Chapter 52 - Prom Night
[Aiden POV]
Sabtu sore, hari di mana prom night diadakan sudah tiba. Aku mengendarai mobilku untuk menjemput Nat di rumahnya. Setelah aku menekan bel pintu, seseorang membukakan pintu untukku.
"Aiden, masuk! Nat masih bersiap-siap di kamarnya." Scott tersenyum hangat.
"Thank you, Mr. Winchester."
"Kau dan putriku sudah pacaran berbulan-bulan dan kau masih memanggilku dengan nama margaku?!"
Aku terkejut setengah mati. "Oh my God. I forgot! I'm sorry, Scott."
Astaga! Karena terlalu gugup aku sampai lupa untuk memanggil Mr. Winchester dengan nama depannya!
Scott tertawa, ia mengusap pucuk kepalaku. "Bercanda! Jangan takut begitu padaku."
"Okay, okay," jawabku gugup.
Lelaki paruh baya itu menoleh ke arah tangga rumahnya. "Naik saja ke atas, langsung ke kamarnya!" Kemudian kedua netra Scott meneliti tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kau tampan sekali malam ini, Aiden! Aku akan bersiap-siap memanggil ambulans kalau-kalau putriku pingsan ketika melihatmu."
"DAAAAAD! Jangan ganggu Aiden!" Nat berteriak dari kamarnya.
Scott tertawa lepas, kemudian pergi meninggalkanku. Dengan gugup, aku menaiki tangga rumah keluarga Winchester. Ketika sampai di depan pintu kamar Nat, aku mengetuk pintu.
"Masuk! Aku sudah selesai berpakaian, tetapi makeup-ku belum selesai," Nat menjawab.
Aku menelan salivaku gugup, jantungku berdetak berkali-kali lebih cepat. Sebentar lagi aku akan melihat gaun prom pilihan Nat!
Dengan keberanian ekstra, aku membuka pintu kamar dan melihat gadis itu duduk di meja rias sambil mengenakan mascara. Setelah selesai, ia mengambil setting spray dan menyemprotkannya ke seluruh wajahnya.
"Nat?"
Gadis itu menoleh ke arahku dan beranjak dari meja riasnya.
Sesuai yang semua orang bilang, warna gaunnya senada dengan jasku. Ya, gadis itu benar-benar memilih warna hitam. Blue is definitely her color, but holy shit! Warna hitam benar-benar membuatnya tampak seksi!
Gaun pilihannya berkilauan, sangat elegan dan cantik. Aku memperhatikan riasan di wajahnya, gadis itu bahkan lebih cantik dibandingkan saat homecoming dulu. Aku rasa ia melatih kemampuan makeup-nya tanpa menceritakannya padaku. Atau mungkin karena perasaanku padanya semakin besar dari hari ke hari, Nat jadi semakin terlihat cantik setiap harinya?
Nat melirikku dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian tersenyum lebar saat melihat suit yang kupilih saat kami belanja bersama-sama. Pandangan kami bertemu.
"Kau cantik--"
"--Kau luar biasa!"
Kami berbicara bersama-sama, kemudian tertawa ketika menyadari hal itu. Setelah tawa kami reda, tidak ada satu pun dari kami yang berbicara, melainkan membeku dan terpana, saling mengagumi pakaian masing-masing.
"Holy shit!" lirihku. "Is that really you?"
Nat tertawa kecil. "Tentu saja! Memangnya siapa lagi?"
"I have no words." Aku tersenyum dan menyibakkan surai pirangnya ke belakang telinga. "Kau cocok sekali mengenakan gaun ini!"
Gadis di depanku memperbaiki dasi yang kukenakan. "Kita sama-sama memilih warna hitam. Pantas saja semua orang bilang kita tidak perlu khawatir outfit kita tidak akan serasi!"
"I'm so lucky to be your date," bisikku.
"Me too." Nat balas berbisik, gadis itu selesai memperbaiki dasi yang kukenakan dan menatap lekat kedua netraku. "Kau berkilau, membuatku tidak bisa melirik ke arah lain."
Aku tersenyum. "Kurasa aku paham mengapa Emma melarang kita saling melihat outfit masing-masing sebelum hari ini."
"Yeah! Outfit yang kita pilih terlalu keren!" jawabnya. "Apakah sebaiknya kita pergi kencan berdua saja malam ini? It feels like I want to keep you only for myself."
Aku tertawa sambil mengelus pucuk kepalanya. "Silly! Kalau begitu untuk apa kita berbelanja outfit prom?"
*****
Setelah berpamitan pada Scott, kami berkendara menuju lokasi prom. Di tengah perjalanan, kami terjebak traffic light.
Atensiku tertuju pada gadis cantik yang sedang duduk di bangku penumpang, tepat di sampingku. Nat menunduk sambil memainkan ponselnya. Tanpa sadar, senyuman terukir di wajahku. Setelah beberapa saat, ia tampaknya menyadari hal itu dan menoleh ke arahku.
"Ada apa? Eyeliner-ku berantakan?" tanyanya
Tiba-tiba, kami mendengar bunyi klakson mobil di belakangku.
"Aiden, lampunya sudah hijau!" Nat menepuk lenganku.
"S-sorry!" Aku memalingkan pandanganku kembali pada jalanan dan mulai berkendara.
"Hei, fokus! Aku tidak ingin kita nyaris menabrak truk seperti waktu itu!" omel gadis itu.
Aku menghela napas dan tersenyum."You're distracting, Nat, bagaimana aku bisa fokus? Aku tidak pernah melihatmu secantik malam ini! Dan di antara semua orang yang menyukaimu di Berry High, kau memilihku, bagaimana bisa aku tidak merasa beruntung?"
Nat tertawa kecil. "You're distracting too! Kau tahu, berapa kali Emma menegurku ketika aku melamun dan memikirkanmu di kelas? Hal itu bahkan sudah terjadi sebelum kita pacaran! Tetapi kurasa kini aku sudah terbiasa dengan itu."
"I still get distracted even though we're dating!" Aku merespon.
"I told you. Kencan berdua saja malam ini akan sangat sempurna. Ayo lupakan saja prom!" ujar gadis itu.
Aku terkekeh. "No, no, no. Aku ingin melihat pacarku memenangkan gelar prom queen terlebih dulu, setelah itu kita pulang!"
******
Sekitar sepuluh menit kemudian, kami sampai di lokasi prom. Aku keluar terlebih dahulu dari dari dalam mobil dan membukakan pintu untuknya. Nat tersenyum lebar dan meraih tanganku.
"What a gentleman. Thank you!" ucapnya.
Kami masuk ke dalam gedung sambil bergandengan tangan. Di tengah kerumuman, akhirnya kami menemukan teman-teman kami yang sedang berdansa.
"Akhirnya couple musik kita sampai juga!" Myra berlari dan memeluk kami berdua secara bersamaan.
Nat tersenyum lebar saat melepas pelukan gadis itu. "Myra! Kau cantik sekali dengan gaun ini! Makeup-mu juga sempurna!"
"Thanks to Emma, ia mendandaniku sebelum aku sampai di sini!" Myra memasukan tangannya ke sela-sela gaun. "Kau tahu, tidak? Gaun yang kalian belikan untukku ternyata memiliki saku!"
"Benarkah?! Gaun macam apa yang memiliki saku?" Aku membelalak.
Myra tertawa. "I dunno, but this is awesome! Aku senang karena tidak harus membawa clutch untuk menyimpan barang-barangku." Gadis keturunan India itu menarik tangan kami berdua. "Ayo berdansa bersama kami!"
Myra berlari kecil meninggalkan kami. Aku dan Nat berjalan mengikuti gadis itu di belakangnya.
"Myra terlihat lebih ceria," bisikku.
"Tentu saja. Setelah ditampar olehku, aku yakin Brian tidak akan berani mengijakkan kaki di sini dan mengganggu Myra lagi!"
Aku tersenyum. "You did the right thing, Nat."
"Whatever it takes for our beloved trombone player, right?" gadis itu menjawab.
Aku dan Nat menghampiri teman-teman kami yang sedang berdansa di tengah kerumunan. Atensiku tertuju pada jas yang dikenakan Michael.
"Mike, jasmu kotor!" ucapku.
Michael menunduk dan mengelap noda saus yang ada di jasnya, dengan cepat Maria menepis tangannya.
"Jangan! Noda sausnya nanti menyebar!" gadis itu memarahinya.
"Mengapa jas Mike bisa kotor?" Nat bertanya pada Maria.
Maria mendengkus kesal. "Kami makan malam terlebih dahulu sebelum datang ke sini dan Mike ingin makan fast food! Dia makan spicy wings hanya dengan tangan kosong dan secara tidak sengaja menumpahkan sausnya!" Gadis itu menghembuskan napas berat. "Aku sudah berpakaian serapi dan sebersih yang bisa kulakukan, tetapi pasangan prom-ku--"
Michael meraih dress Maria dan menggunakannya sebagai lap untuk noda tersebut.
"Fair enough. Kini pakaian kita sama-sama kotor," ucapnya santai.
Maria memelototi Michael. "How dare you!--" Gadis itu hampir saja meledak, namun ia mengurungkannya, memejamkan mata dan menghela napas panjang. "Tahan, tahan. Ini prom. Tahan."
Kami semua tertawa melihat Maria menahan kesal. Tiba-tiba, seseorang menghampiri kami dan menepuk bahu Nat, membuatnya terkejut saat melihat siapa yang ada di belakangnya.
"Zoe?" Nat mengerntit.
"We need to talk." Wajah Zoe tampak serius, gadis itu menoleh ke arah kami semua satu persatu. "Ini penting."
"Go on." Nat mempersilahkan Zoe untuk bicara.
Zoe mendekat, membuat kami semua berkerumun untuk mendengar perkataannya.
"Kalian harus tahu apa yang Kara dan Max lakukan sekarang. Mereka mengancam orang-orang yang sedang melakukan voting, melarang seluruh murid untuk memilih kandidat lain, bahkan nominator dari sekolah kami sendiri," bisiknya.
Kami semua memalingkan pandangan ke arah booth queen danking prom di salah satu sisi gedung. Kara dan Max melipat kedua tangannya di dada dan memelototi semua orang yang mengantri di depan booth. Setelah seseorang selesai melakukan voting, Kara mengecek lembar suara tersebut. Jika ia yakin nama yang dipilih adalah namanya dan Max, gadis bersurai hitam itu memasukannya ke dalam kotak suara.
Nat mengangkat bahunya. "Sudahlah, biarkan saja. Gelar tersebut juga tidak bisa membantuku untuk masuk universitas, kan?"
"Mana bisa seperti itu!" Caleb protes. "Masalahnya, mereka menghancurkan sistem demokrasi di sekolah ini!"
"Aku hanya ingin mengatakan hal itu padamu, Nat." Zoe merendahkan suaranya. "Kara sahabatku, tetapi jika ia berbuat terlalu jauh, aku harus melakukan sesuatu, kan?"
"Aku mengerti." Nat mengangguk. "Thanks, Zoe."
Zoe tersenyum tipis dan pergi meninggalkan kami. Gadis itu menghilang di antara kerumunan.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan, Nat?" Myra bertanya. "Aku belum memberikan suaraku. Kalau aku pergi ke booth sekarang, aku terpaksa harus memilih mereka."
Tiba-tiba, Michael menjentikan jarinya. "Aku punya ide bagus."
"Apa itu?" Nat bertanya padanya.
Michael menyeringai, ia mencondongkan kepalanya ke arah Nat, bibirnya hampir mengenai pipi Nat.
"Hei! Kau mau apa?" Aku membentaknya.
"Chill out! Aku hanya ingin berbisik!" Michael membisikan sesuatu di telinga Nat. Posisi mereka berdua sungguh membuatku tidak nyaman.
Wajah Nat berubah cerah. "Kau gila. Gila tapi jenius! Let's do that!"
Maria menyela. "I know that look, Michael Harrison. Aku peringatkan kau, ini prom. Kau tidak boleh melanggar peraturan sekolah!"
"Tidak ada kekerasan, tidak ada aturan yang akan dilanggar, ditambah lagi, aku tidak perlu meng-hack sesuatu. Chill out!" Michael merespon.
Tanpa berpikir panjang lagi, Nat dan Michael pergi ke booth voting, meninggalkan kami semua di tengah kerumunan dengan beribu pertanyaan.
******
[Natasha POV]
Kami menghampiri Max dan Kara di depan booth voting. Mereka berdua menyeringai ketika melihat kedatangan kami berdua.
"Siap-siap untuk memberikan kami selamat, karena gelar queen dan king prom akan jatuh ke tangan kami!" Kara tertawa penuh kemenangan.
"Wow! Selamat kalau begitu!" Aku tersenyum lebar.
Max mengangkat salah satu alisnya. "Kau menyerah begitu saja tanpa perlawanan?"
Aku mengangkat bahuku. "Sudahlah, itu kan hanya gelar. Aku masih seorang junior, aku masih bisa memenangkan gelar itu tahun depan sedangkan kalian lulus tahun ini. Sekarang adalah kesempatan terakhir kalian."
Kara mendengkus. "Bagus lah kalau begitu."
"Tapi kami rasa kami harus memberitahu soal ini padamu, Kara." Wajah Michael tampak serius.
"Apa itu? Cepat katakan!"
Aku mendekat ke arah Kara dan berbisik, "aku melihat salah satu murid Berry memakai gaun prom yang sama persis denganmu!"
"What?! Impossible! Ini gaun rancangan desainer ternama!" Kara mengelak.
"No, Babe. Kau mengambil contoh model gaun yang kau inginkan dari Google dan kau meminta tukang jahit untuk membuatnya. And yeah, kau memang menambahkan sedikit detail, tetapi tetap saja ini bukan rancangan desainermu!" Max memotong.
Kara mencubit lengan Max. "Yang merancang gaun model ini adalah Atelier Versace! Ia merancang gaun milik Emma Roberts untuk red carpet!"
"T-tapi, tetap saja--"
Sebelum Max menyelesaikan perkataannya, Michael memotong. "Whoa whoa, kalian akan berdebat saja di sini atau kalian akan melabrak anak yang sudah mencontek mentah-mentah penampilan Kara?"
"Bocah tengik ini benar!" Kara meraih lengan Max dan pergi meninggalkan booth. "Yang terpenting sekarang adalah menangkap anak itu!"
******
[Aiden POV]
Setelah melihat Kara dan Max pergi meninggalkan booth, kami semua bertanya-tanya, apa sebenarnya rencana Michael. Mereka berdua kembali ke tempat kami berdansa sambil terkekeh sepanjang perjalanan.
"Apa yang kalian lakukan?!" Maria bertanya.
Michael yang masih terkekeh menjelaskan pada kami semua apa yang sebenarnya ia rencanakan.
"Jadi begitulah. Aku tiba-tiba mendapat ide bagus karena wanita sangat menomor satukan penampilan. Aku sadar karena Maria marah sekali ketika aku mengotori gaunnya," ucap Michael panjang lebar.
Emma membelalak. "Kau keterlaluan, Mike! Kara dan Max akan berkeliling gedung dan tidak akan berhenti sampai menemukan anak itu. Si copycat yang kalian maksud itu bahkan tidak ada!"
"Itu tujuannya, Emma!" Nat tertawa.
"Good. Ayo kita berbaris! Kini kita bisa memilih siapapun yang kita inginkan!" Myra mengajak kami untuk berbaris di depan booth.
Booth voting mendadak ramai saat Kara dan Max pergi. Maria, class president Berry High, berjaga di sekitar booth dan membantu membagikan surat suara agar proses pemilihan bisa dilakukan lebih cepat.
Selama berbaris, kami melihat Kara dan Max berjalan dengan cepat menghampiri semua orang yang ada di gedung untuk bertanya, apakah mereka pernah melihat gadis yang Michael maksud atau tidak. Mereka menabrakkan diri, secara tidak sengaja menumpahkan coke milik orang-orang dan hampir saja terpeleset ketika berjalan.
"Where are you?! I'll destroy you!" Kara berteriak sambil terus berjalan.
"Babe, chill, please, semua orang melihat!" Max berusaha mengejar Kara, namun kekasihnya itu tidak menghiraukannya.
Kara dan Max benar-benar berkeliling gedung selama kurang lebih setengah jam. Setelah beberapa saat kemudian, booth mulai sepi, aku rasa semua murid Berry dan Hearst sudah memberikan suaranya.
Maria menutup booth dan membawa kotak suara untuk diberikan pada Principal Hughs, namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat Kara dan Max menghampirinya.
Kara menggerutu. "Anak itu pasti takut dan pulang ketika mendengar aku akan membunuhnya! At least kita masih bisa menyuruh orang-orang untuk--"
Max memotong. "Babe, booth voting sudah ditutup."
"What?!" Kara menoleh ke arah Maria.
"Sorry, aku harus segera menyerahkan kotak suara ini pada Principal Hughs!" Maria merespon.
"You can't do this!" Kara membentak Maria. "Letakkan kotak suara itu sekarang juga!"
"Miss Flores, sudah selesai?" Principal Hughs menghampiri Maria.
"Sudah, Principal Hughs." Maria mengangguk.
Class president kami pergi ke belakang panggung bersama Principal Hughs, meninggalkan Kara dan Max yang terlihat sangat kesal.
Kami semua tertawa penuh kemenangan saat melihat wajah kesal dari Kara dan Max di kejauhan. Sambil menunggu perhitungan suara selesai, beberapa teman kami berdansa bersama, sedangkan aku dan Nat berdiri di samping snack bar untuk menikmati hidangan.
"Kau senang kini orang-orang bisa memilihmu lagi?" Aku bertanya padanya.
"Sebenarnya aku tidak peduli dengan gelar itu." Ia mendekat ke arahku dan berbisik. "Kalau pun aku bukan salah satu murid populer di sekolah, aku yakin kau akan tetap menyukaiku."
Aku menunduk dan merasakan seluruh darah yang ada di tubuhku mengalir ke kedua pipiku ketika gadis itu berbisik di telingaku. Yeah, aku sudah bersamanya selama berbulan-bulan tetapi masih tersipu malu ketika Nat mengatakan hal semacam itu.
Nat tersenyum lebar sambil mencubit pipiku. "Aaaaaw, look at you! And that's why I like you so much!"
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
BONUS
Kali-kali lah, author kasih visual full body Nat sama Aiden. Hope you like it!
Mr. Winchester kalo ga pecicilan jadi hot daddy😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro