Chapter 5 - Fight Song
Rabu siang sebelum latihan band dimulai, aku dan Ezra berdiri di depan ruang musik untuk mendiskusikan lagu yang akan kami mainkan. Komposisi lagu buatanku sudah selesai direvisi, Ezra sedang memeriksanya. Beberapa anggota band memasuki ruangan, aku mengangguk dan mempersilahkan mereka untuk masuk. Ezra membolak-balikan lembar halaman di binder-ku. Wajahnya terlihat serius, tetapi lama kelamaan ia mengernyit.
Pemuda itu lalu mengembalikan binder musikku. "Lagumu bagus. Mungkin kita akan memainkannya di lain kesempatan. Untuk pertandingan nanti, kita fokus pada Fight Song saja."
"Tapi--"
"Waktu kita tinggal sebulan lagi, Aiden. Bagaimana dengan anggota yang lain? Apakah mereka bisa mengejar ketinggalan jika harus berganti lagu?" tanya Ezra.
"Tapi kau menyuruhku untuk merevisi laguku." Aku menekuk wajahku.
"Next time, Aiden. I promise."
Aku mengembuskan napas berat melihat Ezra berjalan masuk ke dalam ruang musik tanpa menggubris permintaanku. Saat kami memasuki ruangan, seluruh murid seketika diam dan fokus kepada kami. Kami berdua melangkah ke depan ruangan untuk memimpin latihan hari ini.
Ezra berdeham. "Selamat siang, band! Untuk pertandingan football melawan Statton High School, kami sudah memutuskan akan memainkan Berry High Fight Song."
"Again," ucapku sarkas.
Ezra menyikut lenganku dan berbisik. "Mana copy kertas musiknya?"
Aku menghela napas, kemudian mengambil lembaran copy lagu tersebut dari dalam tas. "Yeah, kita akan memainkan Fight Song lagi, sementara aku sudah menyelesaikan komposisi lagu baru yang cukup--"
Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, Ezra memotong. "Sudah, aku tahu apa yang terbaik untuk band."
Myra memutar bola matanya dan mencibir Ezra. "Bagaimana bisa seseorang yang tidak bisa menerima masukan dari orang lain, merasa paling tahu apa yang terbaik untuk band?"
Ezra menatap Myra dengan tajam dan meninggikan suaranya. "Myra! Kau diam saja!"
"Oh, jadi egomu sebagai ketua terusik?" ucap Myra sarkas.
Ezra mengepalkan tangan, ia melirik seluruh anggota band di dalam ruangan dengan tajam secara bergantian.
"Kalau kalian tidak bisa menghargai keputusanku sebagai ketua, keluar saja dari ruangan ini!" bentak pemuda itu.
Aku meremas lembaran copy lagu di tanganku, lalu melemparkannya ke lantai. Amarahku mengalahkan akal sehatku. Kulihat Ezra yang terkejut akan perlawananku, namun ia mencoba untuk tetap tenang dan menjaga harga dirinya.
"Oke. Aku keluar! Kau menyuruhku untuk merevisi laguku, namun pada akhirnya kita malah memainkan lagu lain! You know what? You're a jerk!"
Aku melangkah ke pintu keluar saat seluruh anggota band melihat ke arahku. Suasana di dalam ruang musik menjadi sangat sunyi dan tegang.
"How dare you!" Ezra berteriak, namun aku tidak menghiraukannya.
******
Aku berjalan cepat keluar dari gedung sekolah menuju cafeteria outdoor, kemudian duduk di salah satu bangku. Hanya aku yang duduk sendirian di sini, murid-murid lainnya berkumpul dan duduk bersama dalam satu meja,
Aku menopangkan pipiku dengan tangan, kemudian mengusap-usap rambutku frustasi. Mungkin memang berlebihan, but seriously, I'm so mad.
"You okay?"
Aku terkejut ketika mendengar suara anak perempuan di belakangku, dengan cepat aku menoleh.
"Nat, sedang apa di sini? Bukankah kau seharusnya berlatih di ruang musik?"
Gadis itu duduk di bangku tepat di seberangku, wajahnya terlihat khawatir.
"I just want to see you. I hope you're doing okay," lirihnya. "Aku tidak bisa berlatih dalam keadaan seperti tadi. Ezra mengusir kami semua yang tidak sepaham dengannya."
Aku menghela napas. "Sudahlah, mungkin ia benar. Seorang murid tingkat pertama sepertiku tidak berhak untuk mengganggu gugat keputusannya."
"Bukan masalah tingkat pertama atau senior, tapi bagus atau tidaknya kualitas lagumu. Aku sudah mendengarkan lagumu saat itu, dan itu bagus, Aiden."
Aku melirik ke arahnya dan tersenyum lemah. "You just want to cheer on me, right?"
"Why would I? I said so because that's the fact. Kau bahkan bisa memainkan Mozart lebih baik dariku!"
"Itu karena aku latihan bertahun-tahun."
"Itu dia! Kau menghabiskan hampir 10 tahun bermusik. Hal itu pula yang membuat karyamu menjadi luar biasa! Kau sudah mempelajari musik lebih lama dariku, Ezra, bahkan lebih lama dari siapapun."
Kami berdua terdiam selama beberapa saat, kedua netra kami saling bertemu.
"You are more than you think," bisiknya.
Ketika mendengarnya, aku tahu persis bahwa perkataanya tulus, terlihat jelas dari tatapannya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, seseorang membuatku bangga terhadap diriku sendiri. Seseorang membuatku percaya bahwa kemampuanku, sekecil apapun, tetap berharga di mata orang lain.
Beberapa saat kemudian, Myra dan beberapa orang anggota band menghampiri kami di cafeteria, mereka membawa alat musik masing-masing.
Aku menoleh ke arah mereka dan mengerutkan dahi. "Kalian?"
"Screw him! Kami lelah memainkan lagu yang sama terus menerus. Kami akan memainkan lagu buatanmu. Tunjukan lembaran copy-nya pada kami!" Myra mengulurkan tangannya, mengisyaratkan aku untuk memberikan lembaran copy lagu buatanku padanya.
"Uh-i-iya--" Aku terkejut, kemudian dengan cepat mencari lembar copy lagu tersebut di dalam ranselku dan membagikannya kepada yang lain.
"Apa yang terjadi di ruang musik?" Nat bertanya pada Myra.
Myra menunduk dan menggelengkan kepalanya. "Kami bertengkar dengan Ezra. Ia tetap keras kepala akan memainkan Fight Song, kemudian kami memutuskan untuk bermain seorang diri tanpanya."
Aku membelalak. "Are you guys serious? Kalian tidak perlu melakukan itu untukku!"
Myra meninju lenganku dengan lembut. "Kami tidak melakukan itu untukmu, dummy. Ini untuk band!"
Semua orang tertawa, aku menunduk karena malu, namun juga merasa senang. Setelah lembaran lagu dibagikan, kami berlatih di cafeteria bagian outdoor hingga beberapa jam ke depan.
******
Setelah pertengkaran di ruang musik, klub band terpecah menjadi dua grup, yaitu grupku dan grup Ezra. Grup Ezra memiliki lebih banyak anggota dariku, namun kami dapat berlatih dengan cukup baik. Kami bergiliran memakai ruang musik untuk latihan di hari yang berbeda.
Selama sekitar dua minggu, kami tidak saling bicara satu sama lain. Yang kudengar dari Caleb, Ezra dan grupnya tetap berlatih untuk memainkan Fight Song saat pertandingan. Karena dalam satu pertandingan tidak mungkin ada dua grup yang memainkan lagu yang berbeda, aku dan Myra mendatangi Principal Hughs untuk melaporkan hal ini.
Sehari sebelum pertandingan football, kami memakai pakaian seragam lengkap dan melakukan gladi resik di lapangan football. Di sisi lain lapangan, cheerleader juga sedang melakukan gladi resik. Kami berjalan ke tepi kiri lapangan untuk bersiap mengambil posisi, namun kami melihat Ezra dan grupnya berada di tepi lapangan dan sedang berbicara dengan Principal Hughs.
Aku menghampiri mereka dan bertanya. "Ada apa ini?"
Ezra menoleh ke arahku, ia mengerutkan alisnya. "Hei, santai! Kami sedang berbicara dengan Principal Hughs mengenai pertandingan besok. Kami akan bermain di sini."
"Di sini? Tapi ini tempat kami! Bukan begitu, Principal Hughs?" Aku bertanya pada beliau.
Beliau tersenyum dan mengangkat kedua alisnya, "Mengapa kalian tidak bermain bersama saja besok?"
"Apa?! Tapi kami berlatih dengan lagu yang berbeda! Tidak mungkin kami bersatu--" Ezra protes.
Sebelum Ezra menyelesaikan kalimatnya, Principal Hughs memotong. "Tentu bisa, grup Ezra bermain di sebelah kanan lapangan, sedangkan grup Aiden bermain di sebelah kiri lapangan. Kalian bisa mengiringi tim foolball bermain secara bergantian."
Ezra membuka mulutnya, namun dengan cepat menutupnya lagi saat Principal Hughs tersenyum padanya.
Principal Hughs menoleh ke arah kami secara bergantian dan tersenyum hangat. "Good luck, kids. Tunjukan yang terbaik besok!" kemudian beliau pergi meninggalkan kami.
Setelah Principal Hughs pergi, aku dan Ezra saling melirik dengan tatapan membunuh.
"Kau baru meminta izin barusan, kan?" tanyaku.
"Yeah. Kenapa?"
Aku menyeringai. "Aku dan Myra meminta izin beliau tiga hari yang lalu. Jadi lapangan ini milik kami!"
Alis pemuda di depanku bertaut, ia berjalan cepat ke arahku, kemudian menarik kerah baju seragamku dan memelototiku.
"You! Selfish little bastard." desisnya.
"Guys!" bentak Myra, gadis itu berusaha melerai kami.
"STOOOOP!" Nat mendorongku dan Ezra menjauh.
"What's your problem, Winchester?" Ezra mendekat ke arah Nat, dengan cepat aku menahannya.
"Ezra! Perbaiki kelakuanmu!" bentak Myra lagi.
Masih menahan tubuhnya untuk mendekati Nat, aku menatapnya dengan amarah. "Mau apa, kau? Memukul anak perempuan?"
Ezra melirikku dengan sinis, kemudian melangkah mundur. "Fine. Kita bermain bergantian."
Grup Ezra berjalan ke sisi kanan lapangan dan bersiap untuk berlatih, sedangkan Grupku tetap di sisi sebelah kiri.
Nat menunduk, ia melirik Ezra yang sedang berjalan berlainan arah. Terlihat jelas dari kedua netranya bahwa gadis itu merasa shock dan takut.
Aku menghampiri Nat dan bertanya,"you okay?"
Nat tersenyum tipis dan mengangguk. "Don't worry about me."
"Kau yakin akan tetap tampil bersamaku?" tanyaku lagi.
"I chose you, and I don't regret it." Gadis itu mengambil saxophone miliknya dan tersenyum. "Show must go on, right?"
Selain Nat, Myra dan beberapa anggota band yang berada di kubuku mulai mempersiapkan instrumennya. Kami mengambil posisi dan bersiap untuk melakukan gladi resik.
Setelah beberapa menit berlatih, pikiranku melayang entah ke mana. Suasana di lapangan menjadi tegang karena pertengkaran klub band. Aku melihat ke sisi kanan lapangan, Ezra dan grupnya masih berlatih dengan lagu pilihannya.
Harus kuakui, performa Ezra dan kubunya lumayan juga.
Aku menghela napas berat. "Semoga hari esok tidak lebih buruk dari hari ini."
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
BONUS
EZRA MITCHELL - Monochrome Portrait
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro