaku yang tidak robek di bagian lututnya! Bahannya juga nyaman!"
"You're so old fashioned!" Morgan mencibirku, kemudian merangkul Nat. "Ayo, Nat, bermain saja bersama kami! Abaikan saja dia!"
"Tapi--" Nat terlihat ragu, ia menoleh ke arahku.
"It's okay, Nat, aku akan mengajarimu." Aku mengambil skateboard-ku dan merasa sangat kesal karena semua orang mencibirku.
"Are you sure?" Nat bertanya padaku.
Aku meraih tangannya dan menuntunnya ke tengah lapangan, kemudian tersenyum. "Aku yang mengajakmu untuk hangout bersamaku, masa iya aku malah membiarkanmu bermain sendirian?"
Pada akhirnya, kami berdua sampai di tengah lapangan. Aku meletakkan skateboard-ku di atas aspal dan bersiap untuk meluncur.
"Watch this!"
Gadis itu memperhatikan gerakan kakiku ketika aku mulai memberikan momentum dan berusaha menyeimbangkan tubuhku ketika berseluncur.
Aku menoleh ke arah Nat yang sedang serius melihatku berseluncur, kemudian memberinya sebuah tersenyuman. Gadis itu membalasnya.
Beberapa saat kemudian, aku berhenti berseluncur di depannya, kemudian melompat dari atas skateboard.
"Cobalah!" ucapku.
Nat mengangguk, ia naik ke atas skateboard, dengan cepat memberikan momentum untuk meluncur.
"Slow down, princess." Aku meraih tangannya agar ia tidak terjatuh. "Jangan terburu-buru. Kau harus berseluncur perlahan atau kau akan terjatuh!"
Nat mengangguk, ia mencoba untuk meluncur perlaha ketika aku menuntunnya secara perlahan. Kami berlatih selama beberapa menit hingga Nat berhasil menyeimbangkan tubuhnya.
"Wow! You're a fast learner!" Aku berdecak kagum.
"Jangan memujiku terlalu cepat, Mike. Kau boleh memujiku ketika aku sudah semahir kau!" Gadis itu menyeringai.
"Kau yakin? Agar mahir bermain skateboard, kau harus mendapatkan luka-luka di sekujur tubuhmu terlebih dahulu."
Nat terkekeh. "Oh, no! Dad pasti panik ketika aku pulang ke rumah dengan luka di siku dan lututku!"
"No pain no gain, Nat."
Nat menyeringai. "Lihat saja, aku tidak akan terjatuh hari ini!"
"We'll see." Aku membalas senyumannya.
Gadis itu memperlambat laju skateboard-nya. "Kurasa aku sudah bisa. Biarkan aku mencobanya sendiri!"
"Are you sure?" tanyaku skeptis.
Nat mengangguk sambil tersenyum.
Pada akhirnya, aku melepas genggaman tanganku dan berbisik, "good luck, princess."
Nat membalas senyumanku, gadis itu mencoba berseluncur tanpa bantuanku. Aku berlari kecil mengikutinya dari belakang.
"Sejauh ini bagus, Nat! Keep going!"
Nat menoleh ke arahku. "Thanks Mik--"
Ucapannya terhenti tepat ketika skateboard yang dinaikinya menggilas kerikil kecil dan membuatnya kehilangan keseimbangan.
Aku berlari secepat mungkin menuju ke arahnya dan menangkap tubuhnya sebelum ia terjatuh di atas aspal. Kalian pasti tahu, terjatuh di atas aspal pasti rasanya sakit sekali, bukan?
Pada akhirnya, aku berhasil menangkap tubuhnya sebelum terjatuh, namun ternyata ia lebih berat dari perkiraanku. Tubuhku tidak sanggup menahan bobot kami berdua, sehingga aku pun kehilangan keseimbangan.
Aku meringis ketika siku dan lututku bergesekan dengan aspal. Nat beruntung tidak terjatuh mengenai permukaan yang keras karena aku mendekap tubuhnya dengan erat. Kami berdua tertawa bersama ketika menyadari hal itu.
"See? Kau terjatuh juga!" ucapku sambil tertawa.
Wes dan Morgan berlari menghampiri kami, mereka tampak panik.
"Kalian berdua tidak apa-apa?" Wes bertanya, kemudian membantu kami untuk berdiri.
"I'm okay." Nat menjawab, ia menoleh ke arahku "Are you okay?"
"Jangan khawatirkan aku." Aku berdiri sambil berusaha menahan perih.
Atensiku tertuju pada tangan kananku. Benar saja, darah segar mengalir di sana. Lututku juga terasa perih.
Nat menunduk dan menekuk wajahnya. "Mike, celanamu ..."
Dengan refleks aku menunduk untuk melihat jeans kesayanganku--yang sekarang sudah berubah menjadi ripped jeans--aku juga melihat luka basah di lututku.
Kalian tahu bagaimana rasanya ketika barang favorit kalian rusak? Bayangkan ada sebuah lubang di t-shirt atau dress favorit kalian.
Morgan berdecak. "Jangan manja, Mike, itu hanya celana!"
Wes mengangguk. "Yeah! It's okay, aku tahu website celana yang lebih keren dari ini!"
Aku mengepalkan tanganku dan menatap Morgan tajam."You know nothing about me!"
Morgan tersentak. Dengan jengkel, aku berbalik dan pergi meninggalkan mereka bertiga sedirian di tengah lapangan.
Ketika sampai di lapangan parkir, aku mendengar derap langkah kaki samar di belakangku.
"Michael Harrison!" Nat berteriak memanggilku.
Aku menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya. Ketika berhenti berjalan, luka di lututku terasa semakin perih. Aku meneliti wajahnya yang tampak khawatir, sekaligus merasa bersalah sudah meninggikan suara di hadapannya.
"I'm sorry," lirihnya.
Aku tersenyum dan mengelus pucuk kepalanya. "Aku marah pada Morgan, bukan kau!"
"Bukan itu." Gadis itu menunduk luka di lututku. "Celanamu robek. Kau juga terluka karena aku."
"Mengapa kau peduli pada celanaku?"
"Kau bilang ini jeans kesukaanmu, kan? Aku tahu kau pasti merasa sangat kesal," ucapnya.
Aku menghela napas berat. Kalau sudah begini, bagaimana aku bisa merasa kesal padanya? Kedua sahabatku tidak peduli dengan hal ini. Tapi Nat? Aku baru mengenalnya sekitar tujuh minggu dan ia peduli sekali pada hal sepele macam ini?
Sekarang kalian mengerti kan, mengapa aku begitu menyukainya?
"Michael!" Ia membuyarkanku dari lamunanku. "Lukamu harus diobati!"
Gadis itu membuka ranselnya dan terlihat sedang mencari-cari sesuatu, kemudian berdecak. "Oh, no. Aku tidak membawa plester. Kita harus ke minimarket!"
"Nat, ini hanya luka kecil. Biarkan saja--"
Ia memotong ucapanku. "No! Aku merasa bersalah padamu. Kau terjatuh karena aku!"
"Tapi kan aku yang mengajakmu hangout bersamaku!"
"Tapi celanamu tidak akan robek kalau aku tidak ceroboh. Ayo kita ke minimarket!" Nat bersikeras.
Gadis itu berjalan menuju area parkir motor, sedangkan aku mengikutinya dari belakang. Terima kasih, Dewi Fortuna, akhirnya kami bisa pergi hangout sepulang sekolah, berdua saja dengannya!
******
Setelah sampai di Golden Griddle dan memesan makanan, kami duduk berdampingan di salah satu meja makan. Nat mencuci lukaku dengan alkohol yang ia beli di minimarket secara perlahan.
"Arrggghh, shit!" Aku meringis kesakitan.
"Sorry, lukamu akan infeksi kalau aku tidak mencucinya terlebih dahulu."
"I don't care! Langsung saja pasang plesternya!" gerutuku.
Nat terkekeh. "Astaga, rupanya Michael Harrison Si Bad Boy tidak tahan dengan luka kecil?"
Aku merengut dan terdiam, gadis itu masih tertawa mengejekku.
Sambil menahan perih, aku memejamkan mata saat Nat membersihkan lukaku dengan kapas dan alkohol. Setelah gadis itu selesai membersihkan lukaku, ia membuka plester yang baru saja dibelinya dan menempelkannya di siku dan lututku.
Mungkin kalian akan menganggap apa yang terjadi pada kami sekarang adalah sebuah adegan cheesy yang sering kalian lihat di drama remaja. Tapi, kalian harus merasakan sendiri bagaimana senangnya ketika seseorang yang kalian suka sedang mengobati luka di tubuh kalian!
Nat selesai menutupi lukaku dengan plester yang ia beli tepat ketika waiter meletakkan makanan kami di atas meja.
"Good, I'm starving!" Aku mengambil cheese burger-ku dan melakukan gigitan pertama, namun Nat terdiam dan tidak melakukan apapun. Pandangannya masih tertuju pada celana jeans-ku yang sudah robek.
"Hei, ayo makan!" Aku menunjuk spaghetti carbonara yang ia pesan dengan daguku, kemudian tertawa kecil. "Tidak usah pikirkan jeans-ku yang sudah tamat riwayatnya!"
Nat menghela napas berat, kemudian tersenyum simpul dan mengangguk. Gadis itu mengambil garpu dan mulai menikmati makanannya. Untuk beberapa menit kemudian, kami diliputi keheningan yang panjang.
Tanpa sadar senyuman terukir di wajahku. Bohong kalau kubilang bahwa aku sama sekali tidak berdebar-debar di hadapannya. Apalagi melihat wajahnya yang manis itu, aku benar-benar tidak bisa marah padanya. Gadis itu juga baru saja mengobati lukaku! Siapa laki-laki yang tidak akan luluh dengan sikapnya?
Namun perlahan senyumanku pudar saat menyadari satu hal, Nat memang baik pada semua orang. Gadis itu juga berbuat baik pada Caleb saat Zoe menyelingkuhinya. Ia pula yang mengajakku untuk mencari dan menghibur Caleb ketika pemuda itu pergi meninggalkan rumah Brian. Apakah Nat berbuat baik juga pada Aiden tanpa sepengetahuanku?
Aiden Zhou. Tidak kusangka kini aku akan sangat benci mendengar nama itu.
Aku menggelengkan kepala secara perlahan. Kedua sahabatku benar, aku tidak boleh banyak berharap karena Nat akan sangat sulit ditebak.
"Mike?"
Aku tersadar dari lamunan ketika Nat menyebut namaku.
"Sorry, tadi aku sedang tidak fokus." Aku menggigit cheese burger-ku.
"Apakah itu karena jeans-mu?"
Aku menoleh ke arahnya dan tertawa. "No! Lupakan soal jeans itu! Aku baik-baik saja, Nat. Ngomong-ngomong, ada hal yang ingin kukatakan padamu."
"What's that?" Nat menoleh ke arahku. "Go ahead."
Aku tersenyum hangat. "Kau adalah orang pertama yang mengerti bagaimana perasaanku. Maksudku, kau lihat Wes dan Morgan tadi? Mereka mentertawaiku, sedangkan kau tidak!"
Nat tertawa kecil. "Itu lah yang namanya sahabat, Mike! Mereka akan tertawa saat kau mengalam kesialan!"
Aku menggeleng. "Aku tahu, tetapi untuk hal-hal seperti ini berbeda. Seakan-akan kau paham betul bagaimana perasaanku pada jeans kesayanganku ini. Orang lain menganggap ini hanya celana biasa, tetapi kau tidak. Kau mengerti betul betapa berharganya jeans ini bagiku."
Gadis itu mengangguk. "Aku punya pakaian favorit juga, I know how it feels like."
"Tidak hanya itu, kau juga seorang pendengar yang baik. Kau mau mendengarkan cerita masa laluku dan tidak men-judge-ku karena aku korban bullying." Kemudian aku menggerutu. "Yah, meskipun ada Aiden di sana bersamamu."
Nat mengernyit. "Memangnya kenapa?"
Aku menggeleng. "Nothing. Forget it."
Aw c'mon! I'm jealous, Nat, it's obvious! Sebenarnya kau memang tidak peka atau tidak peduli?
"Manusia macam apa yang men-judge seseorang yang mengalami bullying? Aku tidak akan melakukan itu padamu!" tegasnya.
"Aku tahu. Maka karena itu aku senang ketika kau berada di sampingku." Kemudian menoleh ke arahnya dan tersenyum hangat. "Terima kasih, Nat."
"Anytime. Itulah gunanya teman, kan?" Nat menjawab.
"Any chance we'll become more than friends?"
"What?" Nat mengernyit.
"Apa yang kubilang tidak cukup jelas?"
Nat mencoba untuk tersenyum. "Mike, kita sedang hangout sekarang, itu artinya kita kan teman--"
Tiba-tiba gadis itu berhenti berbicara, senyumnya pudar. Kedua netra kami saling bertemu selama beberapa saat.
"Oh, itu ..." Dengan cepat Nat memalingkan pandangannya dariku.
Aku merasa ada yang salah dengannya. Apakah aku salah berbicara?
Tiba-tiba, ponsel milik Nat di atas meja bergetar, dengan refleks aku menoleh ke arah benda pipih tersebut.
"Oh, itu ponselku." Nat mengalihkan pembicaraan.
Layar ponselnya menampilkan pesan masuk dari seseorang yang sangat menyebalkan. Ya, siapa lagi kalau bukan Aiden.
Sebelum aku sempat membaca preview message di notifikasi ponselnya, gadis itu sudah mengambilnya duluan. Ia meletakkan garpunya di atas piring dan membalas pesan tersebut.
Yeah, ia memainkan ponselnya lebih dari lima menit dan mengabaikanku.
Namun kalian tahu hal yang paling menyebalkan? Nat tersenyum saat membalas pesan dari Aiden. Senyuman itu bahkan tidak pernah ia berikan padaku.
******
BONUS
Yuk kenalan sama geng rebelnya Michael!
MICHAEL HARRISON
WES PORTER
MORGAN JENNINGS
Nat kalo pacaran sama Michael mungkin bakalan badass kayak gini😆
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro